بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MAKNA SYAHADATAIN

Memahami makna, syarat dan konsekuensi kalimat Laa Ilaha Illallah adalah sebuah perkara yang sangat penting dan mendesak untuk segera diketahui oleh setiap Muslimin dan Muslimah, karena hal itu merupakan rukun Islam yang pertama dan pondasi agama kita. Berkata Asy–Syaikh Al-Allamah Zaid Bin Muhammad Al – Madkholi Hafiidzahullah: “Wajib atas setiap Muslim dan Muslimah supaya mereka memelajari Rukun dan Syarat Laa ilaha Illallah secara global dan jelas “(Syarh Al-Ushulus Tsalasah, Syaikh Zaid: 36)

Makna Laa Ilaha Illallah

Makna Laa ilaha illallah adalah tidak ada Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Adapun Sesembahan selain Allah adalah Sesembahan yang bathil, tidak berhak untuk disembah. Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz Bin Baaz Rahimahullah: Makna Syahadat Laa Ilaha Illallah adalah Lama’buda bihaqin ilallah (Tidak ada Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) (Syarh Al – Ushulus Tsalasah: 59). Seseorang dikatakan memahami makna Laa ilaha illallah dengan benar,  jika dia menyakini bahwasanya hanya Allah sematalah yang berhak disembah dengan berbagai macam ibadah. Selain Allah tidak berhak untuk disembah dengan satu macam ibadah apapun, dan siapapun orangnya. Dia tidak berdoa kecuali hanya kepada Allah. Dia tidak takut dengan takut ibadah, kecuali hanya kepada Allah. Dia tidak bertawakal kecuali hanya kepada Allah. Seluruh ibadahnya dia serahkan hanya untuk Allah semata.

Inilah penafsiran yang benar dari makna Laa ilaha illallah, yang ditafsirkan oleh para ulama Ahlus Sunnah Wa Jama’ah, yaitu Tidak ada Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah atau diibadahi dengan benar, kecuali hanya Allah semata.

Dalil tentang makna Laa Ilaha illallah ini, sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Ilah/Sesembahan) yang haq. Dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.”(Al-Haj: 62)

Rukun Laa Ilaha Illallah

Kalimat Laa ilaha illallah memiliki 2 (dua) rukun, yaitu:

  1. An-Nafyu (Meniadakan) terletak pada kalimat (Laa ilaha), yang artinya meniadakan seluruh Sesembahan selain Allah Ta’ala. Mengingkari peribadatan kepada selain Allah.
  2. Al-Itsbaat ( Menetapkan ) pada kalimat (Illallah), artinya menetapkan yang berhak disembah hanya Allah semata. Dalil dua rukun ini adalah Firman Allah ﷻ:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

“Barang siapa ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat, yang tidak akan putus “ (Al Baqarah: 256)

Perkataan ini ( فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ ) adalah makna rukun yang pertama (Laa Ilaha). Perkataan ( وَيُؤْمِنْ بِاللهِ ) adalah makna rukun yang kedua (Illallah) (Silakan lihat kitab Aqidah Tauhid Syaikh Shalih Al Fauzan Hal: 40 – 41)

Seorang hamba harus memenuhi dua rukun ini di dalam pengucapannya terhadap kalimat Laa ilaha illallah-nya.

Syarat Laa Ilaha Illallah

Seseorang harus memenuhi seluruh syarat kalimat Laa ilaha illallah ketika dia mengucapkannya. Jika dia mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah tapi tidak memenuhi syarat-syaratnya, maka tidak sah keislamannya.

Syarat Laa Ilaha Illallah yang harus dipenuhi bagi orang yang mengucapkannya adalah:

  1. Ilmu, mengilmui/memahami makna yang benar dari kalimat Laa Ilaha Illallah
  2. Yakin, menyakini makna atau kandungan kalimat Laa Ilaha Illallah
  3. Ikhlas, ikhlas mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah.
  4. Shidiq (jujur), sejalannya hati dengan kalimat Laa Ilaha Illallah yang diucapkan, yaitu hatinya membenarkannya.
  5. Mahabbah (cinta), mencintai kalimat ini berserta konnsekuensinya.
  6. Inqiyad (tunduk), tunduk terhadap hak-hak kalimat Laa Ilaha Illallah
  7. Qabul (menerima), menerima kalimat ini berserta konsekuensinya. (siIlakan lihat Kitab al-Wajibat)

Berikut ini adalah perinciannya:

