Kisah Muslim

21 PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI KISAH NABI AYYUB SANG PENYABAR

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

21 PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI KISAH NABI AYYUB SANG PENYABAR
Beberapa pelajaran dari kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam:
Pelajaran #01
Jadi orang kaya yang bersyukur dan rajin berderma, jadi orang miskin yang bersabar.
Dari Shuhaib, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang Mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang Mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” [HR. Muslim, no. 2999]
Pelajaran #02
Lihatlah Nabi Ayyub ‘alaihis salam tidak jadi sombong dengan kekayaan yang ia miliki. Karena kekayaan itu sebenarnya ujian.
Dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata: “Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menuliskan surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari yang isinya:
“Merasa cukuplah (qana’ah-lah) dengan rezeki dunia yang telah Allah berikan padamu. Karena Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) mengaruniakan lebih sebagian hamba dari lainnya dalam hal rezeki. Bahkan yang dilapangkan rezeki sebenarnya sedang diuji pula, sebagaimana yang kurang dalam hal rezeki. Yang diberi kelapangan rezeki diuji bagaimanakah ia bisa bersyukur dan bagaimanakah ia bisa menunaikan kewajiban dari rezeki yang telah diberikan padanya.” [HR. Ibnu Abi Hatim. Dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4: 696]
Pelajaran #03
Ingatlah kekayaan itu titipan Ilahi. Kalau dipahami demikian, maka sewaktu-waktu ketika kenikmatan dunia tersebut diambil, tentu kita tidak akan terlalu sedih.
Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Ummu Sulaim (ibu dari Anas bin Malik yang bernama asli Rumaysho atau Rumaisa) ketika berkata pada suaminya, Abu Thalhah. Saat itu putranya meninggal dunia, Rumaysho malah menghibur suaminya di malam hari dengan memberi makan malam dan berhubungan intim. Setelah suaminya benar-benar puas, ia mengatakan:
يَا أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ قَالَ لاَ قَالَتْ فَاحْتَسِبِ ابْنَكَ
“Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi. Apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Tholhah menjawab, “Tidak (artinya: boleh saja ia ambil, -pen).” Ummu Sulaim: “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian putramu.” [HR. Muslim, no. 2144]
Pelajaran #04
Sakit dan ujian akan menghapus dosa. Sehingga kita butuh menahan diri untuk sabar karena mengetahui keutamaan ini.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
“Setiap Muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” [HR. Bukhari, no. 5660 dan Muslim, no. 2571]
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang Mukmin tertimpa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada masa depan), sedih (akan masa lalu), kesusahan hati (berduka cita) atau sesuatu yang menyakiti sampai pada duri yang menusuknya, itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya.” [HR. Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573. Lihat Syarh Shahih Muslim, 16: 118 dan Kunuz Riyadh Ash-Salehin, 1: 491]
Sabar bagaimana yang dilakukan?
Kata Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani hafizahullah, sabar yang berpahala dilakukan dengan:
(a) Ikhlas karena Allah,
(b) Mengadu pada Allah, bukan mengadu pada manusia,
(c) Sabar di awal musibah. [Muqowwimaat Ad-Daa’iyah An-Naajih, hlm. 201]
Pelajaran #05
Penyakit tak menghalangi dari zikir dan menjaga hati. Lihatlah Nabi Ayyub terus menggunakan lisannya untuk berzikir walau sedang dalam keadaan sakit.
Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata:
جَاءَ أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ »
“Ada dua orang Arab (Badui) mendatangi Rasulullah ﷺ. Lantas salah satu dari mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berzikir pada Allah,” jawab beliau ﷺ. [HR. Ahmad 4: 188. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini Hasan]
Pelajaran #06
Setiap orang diuji sesuai tingkatan iman. Lihat hadis berikut yang disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad:
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ « الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ مِنَ النَّاسِ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ صَلاَبَةٌ زِيدَ فِى بَلاَئِهِ وَإِنَ كَانَ فِى دِينِه رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ وَمَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِىَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia pernah berkata pada Rasulullah ﷺ: “Manusia manakah yang paling berat cobaannya?” Jawab Rasul ﷺ: “Para Nabi, lalu orang saleh dan orang yang semisal itu, dan semisal itu berikutnya. Seseorang itu akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Jika imannya semakin kuat, maka cobaannya akan semakin bertambah. Jika imannya lemah, maka cobaannya tidaklah berat. Kalau seorang hamba terus mendapatkan musibah, nantinya ia akan berjalan di muka bumi dalam keadaan tanpa dosa.” [HR. Ahmad, 1: 172. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini Hasan]
Pelajaran #07
Kalau ingin kuatkan sabar, ingatlah cobaan yang lebih berat yang menimpa para Nabi.
Dari ‘Abdurrahman bin Saabith Al-Qurosyi, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا أُصِيبَ أَحَدُكُمْ بِمُصِيبَةٍ، فَلْيَذْكُرْ مُصِيبَتَهُ بِي، فَإِنَّهَا أَعْظَمُ الْمَصَائِبِ عِنْدَهُ
