Jangan Tolak Pemberian Orang

 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah [HR Bukhari (no. 1427) dan Muslim no.1053 (124)].

 

Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

 

Al-Yadus Sufla (tangan yang dibawah) memiliki beberapa pengertian:

 

Makna Pertama

Artinya orang yang menerima, jadi maksudnya adalah orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. Namun ini bukan berarti bahwa orang yang diberi tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila seseorang memberikan hadiah kepadanya, maka dia boleh menerimanya, seperti yang terjadi pada Shahabat yang mulia ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu menolak pemberian dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ

Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak (diberikan kepadamu), maka jangan memperturutkan hawa nafsumu (untuk memperolehnya).” [Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 1473) dan Muslim (no. 1045 (110)].

 

Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia menerimanya.

 

Makna Kedua

Yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ

Tangan yang di atas lebih  baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta [Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 1429) dan Muslim (no. 1033), dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma].

 

Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan. Karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya [Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (103)].

 

Hadis ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika darurat.

 

Ancaman dalam hadis di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

Barang siapa meminta-minta (kepada orang lain) tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’ [Shahih: HR. Ahmad (IV/165), Ibnu Khuzaimah (no. 2446), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (IV/15, no. 3506-3508). Lihat Shahîh al-Jami’ish Shaghîr (no. 6281), dari Hubsyi bin Junadah Radhiyallahu anhu].

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api. Maka silakan ia meminta sedikit atau banyak [Shahih: HR. Muslim (no. 1041), Ahmad (II/231), Ibnu Majah (no. 1838), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no. 10767), al-Baihaqi (IV/196), Abu Ya’la (no. 6061), dan Ibnu Hibban (no. 3384-at-Ta’lîqatul Hisan)].

 

Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ

Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuha/93:10]

 

http://almanhaj.or.id/content/4123/slash/0/tangan-di-atas-lebih-baik-dari-tangan-di-bawah/