Syarat Pertama: Ilmu

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah harus mengilmui makna Laa ilaha illallah, tidak ada Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah/diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata. Di antara dalilnya adalah sebuah hadis dari ‘Utsman Bin Affan Radiyalallahu ‘Anhu , beliau berkata: bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang mati dalam keadaan mengilmui (mengetahui) Laa Ilaha Illallah (bahwa tidak ada Sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali  Allah), maka dia akan masuk Surga.”(HR. Muslim)

Syarat Kedua: Yakin

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus yakin terhadap kandungan kalimat ini dengan keyakinan yang kokoh yang tidak tercampur oleh keraguan. Di antara dalilnya adalah sebuah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“ Barang siapa yang  bersaksi Laa Ilaha Illallah (tidak ada yang Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) dan aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah dengan membawa kedua persaksian tersebut dalam keadaan tidak ragu-ragu, kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam Surga.”(HR. Muslim)

Syarat Ketiga: Ikhlas

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus ikhlas yang meniadakan kesyirikan, kenifaqkan, riya dan sum’ah. Di antara dalilnya adalah sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:

”Orang yang berbahagia karena mendapat syafaatku pada Hari Kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” (HR. Bukhari)

Syarat Keempat: Shidq (Jujur)

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah diharuskan jujur di dalam hatinya, sesuai antara ucapan dan hatinya. Adapun jika mengucapkan Laa ilaha illallah, sementara hatinya mendustakan, maka hal ini seperti kondisinya orang-orang munafik. Di antara dalilnya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan dari Muadz Bin Jabbal Radiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: ”Tidaklah seseorang bersaksi Laa Ilaha Illallah (bahwa tidak ada Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) dan Muhammad adalah utusan-Nya, dengan jujur dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan Neraka baginya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Syarat Kelima: Mahabbah (Cinta)

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus mencintai kalimat ini dan mencintai kandungan kalimat ini. Di antara dalilnya adalah sebuah hadis dari Anas Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

”Tiga perkara yang jika ada pada diri seseorang, akan merasakan manisnya iman:

  • Allah dan Rasul-Nya lebih di cintai dari selain keduanya
  • Tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah,
  • Membenci kembali kepada kekafiran, setelah Allah menyelamatkan darinya, sebagaimana bencinya jika dimasukkan kedalam Neraka.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Syarat Keenam: Inqiyad (Tunduk)

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus Inqiyad (Tunduk) terhadap makna dan konsekuensi dari kalimat Laa Ilaha Illallah. Allah ﷻ berfirman:

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

“Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul ( tali ) yang kokoh “. (Luqman: 22)

Syarat Ketujuh: Qabul (Menerima)

Yaitu seseorang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus Qabul (menerima) kandungan makna yang terkandung dari kalimat ini. Allah ﷻ berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Ilah (Sesembahan) yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah), mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan Sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” (Ash-Shafaat: 35-36) (Silakan Kitab Al-Waajibaat)

Konsekuensi Laa Ilaha Illallah

Yaitu dengan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah, dan beribadah hanya kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman:

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Dan sembahlah Allah, dan janganlah kamu memersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun “ (An-Nisa’: 36)

Inilah penjelasan singkat tentang makna kalimat laa ilaha ilallah berserta rukun, syarat dan keonsekuensinya. Sebuah ilmu yang seorang Muslim tidak boleh bodoh dan melalaikan dari memahaminya dengan benar, yang kemudian setelah itu dia amalkan zahiran (secara lahiriah) wa bathinan (secara bathin).

Makna Muhammadarrasulullah

Begitu pun memahami makna Muhammadarrasulullah sangatlah penting. Adapun makna Muhammadarrasullullah yaitu:

“Pengakuan dengan lisan dan diimani dengan hatinya, bahwasanya Muhammad bin ‘Abdullah al-Quraisyi al-Haasyimiy adalah Rasuulullaah (utusan Allah) yang diutus untuk seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia.”(Syarh Al-Ushuul Ats Tsalaatsah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: 261)

Berkata Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhohullah tentang makna Muhammadarrasulullah yaitu: “Pengakuan secara batin dan secara lahir, bahwasanya dia (Muhammad), hamba Allah dan utusan-Nya, yang diutus untuk manusia seluruhnya.”(Aqidah Tauhid: 40)

Tentang makna ini Allah ﷻ berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ

“Dan Kami tidaklah mengutusmu, melainkan untuk seluruh manusia.”(QS. As-Saba’: 28)