“Jika salah seorang di antara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpa diriku. Musibah padaku tetap lebih berat dari musibah yang menimpa dirinya.” [HR. ‘Abdurrozaq dalam mushannafnya, 3: 564; Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 7: 167. Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah, no. 1106. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini Shahih karena berbagai syawahid atau penguat]
Pelajaran #08
Musibah yang menimpa kita masih sangat sedikit dari nikmat yang telah Allah beri.
Coba ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Ayyub ‘alaihis salam pada istrinya: “Aku telah diberi kesehatan selama 70 tahun. Sakit ini masih derita yang sedikit yang Allah timpakan sampai aku bisa bersabar sama seperti masa sehatku yaitu 70 tahun.”
Pelajaran #09
Setan bisa saja mencelakai badan, harta dan keluarga seperti yang disebutkan dalam kisah Nabi Ayyub dalam surat Shad:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” [QS. Shaad: 41) [Lihat pembaHasan Syaikh Asy-Syinqithi dalam Adhwa’ Al-Bayan, 4: 851]
Pelajaran #10
Lepasnya musibah dengan doa. Itulah yang terjadi pada Nabi Ayyub. Ia memohon pada Allah untuk diangkat musibah yang menimpa dirinya:
أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” [QS. Al-Anbiya’: 83]
Dalam surat Shaad disebutkan:
أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
“Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” [QS. Shaad: 41]
Pelajaran #11
Kalau ingin mengadukan hajat dan kesusahan, adukanlah pada Allah, BUKAN mengadu pada makhluk. Itulah yang dimaksud dengan ayat:
فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” [QS. Al-Ma’arij: 5]).
Imam Al-Qurthubi mengatakan, bahwa sabar yang baik (indah) di sini yang dimaksud adalah sabar tanpa merasa putus harapan dan tanpa mengeluhkan pada selain Allah. [Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 9: 180]
Pelajaran #12
Menyanjung Allah dalam doa dan bertawassul dengan Asmaul Husna. Lihatlah yang disebutkan dalam isi doanya, menunjukkan bahwa ia meminta pada Allah karena sangat-sangat butuh.
Juga dalam doanya diajarkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna sebagaimana yang diajarkan pula dalam ayat:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah Asmaa-ul Husna. Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa-ul Husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. Al-A’raf: 180]
Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam tafsirnya (hlm. 319), doa yang dimaksud mencakup doa ibadah dan doa mas’alah. Hendaklah ketika berdoa bisa menyesuaikan Asmaul Husna dengan isi permintaan. Mislanya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Ya Allah yang Maha Menerima Tobat, terimalah tobatku”, dan semisal itu.
Pelajaran #13
Meskipun Nabi Ayyub terus sakit, istri Nabi Ayyub tetap mengabdi pada suaminya. Maka sampai ada nazar yang mesti ditunaikan pada istrinya dengan 100 kali pukulan, Nabi Ayyub tidak tega melakukannya karena saking sayang pada istrinya, yang telah benar-benar telah berbakti pada suami.
Sebagian istri kadang tidak tahan dalam hal ini. Bahkan sifatnya pembangkang ketika suaminya sehat ataukah sakit. Padahal taat dan mengabdi pada suami adalah jalan menuju Surga.
Lihatlah hadis dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam Surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” [HR. Ahmad, 1: 191 dan Ibnu Hibban, 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih]
Lihat juga hadis dari Al-Hushoin bin Mihshan menceritakan, bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi ﷺ karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya:
أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah ﷺ lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah ﷺ bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah Surga dan Nerakamu.” [HR. Ahmad, 4: 341 dan selainnya. Hadis ini Shahih sebagaimana kata Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1933]
Pelajaran #14
Boleh mandi telanjang. Hadis Nabi Ayyub yang mandi telanjang telah dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya dengan membawakan judul bab:
مَنِ اغْتَسَلَ عُرْيَانًا وَحْدَهُ فِى الْخَلْوَةِ ، وَمَنْ تَسَتَّرَ فَالتَّسَتُّرُ أَفْضَلُ
“Siapa yang mandi dalam keadaan telanjang seorang diri di kesepian, namun siapa yang menutupi diri ketika itu, maka lebih afdhal.”
Pelajaran #15
Nazar itu wajib dipenuhi sebagaimana sumpah. Allah Taala memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya:
إِنَّ الأبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (٥)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (٦)يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧)
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam Surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” [QS. Al Insan: 5-7]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barang siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barang siapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya.” [HR. Bukhari no. 6696]
Pelajaran #16
Selalu ada jalan keluar bagi orang yang bertakwa. Kala Nabi Ayyub berat menjalankan nazar, Allah Taala memberikan jalan keluar dengan diberikan keringanan, karena saat itu belum ada syariat penunaian kafarah (tebusan untuk nazar) [1]. Dalam ayat disebutkan:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” [QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Pelajaran #17
