بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

KUMPULAN POSTINGAN USTADZ ACT EL GHARANTALY TENTANG WAQFAH (= BERHENTI SEJENAK)

Waqfah #1

Kita Tipe Yang Mana???

Lima Tipe Anak Terhadap Orang Tua

  1. Tidak mengerjakan apa yang diperintahkan orang tuanya. Ini tipe durhaka.
  2. Melakukan apa yang diperintahkan, namun dengan berat hati dan enggan. Ini tipe yang tidak diganjar pahala dan kebaikan.
  3. Melakukan apa yang diperintahkan, namun diiringi dengan menyebut-nyebut, menyakiti perasaan, dan menggerutu serta meninggikan suara. Tipe semacam inilah yang mendapat dosa (di bawah nomor 1 seharusnya)
  4. Melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya dengan senang hati. Tipe ini diganjar dengan pahala dan kebaikan. Tipe semacam ini sedikit sekali jumlahnya
  5. Melakukan apa yang diinginkan orang tuanya sebelum diperintahkan. Inilah tipe sempurna Birrulwalidain yang mendapat taufik. Tipe ini jarang ditemui. Apalagi di zaman seperti saat ini

Tentang dua tipe terakhir, jangan ditanya soal keberkahan umur mereka, keluasan rezeki, ketenangan dan kelapangan hati, serta kemudahan urusan mereka.

“Dan demikianlah karunia Allah. Dia memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah memunyai karunia yang besar.

Catatan:

Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang tua adalah pintu Surga yang paling tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu, atau jagalah!!” (HR. Ahmad)

Qadhi Iyadh menjelaskan: “Maksud pintu Surga yang paling tengah adalah pintu yang paling baik dan paling tinggi. Dengan kata lain, menaati dan menjaga orang tua adalah sebaik-baik sarana yang bisa mengantarkan seseorang ke dalam Surga, dan meraih derajat yang paling tinggi di dalamnya”.

 

Waqfah # 2

Suatu hari Ibnu Daqid Al-Ied rahimahullah hadir di majelis gurunya. Di sela-sela pembelajaran, tiba-tiba sang guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada para murid yang hadir. Namun semuanya diam tak menjawab. Melihat hal itu sang guru berkata:

“Apakah kalian melihatku sedang berbicara dengan keledai?

Ibnu Daqiq Al-Ied pun berdiri dan meninggalkan majelis sang guru untuk selama-lamanya.

Pertanyaan:

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari kisah di atas?

***

Jawaban:

Sedikit akhlak yang buruk akan menutupi lautan ilmu.

***

Catatan:

Dalam tulisannya kali ini, Ustadz Aan Chandra Thalib hafizhohullah mengajukan pertanyaan. Dari banyak jawaban yang masuk, kalimat “sedikit akhlak yang buruk…dst” terpilih sebagai jawaban terbaik.

 

Waqfah # 3

Anda punya teman kepercayaan. Teman Anda juga punya teman kepercayaan. Teman dari teman Anda juga punya.

Bila bukan Anda sendiri yang menjaga rahasia tentang diri Anda, maka jangan salahkan orang lain bila suatu saat nanti rahasia Anda diketahui oleh banyak orang.

Kita sedang hidup pada masa, di mana amanah telah menjadi sesuatu yang langka.

 

Waqfah # 4

“Lakukan apa yang ingin kau lakukan terhadap saudaramu,

Katakan semua yang ingin kau katakan tentang saudaramu.

Tapi ingat..! Suatu saat nanti kau dan dia akan berdiri di hadapan Allah, Hakim yang Maha Adil.”

(Syaikh Dr. Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As Stinqity -hafidzahullah-)

 

Catatan:

Dicintai dan dibenci adalah keniscayaan hidup. Karena rida seluruh makhluk adalah hal yang mustahil untuk diraih.

Bagaimanapun baiknya seseorang pasti ada yang membencinya.

Imam Syafi’I rahimahullah pernah berkata:

“Tidak ada jalan untuk menghindar dari gangguan manusia. Maka bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang mendatangkan manfaat bagimu, dan jangan pedulikan mereka.”

Iya. Hanya pengecut yang akan menghabiskan hidupnya untuk melayani para pembenci dan pendengki. Adapun orang-orang besar, mereka akan menghabiskan waktunya untuk menjadi berarti di hadapan Allah.

 

Waqfah # 5

Bila engkau benar, maka engkau tak diberi pahala.

Namun bila engkau salah, maka engkau berdosa.

Begitulah akhir kisah dari berburuk sangka.

Waspadalah.

 

Waqfah # 6: Ketika Sholat Menjadi Tolok Ukur

“Tidaklah kepercayaan orang awam terhadap sebagian penuntut ilmu menurun, melainkan kerena mereka melihatnya berada di shaf terakhir sedang mengqadha sholat (akibat masbuk)”

[Prof. DR. Abdul Karim Al-Khudhair hafidzahullah]

Catatan:

Prof. DR. Anis Thahir pernah mengatakan: “Dahulu, sebelum memutuskan untuk mengambil ilmu dari seorang guru, mereka (salaf) terlebih dahulu mengamati, apakah guru tersebut menaruh perhatian terhadap sholat atau tidak. Bila ia, maka mereka akan duduk mendengarkan hadisnya. Bila tidak, mereka akan berpaling dan mencari guru yang lain.”

