بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
#AkidahTauhid
Kalimat tauhid memunyai keutamaan yang sangat agung. Dengan kalimat tersebut seseorang akan dapat masuk Surga dan selamat dari api Neraka. Sehingga dikatakan, kalimat tauhid merupakan kunci Surga. Barang siapa yang akhir kalimatnya adalah لا إله إلا الله maka dia termasuk Ahlul Jannah (Penghuni Surga).
Namun sebagaimana dikatakan dalam kitab Fathul Majid (Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh), bahwa setiap kunci memiliki gigi-gigi. Dan tanpa gigi-gigi tersebut tidak dapat dikatakan kunci, dan tidak bisa dipakai untuk membuka. Gigi-gigi pada kunci Surga tersebut adalah syarat-syarat لا إله إلا الله. Barang siapa memenuhi syarat-syarat tersebut, dia akan mendapatkan Surga, sedangkan barang siapa yang tidak melengkapinya, maka ucapannya hanya igauan tanpa makna.
Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah menjelaskan, bahwa syarat Laa ilaaha illallah itu ada delapan. Barang siapa yang tidak mengamalkan salah satu darinya, maka dia belum mengamalkan kalimat Laa ilaaha illallah, yaitu:
Syarat Pertama: Ilmu, yaitu memahami makna dan rukun Laa ilaaha illallah secara benar. Allah ta’ala berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ اللَّه
“Maka berimulah, bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah.” [Muhammad: 19]
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّة
“Barang siapa mati dalam keadaan berilmu, bahwa tidak ada Sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, niscaya dia akan masuk Surga.” [HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu]
Jika seseorang tidak memahami makna kalimat Laa ilaaha illallah, maka tidak bermanfaat syahadat yang diucapkannya.
Syarat Kedua: Yakin, yakni meyakini kebenaran makna dan rukun kalimat Laa ilaaha illallah tanpa meragukannya sedikit pun. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” [Al-Hujurat: 15]
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Aku bersaksi, bahwa tidak ada Sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah sambil membawa dua kalimat syahadat tersebut tanpa ragu, kecuali pasti dia akan masuk Surga.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Syarat Ketiga: Menerima (Al-Qobul), yaitu menerima dengan sepenuh hati konsekuensi kalimat Laa ilaaha illallah berupa penetapan, bahwa hanya Allah ta’ala satu-satunya Sesembahan yang benar dan selain-Nya adalah salah. Tidak boleh menolak sedikit pun, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan. Menolak kalimat Laa ilaaha illallah adalah sifat kaum musyrikin. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Kaum musyrikin itu apabila di katakan kepada mereka: (Ucapkanlah) Laa ilaaha illallah, mereka menyombongkan diri seraya berkata: Apakah kita harus meninggalkan Sesembahan-Sesembahan kita hanya karena ucapan penyair yang gila ini?” [As-Shaffat: 35-36]
Syarat Keempat: Tunduk dan Patuh (Al-Inqiyad), yaitu dengan mengamalkan makna dan rukun Laa ilaaha illallah, hanya beribadah kepada Allah ta’ala dan menjauhi segala Sesembahan selain-Nya, disertai dengan mengamalkan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya (tunduk) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illallah).” [Luqman: 22]
Syarat Kelima: Jujur dan benar (Ash-Shidqu), yaitu jujur dan benar dalam beriman terhadap Laa ilaaha illallah, tanpa mengandung kedustaan sedikit pun dalam hati. Kedustaan dalam keimanan adalah sifat orang-orang munafik. Allah ta’ala berfirman:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah bersaksi, bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” [Al-Munafiqun: 1]
Nabi ﷺ bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang itu bersaksi, bahwa tidak ada Sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, dia mengucapkannya dengan jujur dari lubuk hatinya, melainkan pasti Allah mengharamkan Neraka atasnya.” [HR. Al-Bukhari dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu]
Syarat Keenam: Ikhlas, yaitu benar-benar ikhlas dari dalam hatinya semata-mata karena Allah ta’ala, bukan karena maksud dan tujuan lainnya. Allah ta’ala berfirman:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَهُ الدِّينَ أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik).” [Az-Zumar: 2-3]
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاََ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku pada Hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Juga sabda beliau ﷺ:
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّه
“Sesungguhnya Allah mengharamkan Neraka bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah semata-mata hanya untuk mengharapkan wajah Allah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu]
Syarat Ketujuh: Mencintai (Al-Mahabbah), yaitu mencintai kalimat tauhid dan konsekuensinya berupa pemurnian ibadah kepada Allah ta’ala, dan pengingkaran terhadap penghambaan kepada selain-Nya. Memurnikan cinta kepada Allah ta’ala adalah bagian dari tauhid. Allah ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan (sekutu) selain Allah yang dia cintai layaknya mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman, sangat mencintai Allah di atas segala-galanya).” [Al-Baqarah: 165]
Syarat Kedelapan: Pengingkaran (Al-Kufran) terhadap semua Sesembahan selain Allah ta’ala. Yaitu menyalahkan semua Sesembahan selain Allah ta’ala, tidak memercayainya dan tidak pula menyembahnya, karena Sesembahan yang benar dan patut diibadahi hanyalah Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka barang siapa mengingkari Thoghut (Sesembahan selain Allah) dan hanya beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh dengan ikatan yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illallah), yang tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah: 256]
Sumber:
Kalimat Tauhid Kalimat tauhid mempunyai keutamaan yang sangat agung. Dengan kalimat tersebut seseorang akan dapat…
Posted by Muslim.Or.Id on Thursday, December 18, 2014
Leave A Comment