بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DakwahSunnah
SERBA SERBI TENTANG HADIAH

  • 21 Faidah Tentang Hadiah

Ada 21 faidah tentang hadiah, yang barangkali di antara kita belum mengetahuinya.
1- Hadiah itu punya pengaruh yang besar, semakin memererat cinta dan memersatukan hati, juga memerbaiki hubungan.
2- Terimalah Hadiah dan Berusahalah untuk Membalasnya
Aisyah radhiyallahu ‘anha menyatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا

“Rasulullah ﷺ biasa menerima hadiah, dan biasa pula membalasnya.” (HR. Bukhari, no. 2585)
3- Rasul ﷺ sendiri menerima hadiah, namun tidak menerima sedekah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ ketika disodorkan makanan, beliau ﷺ bertanya dahulu, apakah makanan tersebut berasal dari hadiah, ataukah sedekah. Kalau itu sedekah, beliau ﷺ berkata: “Kalian makan saja makanan tersebut.” Namun kalau makanan tersebut adalah hadiah, maka beliau menyantapnya. (HR. Bukhari, no. 2576 dan Muslim, no. 1077)
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Rasulullah ﷺ menerima hadiah dan tidak menerima sedekah.” (HR. Ahmad, 4: 189, sanadnya Hasan kata Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam Fiqh Al-Akhlaq, hlm. 67)
4- Tetap Memberi Hadiah Walau Jumlahnya Sedikit
Coba perhatikan apa yang Nabi ﷺ sebutkan pada para wanita:

يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا ، وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

“Wahai para wanita Muslimah, tetaplah memberi hadiah pada tetangga, walau hanya kaki kambing yang diberi.” (HR. Bukhari, no. 2566 dan Muslim, no. 1030)
Ini pertanda, bahwa tetaplah perhatikan tetangga dalam hadiah, dengan sesuatu yang gampang bagi kita. Memberi sedikit tetap lebih baik, daripada tidak sama sekali.
5- Rajin Memberi Hadiah Akan Menimbulkan Rasa Cinta
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda: Tahaadu tahaabbu,

تَهَادَوْا تَحَابُّوا

“Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrod, no. 594. Hadis ini diHasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1601. Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam catatan kaki Fiqh Al-Akhlaq menyatakan, bahwa sanad hadisnya Hasan dengan syawahidnya)
Juga ada hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ

“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai, dan akan hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr, bahwa hadis ini bersambung dari beberapa jalur yang berbeda, semuanya Hasan)
6- Hendaknya Hadiah Itu Diterima, Jangan Ditolak
Dalam hadis ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

أَجِيبُوا الدَّاعِىَ وَلاَ تَرُدُّوا الْهَدِيَّةَ وَلاَ تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِينَ

“Terimalah hadiah, janganlah menolaknya. Janganlah memukul kaum Muslimin.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrod, no. 157; Ahmad, 1: 404; Abu Ya’la, 9: 284, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya, 6: 555. Syaikh Musthofa Al-‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadis ini Shahih dalam Fiqh Al-Akhlaq, hlm. 69. Hadis ini juga dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1616)
7- Hadiah Yang Sedikit Tetap Diterima, Sebagaimana Jika Diberi Banyak
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

لَوْ دُعِيتُ إِلَى ذِرَاعٍ أَوْ كُرَاعٍ لأَجَبْتُ ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَىَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ

“Kalau aku diundang untuk menghadiri undangan yang di situ disajikan dziro’ (paha), aku hadir, sebagaimana pula ketika disajikan kuro’ (kaki). Kalau aku diberi hadiah dziro’ (paha), aku terima, sebagaimana ketika diberi hadiah kuro’ (kaki).” (HR. Bukhari, no. 2568)
Dziro’ (paha) menandakan suatu yang mahal dan disukai. Kuro’ menandakan suatu yang remeh dan tidak punya nilai apa-apa. Demikian kata Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam Fiqh Al-Akhlaq, hlm. 69.
8- Boleh Saja Hadiah Itu Ditolak Atau Dikembalikan
Kalau ada yang diberi hadiah, lantas ia mengembalikan hadiah tersebut, hendaklah kita tidak bersedih dan menaruh uzur padanya, selama alasan yang diutarakan pada kita benar-benar jelas.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi ﷺ shalat mengenakan pakaian yang bergaris-garis, lalu beliau ﷺ memandang kepada garis-garisnya sepintas. Maka, tatkala beliau ﷺ selesai dari shalatnya, beliau ﷺ bersabda:

اذْهَبُوا بِخَمِيصَتِي هَذِهِ إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي آنِفًا عَنْ صَلاَتِي.