 

Waqfah # 7

Tak perlu gundah saat ada orang yang menyakitimu, menjulukimu dengan berbagai macam julukan, atau menuduhmu dengan berbagai macam tuduhan yang tak ada pada dirimu.

Karena seorang Nabiyullah Nuh alaihissalam pernah dijuluki sebagai orang gila oleh kaumnya.

Namun Allah meyifatinya sebagai hamba yang saleh.

Begitu juga dengan Rasulullah ﷺ. Kaumnya pernah menjulukinya sebagai penyihir, pemecah belah kaum dll. Namun Allah meyifatinya sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Yang terpenting bukan siapa dirimu di hadapan manusia, tapi siapa dirimu di hadapan Allah.

Andai seluruh penduduk dunia memujimu dengan berbagai macam pujian, maka pujian mereka sedikut pun takkan mengangkat derajatmu disi Allah.

Begitu juga sebaliknya. Andai seluruh penduduk dunia menghinakanmu, maka itu takkan merubah kedudukanmu di sisi Allah.

Jangan biarkan dirimu lelah mengejar kasih manusia.

Namun biarkan ia melelah dalam meraih kasih Allah.

Karena bila Dia mengasihimu, maka semesta juga akan mengasihimu.

 

Waqfah # 8

“Bila engkau merasa malu terhadap pandangan makhluk sepertimu pada pakaianmu yang kotor, maka seharusnya engkau merasa lebih malu terhadap penglihatan Allah pada hatimu, di mana di dalamnya tersimpan dendam, permusuhan, dosa dan kesalahan”. [Syaikh Shalih bin Hamd Al-Ushaimy hafizhahullah]

Waqfah # 9

Merupakan suatu kemuliaan dan tanda kebaikan bagi seseorang, apabila ia mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Namun semuanya menjadi tak berart,i bilamana ilmu yang ia dapatkan tersebut tidak menjadikan dirinya takut kepada Allah, walau ia menimba ilmu di negara/tempat sejuta ulama, yang mana seruan untuk kembali kepada Allah sering terdengar, dan majelis ilmu tersebar di berbagai tempat.

Tapi apalah arti semua itu bila tak kunjung menggoyahkan hatinya untuk lebih bersegera dalam melakukan perintah-Nya, dan lebih berhati-hati terhadap larangan-larangan-Nya?

Maka sungguh merugilah orang yang terjunnya ke dunia ilmu, justru menyebabkan dirinya menjadi orang yang pertama kali diazab oleh Allah Azza wa Jalla pada Hari Kiamat.

Sungguh merugi…

Yaa Rabb, kami berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.

 

Penulis: Ustadz Muhammad Gazali Abdurrahim Arifuddin

Di-share oleh: Ustadz Aan Chandra Thalib, Lc,

 

Waqfah # 10

Janji Kita

“Di antara orang-orang saleh terdahulu ada yang pernah mengirimkan gulungan surat kepada saudaranya. Untuk sampai kepada saudaranya, gulungan surat itu harus melewati lembah dan perbukitan. (Setelah gulungan surat itu sampai), saudaranya pun langsung membukanya. Ternyata isi surat itu adalah:

“Saudaraku, bagaimana kondisi hatimu? Jangan sampai dunia meperdayaimu.. Janji kita adalah Surga” Wassalam (Abdullah Abdurrzzaq Al-Badr)

Catatan: Pesanan yang sama untukku dan untukmu saudaraku.

Baarakallahu fiikum

 

Waqfah # 11: Renungan Bagi Para Suami dan Calon Suami

Suatu hari Malik bin Dinar melihat seorang laki-laki yang buruk sekali shalatnya.

Dia pun berkata: “Sungguh aku amat kasihan terhadap keluarganya”

Lantas seseorang bertanya kepadanya: “Yang buruk kan shalat orang ini. Mengapa engkau justru mengkhawatirkan keluarganya?”

Malik bin Dinar menjawab: “Dia orang tertua di tengah-tengah keluarganya. Dari dialah keluarganya akan belajar.” (Al Hilyah: 2/384)

Catatan:

Sebelum menikah, kebanyakan pria sibuk memersiapkan kemapanan lahiriah saja. Sangat sedikit yang memerhatikan kemapanan batiniyah. Padahal seharusnya, di samping memersiapkan kemapanan lahiriyah, seorang pria juga harus memersiapkan kemapanan batiniyah. Sebab dia bukan saja suami bagi sang istri, ataupun ayah bagi anak-anaknya. Tapi dia adalah nahkoda, murabbi, pendidik dan cermin hidup bagi keluarganya, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.