TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BID’AH MUNKAR DENGAN IJMA’ PARA SAHABAT DAN SELURUH ULAMA ISLAM

Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

Ada riwayat dari Jarir bin ‘Abdillah Al Bajaliy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ

“Kami (yakni para sahabat semuanya) memandang/menganggap berkumpul-kumpul di kediaman si mayit dan makanan yang dibuat (oleh keluarga mayit) setelah penguburannya, merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (HR. Ahmad 2: 204. Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih).

Syarah Hadis

Hadis ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita, bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang biasa terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah lagi bid’ahnya, apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini dengan nama “Selamatan kematian/tahlilan pada hari pertama, ketiga, ketujuh, ke-40 dan seterusnya”.

Hukum di atas berdasarkan Ijma’ para sahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa); bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah.

Fatwa Para Ulama Islam dan Ijma’ Mereka dalam Masalah Ini

Apabila para sahabat telah Ijma’ tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zaman pun mengikuti Ijma’nya para sahabat, yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah.

Berikut ini adalah sejumlah fatwa para Ulama Islam dan Ijma’ mereka dalam masalah “Selamatan kematian”.

  1. Telah berkata Imamnya para ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di kitabnya ‘Al-Um” (I/318):

“Aku benci al ma’tam, yaitu berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit, meskipun tidak ada tangisan. Karena sesungguhnya yang demikian itu akan memerbaharui kesedihan”. Ini yang biasa terjadi, dan Imam Syafi’i menerangkan menurut kebiasaan, yaitu akan memerbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak! Perkataan Imam Syafi’i di atas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.

Perkataan imam kita di atas jelas sekali yang tidak bisa ditakwil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain, kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul di rumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan di sini sebagai Tahlilan?”

  1. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki):

“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak, maka itu satu hal yang dibenci (haram). Karena akan menambah kesusahan di atas musibah mereka, dan menyibukkan mereka di atas kesibukan mereka, dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah. [Perkataan ini seperti ini, yaitu menuruti kebiasaannya selamatan kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh, apabila tidak menyusahkan dan tidak menyibukkan! Ambillah connoth firman Allah di dalam surat An-Nur ayat 33:”Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi”. Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan kita untuk melacur apabila mereka menginginkannya?! Tentu tidak!]

Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya: “Apakah mayit kamu diratapi?” Jawab Jarir: ”Tidak!” Umar bertanya lagi: ”Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan? Jawab Jarir: ”Ya!” Berkata Umar: ”Itulah ratapan!”

  1. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya: Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96):

“Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak, yang mana mereka berkumpul di situ berdalil dengan hadis Jarir bin Abdullah. Dan zahirnya adalah HARAM, karena meratapi mayit hukumnya haram. Sedangkan para Sahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram.

Dan di antara faidah hadis Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit dengan alasan takziyah /melayat, sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini.

Telah berkata An Nawawi rahimahullah: Adapun duduk-duduk (di rumah ahli mayit ) dengan alasan untuk takziyah, telah dijelaskan oleh Imam Syafi’i dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan tersebut)……..

Kemudian Nawawi menjelaskan lagi: ” Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab: “Dibenci duduk-duduk (di tempat ahli mayit ) dengan alasan untuk takziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari agama), sedang muhdats adalah ” Bid’ah.”

Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas hadis Jarir menegaskan: “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini, yaitu berkumpul-kumpul (di tempat ahli mayit) dengan alasan takziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah ini, mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer, supaya orang-orang memujinya, bahwa si Fulan telah mengerjakan ini dan itu, dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapaknya. Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi ﷺ, dan Salafush shalih dari para sahabat dan tabi’in, dan tidak pernah diucapkan oleh seorang pun juga dari Imam-imam agama (kita).

Kita memohon kepada Allah keselamatan!”

  1. Al Imam An Nawawi, di kitabnya Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab (5/319-320) telah menjelaskan tentang bid’ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan di rumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain ulama. Dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadis Jarir radhiyallahu ‘anhu, yang beliau tegaskan sanadnya Shahih. Dan hal ini pun beliau tegaskan di kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).
  2. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, di kitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab: “Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (di tempat ahli mayit) dengan alasan untuk Takziyah, karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats, sedangkan muhdats adalah ” Bid’ah “.

Dan Imam Nawawi menyetujuinya, bahwa perbuatan tersebut bid’ah. [Baca ; Al-Majmu’ syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306]

  1. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan tegas dan terang menyatakan, bahwa perbuatan tersebut adalah ” Bid’ah Yang Jelek”. Beliau berdalil dengan hadis Jarir radhiyallahu ‘anhu yang beliau katakan Shahih.
  2. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskan, bahwa berkumpul-kumpul (di rumah ahli mayit) dengan alasan untuk takziyah dan membacakan Alquran untuk mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari Nabi ﷺ.
  3. Al Imam Asy Syaukani, di kitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan, bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah.
  4. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549): “Adapun ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak, maka hal tersebut dibenci, dan Bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka, dan menyibukkan mereka di atas kesibukan mereka, dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang jahiliyyah”.
  5. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab: ” Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para pentakziyah.” [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]
  6. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: ” Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para pentakziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain.” [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]
  7. Berkata Al Imam Al Ghazali, di kitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi’i (I/79), ” Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit.”

Kesimpulan:

  • Pertama: Bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit hukumnya adalah BID’AH dengan kesepakatan para Sahabat dan seluruh imam dan ulama’, termasuk di dalamnya Imam Empat.
  • Kedua: Akan bertambah bid’ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para pentakziyah.
  • Ketiga: Akan lebih bertambah lagi bid’ahnya, apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama, ketiga, ketujuh, ke-40 dan seterusnya”.
  • Keempat: Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI ﷺ adalah kaum kerabat /sanak famili dan para jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit, yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ ketika Ja’far bin Abi Thalib wafat.

“Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukkkan mereka (yakni musibah kematian).” [Hadis Shahih, riwayat Imam Asy Syafi’i ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]

Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy dan lain-lain (bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas).

Berkata Imam Syafi’iy: “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya, yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka. Karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi)…. “ [Al-Um I/317]

Kemudian beliau membawakan hadis Ja’far di atas.

[Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Alquran Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M]

 

 

Sumber: https://almanhaj.or.id/2272-tahlilan-selamatan-kematian-adalah-bidah-munkar-dengan-Ijma-para-sahabat-dan-seluruh-ulama-islam.html