بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#StopBid’ah

YANG TIDAK BAPER

Imam Ibnu Katsir (wafat th. 774 H) -rahimahullaah- berkata dalam kitabnya: “Al-Bidaayah Wan Nihaayah” (X/329-330- cet. Maktabah Al-Ma’aarif):

“Isma’il bin Ishaq As-Siraj berkata: Ahmad bin Hanbal berkata kepadaku: “Bisakah engkau tunjukkan kepadaku Harits Al-Muhasibi ketika dia mendatangi rumahmu?”

Aku berkata: “Ya.” Dan tentunya aku senang dengan hal itu.

Kemudian aku mendatangi Harits dan berkata kepadanya: “Saya ingin Anda hadir malam ini di (rumah)ku: Anda dan sahabat-sahabat Anda.”

 Dia (Harits Al-Muhasibi – pen) berkata: “Mereka banyak. Maka siapkanlah kurma dan perasan minyak (kuah) untuk mereka.”

Malamnya mereka datang, dan Imam Ahmad telah mendahului mereka dan duduk di kamar di mana beliau bisa melihat mereka dan mendengar perkataan mereka, sedangkan mereka tidak melihat beliau.

Setelah shalat ‘Isya, mereka kemudian tidak shalat (Sunnah) setelahnya. Bahkan mereka duduk di hadapan Harits dengan diam sambil menundukkan kepala, seolah-olah di atas kepala mereka ada burung.

Sampai ketika mendekati tengah malam, ada seorang yang menanyakan suatu masalah, maka Harits berbicara mengenai hal itu, dan hal-hal yang berkaitan dengannya, berupa zuhud, wara’ dan nasihat. Maka mulailah ada yang menangis, dan ada yang merintih, bahkan ada yang berteriak.

Saya (Isma’il bin Ishaq As-Siraj) pun naik menemui Imam Ahmad di kamar, dan ternyata beliau sedang menangis sampai hampir pingsan.

Mereka pun terus melakukan hal tersebut sampai pagi. Tatkala mereka hendak pergi, saya bertanya (kepada Imam Ahmad): “Bagaimana pendapat Anda tentang mereka wahai Abu ‘Abdillah?”

Beliau menjawab: “Belum pernah saya melihat seorang yang berbicara tentang zuhud seperti orang ini, dan belum pernah saya melihat orang-orang seperti mereka. Akan tetapi saya tidak menyarankanmu untuk berkumpul dengan mereka”.

Saya (Imam Ibnu Katsir) berkata: Beliau (Imam Ahmad) tidak menyukainya, karena di dalam perkataan mereka terdapat ajakan untuk meninggalkan kemewahan dan untuk menempuh jalan (agama) dengan berat, yang tidak terdapat dalam syariat. Dan (dalam perkataan mereka) juga terdapat perincian dan muhasabah yang sangat rinci; yang tidak ada perkara (dalil)nya.

Oleh karena itulah, tatkala Abu Zur’ah Ar-Razi melihat kitab Harits yang bernama “Ar-Ri’aayah”, beliau berkata: “Ini Bid’ah!” Kemudian beliau berkata kepada orang yang membawa kitab tersebut: “Berpeganglah kepada apa yang Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, dan Laits berada di atasnya. Dan tinggalkanlah ini! Karena ini adalah Bid’ah!!”

 

Penulis: Al-Ustadz Ahmad Hendrix Eskanto hafizhahullah