Sinyal Kebangkitan Paham Abu Lahab Dkk

Maraknya fenomena penistaan agama dan gencarnya serangan terhadap Islam dengan penuh kelancangan dan keberanian adalah sinyal kebangkitan paham Abu Lahab dkk. yang telah berani mencela Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, dan agama-Nya.

Namun, kita harus selalu optimis bahwa di balik semua ini pasti ada hikmah yang mendalam, dan kita harus yakin bahwa kebenaran pasti menang. Bukankah Allah ta’ala berfirman:

عَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُلَّكُمْ

“Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian.” (QS al-Baqarah [2]: 216) [Ayat ini merupakan kaidah penting dalam menatap hidup ini. Lihat penjelasannya secara bagus dalam Qawa’id Qur’aniyyah hlm. 17–21 oleh Dr. Abdullah ibn Umar al-Muqbil]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Termasuk sunnatullah, apabila Allah ta’ala ingin menampakkan agama-Nya, maka Dia membangkitkan para penentang agama, sehingga Dia akan memenangkan kebenaran dan melenyapkan kebatilan, karena kebatilan itu pasti akan hancur binasa.” [Majmu’ Fatawa 28/57, al-Uqud ad-Durriyyah Ibnu Abdil Hadi hlm. 364].

Al-Imam Ibnul Qayyim juga berkata:

وَالْحَقُّ مَنْصُوْرٌ وَمُمْتَحَنٌ فَلَاتَعْجَبْ فَهَذِيْ سُنَّةُ الرَّحْمٰنِ

Kebenaran itu akan menang dan mendapat ujian

Janganlah heran, sebab ini adalah sunnah ar-Rahman [Al-Kafiyah asy-Syafiyah No. 217].

Bahaya Istihza’/Penistaan Terhadap Allah dan Agamanya

Istihza’ (mengolok-ngolok) Allah, nabi-Nya, kitab-Nya, dan/atau agama-Nya BUKANLAH masalah yang sepele, melainkan masalah besar yang sangat berbahaya, karena bisa membatalkan keislaman seorang hamba.

Allah ta’ala telah menurunkan ayat yang tegas tentang masalah ini, tentang orang-orang Munafik yang menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dengan ucapan mereka: “Kami tidak mendapati orang yang lebih buncit perutnya dan pendusta lidahnya dan lebih pengecut ketika perang daripada mereka (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat).” Maka Allah ta’ala menurunkan firman-Nya yang dibaca hingga Hari Kiamat sebagai peringatan bagi orang-orang yang berusaha menghidupkan kembali perilaku keji kaum Munafik tersebut. Allah ta’ala berfirman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ {66}

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS at-Taubah [9]: 65–66)

Ayat yang mulia ini memberikan kepada kita beberapa masalah penting:

Pertama: Kita harus memuliakan dan mengagungkan Allah ta’ala. Barang siapa menghina Allah ta’ala, maka dia kafir, seperti ucapan Yahudi yang mengatakan Allah fakir dan pelit, atau seperti ucapan Nashrani yang mengatakan bahwa Allah adalah Isa ibn Maryam. Semua ini adalah celaan kepada Allah ta’ala dan termasuk kekufuran.

 

Kedua: Menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sunnahnya adalah kekufuran pula, karena Allah ta’ala memerintah kita semua untuk memuliakan dan mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Ketiga: Kita harus mengagungkan Alquran dan memuliakannya karena Alquran adalah firman Allah ta’ala dan sifat-Nya yang mulia.

Keempat: Kita harus memuliakan agama Islam dan tidak mencelanya. Tidak boleh kita menghinanya dan melecehkannya.

Kelima: Orang yang tidak mengingkari penghinaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan kitab-Nya, maka dihukumi sama dengan penghina (dianggap setuju dengan penghinaan tersebut), karena dalam kejadian ini penghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah satu orang saja, tetapi Allah ta’ala menghukumi sama terhadap semua Munafik yang ada, karena mereka semua mengetahuinya, tetapi tidak mengingkarinya.

Keenam: Siapa yang mencela Allah ta’ala, Rasul-Nya, atau Kitab-Nya maka dia kafir, baik sengaja atau hanya bercanda.

Karena pentingnya ayat yang mulia ini, seyogianya setiap Muslim merenungi dan menghayatinya, agar tidak terjatuh dalam kubangan dosa penghinaan kepada Allah ta’ala dan agama-Nya, yang semarak terjadi pada zaman sekarang, baik secara lisan atau tulisan di media-media cetak atau elektronik. Hendaknya kita semua mewaspadai hal ini dengan menjaga lisan kita dan menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih [Disadur dari kitab Durusun fi Syarhi Nawaqidhil Islam hlm. 124–134 oleh asy-Syaikh Dr. Shalih ibn Fauzan al-Fauzan]

 

Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi

 

Untuk lengkapnya: http://abiubaidah.com/kebangkitan-paham-abu-lahab-dkk-menguak-fenomena-penistaan-agama.html/