Bagaimana Syariat Nazhar?

Apa batasan yang boleh dilihat saat nazhar. Apakah boleh melepas jilbab sesuai permintaan calon ikhwan?

 

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Nazhar (melihat) calon istri atau calon suami, disyariatkan dalam islam.  Agar tidak ada istilah menyesal di belakang, memastikan bahwa mereka menikah karena saling mencintai. Diceritakan oleh al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau hendak melamar seorang wanita, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi saran kepadanya:

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

Lihat dulu calon istrimu, karena itu akan lebih bisa membuat kalian saling mencintai. (Ahmad 18154, Turmudzi 1110 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

 

Dalam hadis lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, bahwa ada seseorang yang menyampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa dirinya telah menikah dengan wanita Anshar. Nabi pun bertanya:

أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا

“Apakah kamu telah melihatnya?”

Jawab orang ini, “Belum.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan:

فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِى أَعْيُنِ الأَنْصَارِ شَيْئًا

Lihatlah calon istrimu, karena di bagian mata orang Anshar ada sesuatu… (HR. Muslim 3550)

Nazhar itu ada dua jenis:

[1] Nazhar resmi

Nazhar yang pertemuannya disepakati kedua belah pihak, sehingga keduanya ada persiapan. Misalnya nazhar di rumah orang tua si wanita.

[2] Nazhar tidak resmi

Nazhar yang dilakukan secara diam-diam oleh pihak lelaki, sementara pihak wanita tidak tahu.

Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

فخطبت جارية فكنت أتخبأ لها ، حتى رأيت منها ما دعاني إلى نكاحها وتزوجتها

 

Ketika aku melamar seorang gadis, aku sembunyi-sembunyi untuk menazharnya, hingga aku bisa melihatnya, yang membuatku tertarik untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya. (HR. Abu Daud 2084 dan dihasankan al-Albani)

Dalam riwayat lain, Jabir radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

فَخَطَبْتُ جَارِيَةً مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا تَحْتَ الْكَرَبِ حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا بَعْضَ مَا دَعَانِى إِلَى نِكَاحِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا

Aku melamar seorang gadis dari bani Salimah. Aku sembunyi-sembunyi untuk mengintipnya di balik pelepah kurma, hingga aku bisa melihat bagian anggota badannya yang membuatku tertarik untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya. (HR. Ahmad 14960).

Di posisi nazhar tidak resmi, lelaki boleh melihat bagian yang umumnya terlihat ketika wanita di rumahnya, seperti kepala, leher, atau kaki.

Anggota Badan Yang Boleh Dinampakkan ketika Nazhar

Dalam Ensiklopedi Fiqh disebutkan perbedaan ulama mengenai batasan anggota tubuh yang boleh dinampakkan,

Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan sebagian Hambali sepakat, bahwa bagian anggota badan yang boleh dinazhar ketika lelaki melamar adalah wajah dan telapak tangan (termasuk punggungnya), sampai ke pergelangan. Wajah untuk menilai kecantikan, sementara telapat tangan untuk menilai kesuburan badan.

Setelah Turmudzi membawakan hadis di atas, beliau mengatakan:

وقد ذهب بعض أهل العلم إلى هذا الحديث وقالوا لا بأس أن ينظر إليها ما لم ير منها محرما. وهو قول أحمد وإسحاق

Sebagian ulama berpendapat sesuai hadis ini. Mereka mengatakan, tidak masalah lelaki melihat calon istrinya, selama tidak melihat yang haram darinya. Dan ini pendapat Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah. (Jami’ at-Turmudzi, 4/370)

Sementara Hanafiyah dalam sebagian riwayat membolehkan melihat kaki, karena kaki dalam Madzhab Hanafiyah bukan aurat. Hambali membolehkan melihat bagian yang biasa nampak, seperti kepala (tanpa jilbab), leher, atau kaki. [al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 19/199].

Dan kesimpulan yang lebih tepat, bahwa pendapat Jumhur diterapkan untuk nazhar resmi. Ketika lelaki yang melamar ingin bertemu dengan wanita yang dilamar, dia bisa datang ke rumahnya dan melihat wajah dan telapak tangan. Sementara anggota tubuh lainnya, hanya boleh terlihat ketika nazhar dilakukan secara tidak resmi.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

https://konsultasisyariah.com/26491-taaruf-sebelum-menikah.html