Siapa yang tidak kuat menjalani hukuman hadd karena dalam keadaan lemah, maka hukuman tersebut tetap ditunaikan, karena tujuannya agar pelanggaran tersebut tidak dilakukan lagi. Hukuman tersebut tujuannya bukan untuk menghancurkan atau membinasakan. [Lihat Qishash Al-Anbiya’ karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 229]
Pelajaran #18
Ingatlah dengan kesabaran ketika kehilangan harta, keluarga dan anak, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Yang diucapkan ketika mendapatkan musibah adalah: INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA (artinya: Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik).
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi ﷺ– berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA (artinya: Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik)”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut doa sebagaimana yang Rasulullah ﷺ perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu, yaitu Rasulullah ﷺ.” [HR. Muslim, no. 918]
Pelajaran #19
Bukti sabar, masih mengucapkan Alhamdulillah ketika mendapat musibah. Yang dicontohkan oleh Nabi Ayyub ‘alaihis salam ketika mendapatkan musibah, beliau mengucapkan, “Segala puji bagi Allah. Dialah yang memberi, Dialah pula yang berhak mengambil.”
Tingkatan orang menghadapi musibah ada empat, yaitu:
(a) Lemah, yaitu banyak mengeluh pada makhluk,
(b) Sabar, hukumnya wajib,
(c) Rida, tingkatannya lebih daripada sabar,
(d) Bersyukur, ketika menganggap musibah itu suatu nikmat. [‘Iddah Ash-Shabirin, hlm. 81]
Pelajaran #20
Kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam adalah sebagai pelajaran dan beliau bisa dijadikan teladan. Allah memberikan kita ujian dan musibah, bukan berarti Allah ingin menghinakan kita. Nabi Ayyub bisa dicontoh dalam hal sabar menghadapi takdir Allah yang menyakitkan. Allah menguji siapa saja yang Allah kehendaki dan semua itu ada hikmah-Nya. [Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 352]
Pelajaran #21
Nabi Ayyub adalah orang penyabar, ia bersabar ikhlas karena Allah. Beliau juga adalah hamba yang baik dalam hal ‘ubudiyah (peribadahan). Ini terlihat dari keadaan beliau ketika lapang dan ketika berada dalam keadaan susah. Beliau juga adalah orang yang benar-benar kembali pada Allah. Beliau pasrahkan urusan dunia dan Akhiratnya. Beliau juga adalah orang yang rajin berzikir dan berdoa, serta punya rasa cinta yang besar pada Allah. [Tafsir As-Sa’di, hlm. 757]
Karenanya Allah memuji Nabi Ayyub ‘alaihis salam:
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” [QS. Shaad: 44]
Semoga jadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Referensi:
• Adhwa’ Al-Bayan fii Iidhah Al-Qur’an bi Al-Qur’an. Cetakan ketiga, tahun 1433 H. Syaikh Muhammad Al-Amin bin Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
• Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan tahun 1436 H. Al-Hafizh Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
• Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi. Penerbit Darul Fikr.
• Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
• Aysar At-Tafaasir li Kalam Al-‘Aliyy Al-Kabir. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit Darus Salam.
• ‘Iddah Ash-Shabirin. Cetakan kedua, tahun 1429 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
• Kunuz Riyadh Ash-Salehin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.
• Muqowwimaat Ad-Daa’iyah An-Naajih. Cetakan pertama, tahun 1415 H. Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani.
• Qishash Al-Anbiya’. Cetakan pertama, tahun 1422 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
• Qishash Al-Anbiya’, Al-Qashash Al-Haqq. Cetakan kedua, tahun 1422 H. Syaikh ‘Abdul Qadir bin Syaibah Al-Hamd. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
• Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah. Cetakan pertama, 1422 H. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
• Tafsir Al-Baghawi (Ma’alim At-Tanzil). Cetakan kedua, tahun 1427 H. Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi. Penerbit Dar Thiybah.
• Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Al-Hafizh Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
• Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Software
• Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Catatan Kaki:
[1] Kafarah nazar sama dengan kafarah sumpah seperti yang diperintahkan dalam surat Al-Maidah ayat 89:
• Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau
• Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau
• Memerdekakan satu orang budak
• Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari (tidak mesti berturut-turut). [Lihat Surat Al-Maidah ayat 89]
Dinukil dari tulisan berjudul “21 PELAJARAN DARI KISAH NABI AYYUB SANG PENYABAR” yang ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: http://nasihatsahabat.com/
Email: nasihatsahabatcom@gmail.com
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabatPinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

#NabiAyyub #NabiAyub #KisahNabiAyyub #KisahMuslim #kisahparanabi #hikmahNabiAyyub #21PelajaranKisahNabiAyyub

Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…

3 months lalu

BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…

3 months lalu

BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…

3 months lalu

LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…

3 months lalu

KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…

3 months lalu

SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…

4 months lalu