بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

☘ ☘ PERBANDINGAN & PERBEDAAN ANTARA ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI KONVENSIONAL

? A. Persamaan antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah, di antaranya sebagai berikut:

  • Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridhoan dari masing- masing pihak.
  • Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota.
  • Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifat mustamir (terus).
  • Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.

? B. Perbedaan antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

Dibandingkan Asuransi Konvensional, Asuransi Syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal:

  • Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan Asuransi Syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam Asuransi Konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
  • Prinsip akad Asuransi Syariah adalah Takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad Asuransi Konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
  • Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan Asuransi Syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada Asuransi Konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
  • Dalam Asuransi Syariah, Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada Asuransi Konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
  • Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta, yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong, bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam Asuransi Konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
  • Dalam Asuransi Syariah, keuntungan investasi dibagi dua, antara nasabah selaku pemilik dana, dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam Asuransi Konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.

Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Asuransi Konvensional TIDAK memenuhi standar syari, yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum Muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.

Oleh karena itu hendaklah kaum Muslimin menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam, seperti bentuk-bentuk Asuransi Syariah yang telah dipaparkan di muka.

? Selanjutnya, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta [Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia] mengeluarkan fatwa sebagai berikut:

“Asuransi ada dua macam. Majlis Hai’ah Kibaril Ulama telah mengajinya sejak beberapa tahun yang lalu, dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja, tanpa memerhatikan yang haramnya. Atau menggunakan lisensi boleh untuk praktik yang haram, sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.

Asuransi Kerjasama (Jaminan Sosial) yang dibolehkan, seperti sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk sedekah atau membangun masjid, atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini, dan menjadikannya alasan untuk Asuransi Komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.

Contoh Asuransi Komersil: Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang impor dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa, sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.” [Al-Maidah: 90]

Kesimpulannya, bahwa Asuransi Kerjasama (Jaminan Bersama/Jaminan Sosial) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syari, seperti membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.

? Berikut ini adalah Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang Asuransi Kerjasama (Jaminan Bersama).

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.

Telah dikeluarkan keputusan dari Ha’iah Kibaril Ulama tentang haramnya Asuransi Komersil dengan semua jenisnya, karena mengandung madharat dan bahaya yang besar, serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci, dan dilarang keras.

Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya Jaminan Kerjasama (Asuransi Kerjasama), yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah: 2]

Dan sabda Nabi ﷺ: “Dan Allah akan menolong hamba, selama hamba itu menolong saudaranya” [Hadis Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du’at wat Taubah 2699]

Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.

Tapi akhir-akhir ini, sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang, dan memutar balikkan hakikat, yang mana mereka menamakan Asuransi Komersil yang haram dengan sebutan Jaminan Sosial, yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Ha’iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memerdayai orang lain, dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha’iah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktik tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara Asuransi Komersil dan Asuransi Sosial (Bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakikatnya.

Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang, dan membongkar penyamaran, serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat.

[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta’min At-Tijari wat Ta’min At-Ta’awuni]”.

Kemudian, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin berpendapat sebagai berikut:

“Asuransi Konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan syariat, dalilnya adalah firman-Nya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu, dengan jalan bathil” [Al-Baqarah: 188]

Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta para pengasuransi (polis) tanpa cara yang haq. Sebab (biasanya), salah seorang dari mereka membayar sejumlah uang per bulan dengan total yang bisa jadi mencapai puluhan ribu, padahal selama sepanjang tahun, dia tidak begitu memerlukan servis. Namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak dikembalikan kepadanya.

Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan sedikit uang, lalu terjadi kecelakaan terhadap dirinya, sehingga membebani perusahaan secara berkali-kali lipat dari jumlah uang yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta perusahaan tanpa cara yang haq.

Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi (fee) kepada perusahaan, suka bertindak ceroboh (tidak berhati-hati terhadap keselamatan diri), mengendarai kendaraan secara penuh resiko dan bisa saja mengalami kecelakaan, namun mereka cepat-cepat mengatakan: “Sesungguhnya perusahaan itu kuat (finansialnya). Dan barangkali bisa membayar ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi”. Tentunya hal ini berbahaya terhadap (kehidupan) para penduduk, karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka kematian.

[Al-Lu’lu’ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-191]”

 

Penulis: Abu Al Maira

Sumber: https://jacksite.wordpress.com/2007/07/11/hukum-asuransi-menurut-islam/