“Bawalah pakaianku ini kepada Abu Jahm, dan bawalah untukku ambijaaniyahnya Abu Jahm. Sesungguhnya pakaian ini telah melalaikan aku dari shalatku.”
Dari Ash-Sha’b bin Juttsamah Al-Laitsi, ia termasuk sahabat Nabi ﷺ, bahwa ia pernah memberi hadiah kepada Rasulullah ﷺ berupa keledai liar, saat beliau ﷺ berada di Abwa, atau di Waddan, dan beliau ﷺ sedang ihram. Maka beliau ﷺ pun menolaknya. Sha’b berkata: “Tatkala beliau ﷺ melihat perubahan raut wajahku karena penolakannya terhadap hadiahku, beliau ﷺ bersabda:

لَيْسَ بِنَا رَدٌّ عَلَيْكَ وَلَكِنَّا حُرُمٌ

“Kami tidak menolak (karena ada sesuatu) atas dirimu, akan tetapi (karena) kami sedang dalam keadaan ihram.” (HR. Bukhari, no. 2596)
9- Boleh Menyedekahkan Sesuatu Terus Mewarisinya Setelah Itu
‘Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata: “Seorang wanita datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyedekahkan seorang budak wanita kepada ibuku, dan ia (ibuku) telah wafat.’ Lalu beliau ﷺ bersabda:

قَدْ آجَرَكِ اللَّهُ وَرَدَّ عَلَيْكِ فِى الْمِيرَاثِ

“Semoga Allah memberimu pahala dan Allah mengembalikan warisan kepadamu.” (HR. Ahmad, 5: 349. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: bahwa sanad hadis ini Shahih sesuai syarah Muslim)
10- Boleh Menerima Hadiah Dari Lawan Jenis Selama Tidak Menimbulkan Godaan

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: أَهْدَتْ أُمُّ حُفَيْدٍ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقِطًا وسَمْنًا وَأَضُبًّا فَأَكَلَ مِنَ الأَقِطِ والسَّمْنِ وَتَرَكَ الضَّبَّ تَقَّذُّرًا وَأَكَلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, ia berkata: “Bibiku Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Nabi ﷺ berupa mentega, keju dan daging dhabb (sejenis biawak). Beliau ﷺ makan keju dan menteganya, dan beliau ﷺ meninggalkan daging biawak karena merasa jijik. Kemudian makanan yang dihidangkan kepada Rasulullah ﷺ dimakan (oleh para sahabat). Jika (dhabb itu) haram, niscaya kami tidak akan makan hidangan Rasulullah ﷺ.” (HR. Bukhari, no. 2575 dan Muslim, no. 1544)
11- Jangan Sampai Kita Mengharap Hadiah Kita Dikembalikan
Kalau memang punya harapan semacam itu, baiknya tidak memberi hadiah sama sekali.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi ﷺ bersabda:

الْعَائِدُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِىءُ ، ثُمَّ يَعُودُ فِى قَيْئِهِ

“Orang yang meminta kembali hadiahnya, seperti anjing muntah, lalu menelan muntahannya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 2589 dan Muslim, no. 1622)
Namun seorang ayah masih boleh mengambil kembali apa yang ia beri pada anaknya.
Dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum, Nabi ﷺ bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُعْطِىَ عَطِيَّةً أَوْ يَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعَ فِيهَا إِلاَّ الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِى وَلَدَهُ وَمَثَلُ الَّذِى يُعْطِى الْعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَأْكُلُ فَإِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِى قَيْئِهِ

“Tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian, kemudian ia memintanya kembali, kecuali ayah pada apa yang ia berikan kepada anaknya (maka boleh diminta kembali). Permisalan orang yang memberi hadiah, lantas ia memintanya kembali, seperti anjing yang makan, lalu ketika ia kenyang, ia muntahkan, kemudian ia menelan muntahannya.” (HR. Abu Daud, no. 3539; Tirmidzi, no. 1299; An-Nasa’i, no. 3720; Ibnu Majah, no. 2377. Hadis ini diShahihkan oleh Ibnul Jarud, 994; juga oleh Imam Al-Hakim, 2: 46, begitu pula disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi)
12- Jangan Pula Mengungkit-Ungkit Hadiah yang Telah Diberi
Allah Ta’ala berfirman:

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ  ,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu, dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 263-264)
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda: “Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada Hari Kiamat, tidak akan memandangnya, tidak akan meyucikannya, bagi mereka azab yang pedih.” Rasulullah ﷺ mengulangi hal itu sampai tiga kali. Abu Dzar berkata: “Benar-benar rugi mereka-mereka itu.” Abu Dzar pin bertanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Beliau ﷺ pun menjawab:

الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

  1. Orang yang isbal, pria yang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki.
  2. Orang yang mengungkit terus apa yang ia sedekahkan.
  3. Orang yang melariskan dagangan dengan sumpah yang dusta.” (HR. Muslim, no. 106)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan: “Al-mannan itu yang tidak memberi sesuatu, melainkan ia selalu mengungkit-ungkitnya.”
13- Saling Memberi Hadiah Antara Suami Istri Juga Penting, untuk Semakin Langgengnya Cinta Antara Keduanya
Coba lihat yang dibicarakan tentang mas kawin dalam ayat berikut:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi), sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap, lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’: 4)
Ayat tersebut menunjukkan boleh saja istri memberi hadiah pada suami dari mahar (mas kawin) yang telah diberi.
Hadiah antara suami istri menunjukkan cinta antara mereka. Bentuknya juga bisa dengan bertutur kata yang baik, mengutarakan kata-kata romantis antara mereka, hingga pada senyuman manis.
14- Bagaimana Jika Hanya Punya Satu Hadiah, Kepada Siapakah Diberi?
Kata Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam Fiqh Al-Akhlaq, hlm. 72, dahulukan orang yang paling dekat. Dahulukan yang punya kedekatan nasab (keturunan), dan kedekatan sebagai tetangga.
Coba perhatikan dahulu istri Nabi ﷺ bernama Maimunah, ketika itu ia memiliki seorang budak wanita, dan ia merdekakan budak tersebut (sebagai bentuk sedekah, -pen.). Nabi ﷺ lantas mengatakan pada Maimunah:

أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِيهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لأَجْرِكِ

“Coba engkau memberikan budak tersebut pada bibimu, tentu lebih besar pahalanya.” (HR. Bukhari, no. 2592 dan Muslim, no. 999)
15- Boleh Menerima Hadiah dari Non-Muslim dan Boleh Juga Memberi Hadiah Padanya
Seorang Yahudi pernah memberikan pada Nabi ﷺ daging kambing, lantas Nabi ﷺ menerima dan menyantapnya.
Juga masih boleh berbuat baik dengan memberi hadiah pada non-Muslim, sebagaimana kesimpulan dari ayat:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ , إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik, dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangimu karena agama, dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Mumtahanah: 8-9)
Umar juga pernah memberikan hadiah berupa kain pada saudaranya yang musyrik di Makkah, sebelum saudaranya masuk Islam.
Catatan:

  • Selama non-Muslim tersebut dengan hadiah tadi tidak menindas kaum Muslimin, maka tidak masalah memberi hadiah padanya.
  • Termasuk juga tidak boleh menerima dan memberi hadiah pada non-Muslim, terkait dengan hari raya atau ibadah mereka.

16- Ada Hadiah yang Tidak Boleh Ditolak, Yaitu Minyak Wangi, Susu dan Bantal
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda:

ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ الْوَسَائِدُ وَالدُّهْنُ وَاللَّبَنُ

“Tiga hal yang tidak boleh ditolak:

  1. Bantal,
  2. Minyak rambut dan
  3. Susu.” (HR. Tirmidzi, no. 2790. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini Hasan)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia menyatakan, bahwa Nabi ﷺ tidak pernah menolak jika diberi hadiah minyak wangi. (HR. Bukhari, no. 2582)
Dalam hadis juga disebutkan: “Siapa yang diberi hadiah minyak wangi, maka janganlah menolaknya, karena yang paling mudah untuk dibawa adalah bau yang wangi.” (HR. Muslim, no.  2253, dari Abu Hurairah)
17- Sebaliknya, Hadiah yang Mesti Ditolak, di Antaranya:

  • Hadiah dalam rangka sogok pada agama. Contohnya pada kisah Ratu Balqis, yang memberi hadiah pada Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, dengan tujuan supaya Nabi Sulaiman menyembah matahari. Lantas Nabi Sulaiman menolaknya.
  • Hadiah dalam rangka sogok untuk memutar balikkan kebenaran dan kebatilan.
  • Hadiah pada pegawai dan pekerja negara yang ada sangkut pautnya dengan jabatan dan pekerjaannya.
  • Hadiah yang asalnya dari barang curian, atau dari sesuatu yang haram.
  • Hadiah yang maksudnya diberi untuk dapat gantian lebih banyak. Jika tidak dapat gantian lebih banyak, ia murka.
  • Hadiah karena sebab utang, sebelum utang tersebut dilunasi.
  • Hadiah dari al-mannan, yang biasa mengungkit-ungkit pemberian.

