بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

LARANGAN MEMBERIKAN FATWA TANPA ILMU

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

 

Janganlah kita berfatwa kepada orang-orang tanpa ilmu. Karena fatwa tanpa ilmu itu termasuk berkata tentang Allah tanpa ilmu. Dan Allah telah menggandengkan perbuatan berkata tentang Allah tanpa ilmu dengan kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْأِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) memersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”” (QS. Al A’raf: 33).

Dan terdapat hadis:

أجرؤكم على الفتيا أجرؤكم على النار

“Keberanian kalian dalam berfatwa, sama dengan keberanian kalian untuk masuk Neraka”

Maka tidak ada celah bagi seseorang untuk berkata-kata mengenai syariat Allah kecuali dengan ilmu. Ia harus benar-benar mengetahui, bahwa hal ini merupakan syariat Allah, dan yang itu bertentangan dengan syariat Allah. Dan tidak halal juga seseorang yang berani, untuk berani mengafirkan, kecuali dengan dalil yang jelas dan tegas. Karena takfir itu artinya mengeluarkan seseorang dari cakupan Islam kepada cakupan kekufuran. Maka ini perkara yang serius!

Sebagaimana seseorang tidak boleh mengatakan haram pada tentang sesuatu yang halal atau mengatakan halal pada sesuatu yang haram, maka tidak boleh juga mengatakan kepada seseorang Muslim bahwa ia kafir. Bahkan terkadang perkaranya menjadi lebih serius lagi, karena pengafiran itu terkait dengan banyak masalah-masalah besar. Misalnya, orang kafir itu tidak boleh dinikahi, tidak boleh menjadi wali nikah, tidak boleh menjadi wali bagi anak-anaknya, jika mati tidak dikafani dan tidak disholatkan serta tidak dikuburkan bersama kaum Muslimin, dan tidak mewariskan harta menurut pendapat Jumhur Ulama.

Maka ini perkara yang tidak ringan. Perkara pengafiran itu berat. Oleh karena itu, ‘ala kulli haal, nasihat saya untuk saudara-saudara saya sekalian, hendaknya anda bertakwa kepada Allah dalam diri Anda dan bertakwa kepada Allah terhadap perbuatan Anda kepada saudara Anda. Dan janganlah berkata tentang Allah mengenai apa yang ia tidak ketahui, dan janganlah berkata-kata tentang sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika mereka terlalu dini untuk merasa tinggi dalam ilmu, dan merasa ditokohkan dalam agama, mereka akan terjerumus dalam kesalahan. Dan kaidah mengatakan:

من تعجل شيئاً قبل أوانه عوقب بحرمانه

“Barang siapa yang terlalu dini untuk menggapai sesuatu, ia dikenai hukuman dengan tidak mendapatkannya”

Bahkan hendaknya ia menunggu dan bersabar hingga mahir menjadi pemimpin dalam agama. Ketika itu silakan berfatwa kepada orang-orang.

Kemudian aku juga memeringatkan secara orang-orang secara umum, agar TIDAK meminta fatwa, kecuali kepada orang yang ahli dalam berfatwa. Karena jika mereka meminta fatwa kepada orang yang tidak diketahui keahliannya dalam berfatwa, mereka akan tersesatkan dengan fatwa-fatwa sesat dari orang tersebut. Jika seseorang sakit, ia tidaklah pergi kepada sembarang orang untuk berobat. Ia akan pergi kepada para dokter dan tabib yang diketahui keilmuannya. Maka demikian juga dalam masalah agama. Jika seseorang merasa bingung tentang sesuatu, jangalah ia pergi kepada sembarang orang untuk meminta fatwa.

 

Sumber Dinukil dari: Fatawa Nurun ‘alad Darb, 2/5, Asy Syamilah