بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

POTRET SUAMI IDEAL DALAM RUMAH TANGGA

Potret Kepala Keluarga Ideal Dalam Alquran

Allah Ta’ala menggambarkan sosok dan sifat kepala keluarga ideal dalam beberapa ayat Alquran, di antaranya dalam firman-Nya:

{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).

Inilah sosok suami ideal. Dialah lelaki yang mampu menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya bagi istri dan anak-anaknya. Memimpin mereka artinya mengatur urusan mereka, memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup mereka, mendidik dan membimbing mereka dalam kebaikan, dengan memerintahkan mereka menunaikan kewajiban-kewajiban dalam agama, dan melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan dalam Islam, serta meluruskan penyimpangan yang ada pada diri mereka [Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/653) dan “Taissirul kariimir Rahmaan” (hal. 177)].

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا. وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا}

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Alquran. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia (selalu) memerintahkan kepada keluarganya untuk (menunaikan) shalat dan (membayar) zakat, dan dia adalah seorang yang diridhai di sisi Allah” (QS Maryam: 54-55).

Inilah potret hamba yang mulia dan kepala rumah tangga ideal, Nabi Ismail ‘alaihissalam. Sempurna imannya kepada Allah, saleh dan kuat dalam menunaikan ketaatan kepada-Nya, sehingga beliau ‘alaihissalam meraih keridhaan-Nya. Tidak cukup sampai di situ, beliau ‘alaihissalam juga selalu membimbing dan memotivasi anggota keluarganya untuk taat kepada Allah, karena mereka yang paling pertama berhak mendapatkan bimbingannya [Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/169) dan “Taissirul kariimir Rahmaan” (hal. 496)].

Demukian pula dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).

Dalam ayat ini Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang beriman, karena mereka selalu mendokan dan mengusahakan kebaikan dalam agama bagi anak-anak dan istri-istri mereka. Inilah makna “Qurratul ‘Ain” (Penyejuk Hati) bagi orang-orang yang beriman di dunia dan Akhirat [Lihat kitab “Fathul Qadiir” (4/131)].

Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau berkata: “Allah akan memerlihatkan kepada hamba-Nya yang beriman pada diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada Allah. Demi Allah, tidak ada sesuatu pun yang lebih menyejukkan pandangan mata (hati) seorang Muslim, daripada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang yang dicintainya taat kepada Allah Ta’ala” [Dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (3/439)].

Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal

1. Saleh dan Taat Beribadah

Kesalehan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:

{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13).

Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat kepada Allah Ta’ala akan dimudahkan segala urusannya, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri, maupun yang berhubungan dengan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ}

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).

Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).

Artinya: Allah Ta’ala akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya) [Tafsir Ibnu Katsir (4/489)].

Bahkan dengan ketakwaan seorang kepala rumah tangga, dengan menjaga batasan-batasan syariat-Nya, Allah Ta’ala akan memudahkan penjagaan dan taufik-Nya untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah, maka Dia akan menjagamu. Jagalah (batasan-batasan/syariat), Allah maka kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu” [HR at-Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (1/293) dan lain-lain, dinyatakan Shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “Shahihul jaami’ish shagiir” (no. 7957)].

Makna “Menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepada-Nya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya [Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 229)]. Dan makna “Kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu”: Dia akan selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu [Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 233)].

Penjagaan Allah Ta’ala dalam hadis ini juga mencakup penjagaan terhadap anggota keluarga hamba yang bertakwa tersebut [Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 233)].

2. Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk Keluarga

Menafkahi keluarga dengan benar adalah salah satu kewajiban utama seorang kepala keluarga dan dengan inilah di antaranya dia disebut pemimpin bagi anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

{وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ}

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233).

Dalam hadis yang Shahih, ketika Rasulullah ﷺ ditanya tentang hak seorang istri atas suaminya, beliau ﷺ bersabda: “Hendaknya dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya, sebagaimana yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya, sebagaimana yang dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya (mencelanya), dan tidak memboikotnya, kecuali di dalam rumah (saja)” [HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan Shahih oleh Syaikh al-Albani].

