بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

NASIB SI PEMBUNUH DIRINYA

 

وسئل الشيخ الفقيه محمد بن صالح العثيمين رحمه الله عن حكم العمليات الانتحارية. فأجاب بقوله: نرى أن العمليات الانتحارية التي يتيقن الإنسان أنه يموت فيها حرامٌ، بل هي من كبائر الذنوب؛ لأن النَّبي – صلى الله عليه وسلم – أخبر بأنَّ (من قتل نفسه بشيء في الدنيا عُذِّب به يوم القيامة) [رواه البخاري (5700) ومسلم (110)] ولم يستثنِ شيئًا بل هو عامٌّ؛ ولأنَّ الجهاد في سبيل الله المقصودُ به حماية الإسلام والمسلمين، وهذا المنتَحر يُدمِّر نفسه وُيفقَد بانتحاره عضو من أعضاء المسلمين، ثمَّ إنَّه يتضمن ضررًا على الآخرين؛ لأنَّ العدو لن يقتصر على قتل واحد، بل يقتل به أُمماً إذا أمكن؛ ولأنه يحصل من التضييق على المسلمين بسبب هذا الانتحار الجزئي الذي قد يقتل عشرة أو عشرين أو ثلاثين، يحصل ضررٌ عظيم، كما هو الواقع الآن بالنسبة للفلسطينيين مع اليهود. وقولُ من يقول عن هذا: جائز، ليس مبنيًّا على أصل، إنما هو مبني على رأي فاسد في الواقع؛ لأنَّ النتيجة السيئة أضعاف أضعاف ما يحصل بهذا، ولا حجَّة لهم في قصَّة البراء بن مالك- رضي الله عنه – في غزوة اليمامة حيث أَمر أصحابه أن يُلْقُوه من وراء الجدار ليفتح لهم الباب ، فإن قصة البراء ليس فيها هلاكٌ محقق ولهذا نجا وفتح الباب ودخل الناس، فليس فيها حُجَّة) انتهى من مجموع فتاوى ورسائل العثيمين (25/ 358)

 

Telah ditanyakan kepada As Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah tentang hukum bunuh diri dengan menggunakan alat peledak.

Beliau rahimahullah menjawab:

“Kami berpendapat, bahwa perbuatan tersebut, yang dia yakin akan mati dengannya, adalah Haram. Bahkan termasuk dosa besar. Karena Rasulullah ﷺ telah bersabda:

“Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara dia membunuh dirinya kelak di Neraka.” [Bukhari dan Muslim].

Beliau ﷺ tidak mengecualikan sedikit pun dalam hadis di atas. Bahkan beliau ﷺ menghukumi dengan UMUM (segala bentuk cara membunuh dirinya).

Kemudian amalan jihad di jalan Allah tujuannya adalah untuk menjaga kemuliaan Islam. Namun melakukan bom bunuh diri justru akan menghancurkan dirinya, dan akan menyebabkan Dharar (bahaya) terhadap kaum Muslimin. Juga akan membahayakan orang lain, karena musuh tidak akan cukup, jika membunuh satu orang. Bahkan akan membunuh dengan jumlah yang banyak, jika memungkinkan. Kemudian dalam aksi tersebut akan menyebabkan kaum Muslimin dikucilkan dan dituding dengan tudingan yang jelek, dengan sebab perbuatan bom bunuh diri tersebut. Yang dia barangkali akan bisa membunuh sepuluh, atau dua puluh, atau tiga puluh orang, tetapi akibatnya justru lebih berbahaya, sebagaimana itu terjadi di negeri Palestina terhadap orang Yahudi.

Sehingga pendapat yang mengatakan, bahwa aksi bom bunuh diri itu boleh, adalah pendapat yang TIDAK dibangun di atas dasar yang benar, justru dibangun di atas pemikiran yang rusak dan keliru secara kenyataannya. Dikarenakan hasil yang muncul justru keburukan yang jauh lebih jelek dari sebelumnya. Kemudian tidak ada hujjah sama sekali atas apa yang mereka lakukan, dengan kisahnya Al Bara bin Malik dalam pertempuran Yamamah, ketika beliau menyuruh sahabatnya untuk melemparkannya ke dalam benteng musuh, untuk membuka pintu benteng tersebut. Kisah di atas TIDAK bisa dijadikan hujjah, karena itu bukan upaya bunuh diri, bahkan ada kemungkinan untuk selamat. Dan beliau selamat dalam pertempuran tersebut, dan membuka pintu, sehingga kaum Muslimin bisa masuk ke dalam benteng tersebut. Maka kisah di atas tidak ada hujjah untuk membenarkan perbuatan tersebut. [Lihat Majmu’ Fatawa dan Rosail Al Ustaimin: 25 / 358]

Lantas bagaimana jika yang menjadi korbannya adalah kaum Muslimin? Laa haula wala Quwwata Illa billah. Maka sungguh si pelaku bom bunuh diri tersebut telah menggabungkan antara dosa membunuh dirinya sendiri, membunuh kaum Muslimin tidak dengan haq, dan memberikan Dharar (bahaya yang lebih mengerikan) terhadap Islam dan kaum Muslimin.

Wal ‘Iyadhu Billah.

Ya Allah sungguh kami berlindung kepada Engkau dari jeleknya perbuatan tersebut.

 

Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Imam hafizhahullah

Sumber: http://www.el-imam.com/2016/08/nasib-si-pembunuh-dirinya.html