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

“Dan katakanlah (Muhammad): ‘Hai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah kepada kamu semua.’”(QS. Al-A’raaf: 158)

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Dahulu para nabi diutus khusus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah makna Muhammadarrasulullah yang harus dipahami oleh seorang Muslim. Seseorang dikatakan memahami makna Syahadat yang kedua ini, ketika dia memahami, bahwasannya Nabi Muhammad ﷺ  adalah seorang manusia biasa, hamba Allah ﷻ, yang tidak memiliki hak Rububiyah dan hak Uluhiyah. Di samping itu beliau ﷺ adalah seorang Rasulullah (utusan Allah) yang diutus untuk seluruh manusia. Hamba Allah yang tidak boleh disembah, dan utusan Allah yang tidak boleh didustai.

Konsekuensi Makna Muhammadarrasulullah

Makna Muhammadarrasulullah tidaklah sekedar ucapan saja tanpa konsekuensi. Bahkan makna Muhammadar Rasuulullaah memunyai konsekuensi yang harus dipahami dan diamalkan. Di bawah ini adalah konsekuensi dari makna Muhammadar Rasuulullaah:

Pertama: Menaati perintah Rasulullah ﷺ

Seseorang yang mengucapkan Syahadat Muhammadarrasulullah,  maka wajib untuk menaati Rasulullah ﷺ. Hal ini merupakan konsekuensi dari Syahadatnya.

Allah ﷻ berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ [آل عمران:31]

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’”(Ali Imran: 31)

Ketaatan kepada Rasulullah ﷺ merupakan ketaatan kepada Allah ﷻ. Dan kedurhakaan kepada Rasulullah ﷺ merupakan kedurhakaan kepada Allah ﷻ.

Sebagaimana Allah ﷻ berfirman tentang hal ini: ﷻ

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا [النساء:80]

“Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (An-Nisa’: 80)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ  [النساء:64]

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah.”(an Nisa’: 64)

Kedua: Membenarkan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ

Ketika seseorang mengikrarkan, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ adalah utusan Allah, maka wajib baginya untuk membenarkan kabar-kabar yang shahih yang datang dari Rasulullah ﷺ.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

 “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut keinginannya. Tidak lain (Alquran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”(an Najm: 3-4)

Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

“… Tidakkah kalian memercayaiku, sedangkan aku adalah kepercayaan Dzat yang berada di atas langit? Datang kepadaku kabar dari langit setiap pagi dan sore.”(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al Khudry Radiyallaahu ‘anhu)

Ketiga: Meninggalkan apa yang beliau ﷺ larang dan peringatkan

Tentang hal ini Allah ﷻ berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah.”(al Hasyr: 7)

Keempat: Tidak beribadah kepada Allah ﷻ kecuali  dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ

Tentang hal ini syaikh Muhammad Aman Jami’ rahimahullah berkata: “ Poin ini sangatlah penting, dikarenakan banyak di antara manusia telah menaati Rasul-Nya dan tidak mendustakannya. Dia telah meninggalkan banyak hal dari larangan-larangan dan mengerjakan perintah. Akan tetapi dia beribadah kepada Allah tidak terikat dengan apa yang datang dari Rasulullah ﷺ. Dari sini dia terjatuh kepada perbuataan bid’ah, beribadah kepada Allah dengan tanpa petunjuk di dalam ibadahnya. Tidak sesuai dengan sunnah.”(Syarh Al Ushul Ats Tsalatsah: 77)

Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami, maka amal itu tertolak.”(HR. Muslim dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha)

Kelima: Mendahulukan ucapan Rasulullah ﷺ daripada ucapan siapa pun

Hal ini merupakan konsekunsi yang sangat agung dari kalimat ini, sebagaimana Allah ta’aala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al Hujurat: 1)

Berkata Syaikh  As Sa’di rahimahullah: “Dalam ayat ini terdapat larangan yang sangat keras dari mendahulukan perkataan selain Rasulullah ﷺ atas perkataannya. Ketika telah jelas  sunnah Rasulullah ﷺ, wajib seseorang untuk mengikutinya dan mendahulukannya atas selainnya,  siapa pun orangnya.”(Taisiirul Karimir Rahman pada ayat ini).

Inilah penjelasan dari makna Laa Ilaha Illallah dan Muhammadarrasuulullaah serta konsekuensinya yang harus dipahami dan diamalkan secara lahir dan bathin.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Penulis: Abdullah al-Jakarty

http://yukbelajarIslam.com/makna-Syahadatain/