Tentu saja maksud pemberian nafkah di sini adalah yang mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak kurang. Karena termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa adalah mereka selalu mengatur pengeluaran harta mereka, agar tidak terlalu boros, dan tidak juga kikir. Allah Ta’ala berfirman:

{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}

“Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang, yang apabila mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir. Dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS al-Furqaan:67).

Artinya: Mereka tidak mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan harta sehingga melebihi kebutuhan, dan (bersamaan dengan itu) mereka juga tidak kikir terhadap keluarga mereka, sehingga kurang dalam (menunaikan) hak-hak mereka, dan tidak mencukupi (keperluan) mereka. Tetapi mereka (bersikap) adil (seimbang) dan moderat (dalam pengeluaran). Dan sebaik-baik perkara adalah yang moderat (pertengahan) [Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/433)].

Ini semua mereka lakukan bukan karena cinta yang berlebihan kepada harta, tapi kerena mereka takut akan pertanggungjawaban harta tersebut di hadapan Allah Ta’ala di Hari Kiamat kelak. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada Hari Kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as-Shahiihah” (no. 946) karena banyak jalurnya yang saling menguatkan].

3. Memerhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga

Ini adalah kewajiban utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ketika menafsirkan ayat di atas beliau berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu sendiri dan keluargamu” [Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam “Al-Mustadrak” (2/535), diShahihkan oleh al-Hakim sendiri dan disepakati oleh adz-Dzahabi].

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api Neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertaubat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api Neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan Neraka), kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri, dan pada orang-orang yang di bawah kekuasaan dan tanggungjawabnya” [Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 640)].

Dalam sebuah hadis Shahih, ketika shahabat yang mulia, Malik bin al-Huwairits radhiallahu’anhu dan kaumnya mengunjungi Rasulullah ﷺ selama dua puluh hari untuk memelajari Alquran dan sunnah beliau, kemudian Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka: “Pulanglah kepada keluargamu, tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah (petunjuk Allah Ta’ala) kepada mereka” [HSR al-Bukhari (no. 602)].

4. Pembimbing dan Motivator

Seorang kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangganya. Ini berarti dialah yang bertanggung jawab atas semua kebaikan dan keburukan dalam rumah tangganya. Dan dialah yang punya kekuasaan, dengan izin Allah Ta’ala, untuk membimbing dan memotivasi anggota keluarganya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya… Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka” [HSR al-Bukhari (no. 2278) dan Muslim (no. 1829)].

Rasulullah ﷺ mencontohkan sebaik-baik teladan sebagai pembimbing dan motivator. Dalam banyak hadis yang Shahih, beliau ﷺ selalu memberikan bimbingan yang baik kepada orang-orang yang berbuat salah, sampai pun kepada anak yang masih kecil.

Beliau ﷺ pernah melihat seorang anak kecil yang berlaku kurang sopan ketika makan, maka beliau ﷺ menegur dan membimbing anak tersebut. Beliau ﷺ bersabda: “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (ketika hendak makan). Makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah (makanan) yang ada di depanmu” [HSR al-Bukhari (no. 5061) dan Muslim (no. 2022)].

Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ pernah melarang cucu beliau, Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan masih kecil. Rasulullah ﷺ bersabda: “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau ﷺ bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kita (Rasulullah ﷺ dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?” [HSR al-Bukhari (no. 1420) dan Muslim (no. 1069)].

Imam Ibnu Hajar menyebutkan, di antara kandungan hadis ini, adalah bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut [Fathul Baari (3/355)].

Memotivasi anggota keluarga dalam kebaikan juga dilakukan dengan mencontohkan dan mengajak anggota keluarga mengerjakan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dalam Islam.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari, lalu dia melaksanakan shalat (malam), kemudian dia membangunkan istrinya. Kalau istrinya enggan, maka dia akan memercikkan air pada wajahnya…”[ HR Abu Dawud (no. 1308) dan Ibnu Majah (no. 1336), dinyatakan Shahih oleh syaikh al-Albani].