18- Ada Hadiah Yang Dilarang Untuk Diberikan, Yaitu:

  • Hadiah yang diberikan pada safih, orang yang menggunakan hadiah dalam maksiat atau membuat kerusakan.
  • Hadiah yang diberikan secara tidak adil pada anak-anak. Dalam hadis disebutkan: “Bertakwalah pada Allah dan adillah pada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari, no. 2587 dan Muslim, no. 1623)

19- Seringnya di tengah-tengah kita memberikan hadiah sebagai tips dan yang diberi menerimanya.
Uang tips semacam ini terlarang, jika memang yang diberi sudah diberi gaji dari tugasnya, seperti pada pegawai negeri atau pejabat.
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri, ia mendengar ‘Urwah telah mengabarkan kepada kami, Abu Humaid As Sa’idi mengatakan:
Pernah Nabi ﷺ memekerjakan seseorang dari Bani Asad yang namanya Ibnul Lutbiyyah, untuk mengurus zakat. Orang itu datang sambil mengatakan: “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi ﷺ berdiri di atas mimbar, sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi ‘naik minbar’, beliau ﷺ memuja dan memuji Allah, kemudian bersabda:

مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى . فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

“Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan: “Ini untukmu dan ini hadiah untukku!” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi, melainkan ia akan datang dengannya pada Hari Kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.“

ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَىْ إِبْطَيْهِ « أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ » ثَلاَثًا

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya, seraya mengatakan: “Ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). (HR. Bukhari, no. 7174 dan Muslim, no. 1832)
Ada hadis pula dari Abu Humaid As Sa’idiy, Rasulullah ﷺ bersabda:

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ

“Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat).” (HR. Ahmad, 5: 424. Syaikh Al-Albani menshohihkan hadis ini sebagaimana disebutkan dalam Irwa’ul Gholil, no. 2622)
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah mengatakan: “Adapun hadis Abu Humaid, maka di sana Nabi ﷺ menjelek-jelekkan Ibnul Lutbiyyah, yang menerima hadiah yang dihadiahkan kepadanya. Padahal kala itu dia adalah seorang pekerja saja (ia pun sudah diberi jatah upah oleh atasannya, pen).” (Fath Al-Bari, 5: 221)
20- Perbedaan Hadiah Dan Sedekah
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah berikut ini:
“Sedekah itu dikeluarkan dalam rangka ibadah, tanpa maksud diberikan kepada orang tertentu, dikeluarkan pada orang-orang yang butuh. Sedangkan hadiah itu dikeluarkan untuk memuliakan orang tertentu, bisa jadi maksudnya karena cinta, atau bentuk sedekah, atau bisa juga diserahkan pada orang yang butuh.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 31: 269)
21- Hendaknya membalas hadiah. Kalau tidak bisa, maka hendaknya mendoakan orang yang memberi.
Dalam hadis disebutkan:

مَن صَنَعَ إِليكُم مَعرُوفًا فَكَافِئُوه ، فَإِن لَم تَجِدُوا مَا تُكَافِئُوا بِهِ فَادعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوا أَنَّكُم قَد كَافَأتُمُوهُ

“Siapa yang memberikan kebaikan untuk kalian, maka balaslah. Jika engkau tidak mampu membalasnya, doakanlah ia, sampai-sampai engkau yakin telah benar-benar membalasnya.” (HR. Abu Daud no. 1672 dan AnN-asa’i no. 2568. Hadis ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi).
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ ، فَقَالَ لِفَاعِلِهِ : جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا , فَقَدْ أبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

“Siapa yang diberikan kebaikan, lalu ia katakan kepada orang yang memberikan kebaikan tersebut, “Jazakallah khoiron (Semoga Allah membalas dengan kebaikan)”, seperti itu sudah sangat baik dalam memuji.” (HR. Tirmidzi, no. 2035 dan An-Nasa’i dalam Al-Kubro, no. 10008, juga dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 180. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini Hasan).
Semoga jadi tulisan yang bermanfaat.
 
Referensi:
Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab Al-‘Aziz. Cetakan ketiga, tahun 1431 H. Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Azhim Badawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Fiqh Al-Akhlaq wa Al-Mu’amalaat ‘ala Al-Mu’miniin, Cetakan Pertama, tahun 1418 H, Syaikh Musthofa Al-‘Adawi, Penerbit Dar Majid ‘Usairi.
Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Penerbit Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm.
Maktabah Syamilah, kitab hadis dan referensi lain.
 
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah, segala kebaikan menjadi sempurna.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber: https://rumaysho.com/15422-21-faidah-tentang-hadiah.html