Teladan baik yang dicontohkan seorang kepala keluarga kepada anggota keluarganya merupakan sebab, setelah taufik dari Allah Ta’ala, untuk memudahkan mereka menerima nasihat dan bimbingannya. Sebaliknya, contoh buruk yang ditampilkannya merupakan sebab besar jatuhnya wibawanya di mata mereka.

Imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibrahim al-Harbi [Beliau adalah Imam besar, penghafal hadis, Syaikhul Islam Ibrahim bin Ishak bin Ibrahim bin Basyir al-Baghdadi al-Harbi (wafat 285 H). Biografi beliau dalam “Siyaru a’alamin nubala‘” (13/356)]. Dari Muqatil bin Muhammad al-‘Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi. Maka beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?” Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka” [Shifatush shafwah (2/409)].

5. Bersikap Baik dan Sabar Dalam Menghadapi Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya

Seorang pemimpin keluarga yang bijak tentu mampu memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ada pada anggota keluarganya, kemudian bersabar dalam menghadapi dan meluruskannya.

Ini termasuk pergaulan baik terhadap keluarga yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala:

{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا}

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS an-Nisaa’: 19).

Rasulullah ﷺ bersabda: “Berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas. Maka jika kamu meluruskannya, (berarti) kamu mematahkannya. Dan kalau kamu membiarkannya, maka dia akan terus bengkok. Maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum wanita”[ HSR al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468)].

Seorang istri bagaimana pun baik sifat asalnya, tetap saja dia adalah seorang perempuan yang lemah dan asalnya susah untuk diluruskan, karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, ditambah lagi dengan kekurangan pada akalnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

“إن المرأة خلقت من ضلع لن تستقيم لك على طريقة”

“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), (sehingga) dia tidak bisa terus-menerus (dalam keadaan) lurus jalan (hidup)nya” [HSR Muslim (no. 1468)].

Dalam hadis lain Rasulullah ﷺ menyifati perempuan sebagai:

“…ناقصات عقل ودين”

“…Orang-orang yang kurang (lemah) akal dan agamanya” [HSR al-Bukhari (no. 298) dan Muslim (no. 132)].

Maka seorang istri yang demikian keadaannya tentu sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari seorang laki-laki yang memiliki akal, kekuatan, kesabaran, dan keteguhan pendirian yang melebihi perempuan [Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 101)]. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menjadikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penegak urusan kaum perempuan.

Seorang laki-laki yang beriman tentu akan selalu menggunakan pertimbangan akal sehatnya ketika menghadapi perlakuan kurang baik dari orang lain, untuk kemudian dia berusaha menasihati dan meluruskannya dengan cara yang baik dan bijak. Terlebih lagi jika orang tersebut adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu istri dan anak-anaknya. Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah seorang lelaki beriman membenci seorang wanita beriman. Kalau dia tidak menyukai satu akhlaknya, maka dia akan meridhai/menyukai akhlaknya yang lain”[ HSR Muslim (no. 1469)].

6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak dan Istrinya

Termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا}

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).

Dalam hadis yang Shahih, ketika Rasulullah ﷺ menjelaskan tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya, di antaranya: “…Dan tidak mendoakan keburukan baginya” [HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan Shahih oleh Syaikh al-Albani].

Maka kepala keluarga yang ideal tentu akan selalu mengusahakan dan mendoakan kebaikan bagi anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya. Bahkan inilah yang menjadi sebab terhiburnya hatinya, yaitu ketika menyaksikan orang-orang yang dicintainya selalu menunaikan ketaatan kepada Allah Ta’ala [Sebagaimana yang telah kami nukil di atas tentang makna ayat ini].

Penutup

Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang beriman, khususnya para kepala keluarga, untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih kemuliaan dan kebahagiaan sejati di dunia dan Akhirat, bersama anggota keluarga mereka, dengan taufik dari Allah Ta’ala.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA.

Artikel Muslim.Or.Id

 

Sumber: http://Muslim.or.id/14595-potret-suami-ideal-dalam-rumah-tangga.html