بسم الله الرحمن الرحيم

#DakwahSunnah
#AdabAkhlak

KEUTAMAAN BERJABAT TANGAN KETIKA BERTEMU

Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah dua orang Muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua, sebelum mereka berpisah.” [HR Abu Dawud (no. 5212), at-Tirmidzi (no. 2727), Ibnu Majah (no. 3703) dan Ahmad (4/289), dinyatakan Shahih oleh syaikh al-Albani dengan berbagai jalur dan pendukungnya dalam kitab Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (no. 525)]

Hadis yang mulia ini menunjukkan keutamaan berjabat tangan ketika bertemu, dan ini merupakan perkara yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan para ulama [Lihat Syarh Shahih Muslim (17/101) dan Fathul Baari (11/55)]. Bahkan ini merupakan sunnah yang muakkad (sangat ditekankan) [Lihat kitab Faidhul Qadiir (5/499)].

Faidah-Faidah Penting yang Terkandung Dalam Hadis:

Arti mushaafahah (berjabat tangan) dalam hadis ini adalah berjabat tangan dengan satu tangan, yaitu tangan kanan, dari kedua belah pihak [Lihat kitab Tuhfatul ahwadzi (7/429) dan ‘Aunul Ma’bud (14/80)]. Cara berjabat tangan seperti ini diterangkan dalam banyak hadis yang Shahih, dan inilah artinya “Berjabat tangan” secara Bahasa [Lihat kitab Lisanul ‘Arab (2/512)]. Adapun melakukan jabat tangan dengan dua tangan, adalah cara yang MENYELISIHI Sunnah Rasulullah ﷺ [Lihat kitab Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/51-52)].

Berjabat tangan juga disunnahkan ketika berpisah, berdasarkan sebuah hadis yang dikuatkan oleh syaikh al-Albani [Dalam Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/48)]. Maka pendapat yang mengatakan, bahwa berjabat tangan ketika berpisah tidak disyariatkan adalah pendapat yang tidak memiliki dalil/argumentasi. Meskipun jelas anjurannya tidak sekuat anjuran berjabat tangan ketika bertemu [Dalam Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/52-53)].

Berjabat tangan adalah ibadah yang disyariatkan ketika bertemu dan berpisah. Maka melakukannya di selain kedua waktu tersebut, misalnya setelah shalat lima waktu, adalah MENYELISIHI ajaran Nabi ﷺ. Bahkan sebagian ulama menghukuminya sebagai perbuatan bid’ah [Seperti al-Fadhil ar-Ruumi, al-Laknawi dan Syaikh al-Albani.]. Di antara para ulama yang melarang perbuatan tersebut adalah al-‘Izz bin ‘Abdussalam, Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i, Quthbuddin bin ‘Ala-uddin al-Makki al-Hanafi, al-Laknawi dan lain-lain [Lihat nukilan ucapan mereka dalam kitab al-Qaulul Mubin fi Akhtha-il Mushallin (hal. 294-296)].

Adapun berjabat tangan setelah shalat bagi dua orang yang baru bertemu pada waktu itu (setelah shalat lima waktu, pen), maka ini dianjurkan, karena niat keduanya adalah berjabat tangan karena bertemu dan bukan karena shalat [Lihat Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/53)].

Mencium tangan seorang guru/ustadz ketika bertemu dengannya adalah diperbolehkan, berdasarkan beberapa hadis Rasulullah ﷺ dan perbuatan beberapa orang sahabat radhiyallahu ‘anhum. Akan tetapi kebolehan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

  • (a) Tidak menjadikan hal itu sebagai kebiasaan, karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum sendiri tidak sering melakukannya kepada Rasulullah ﷺ. Terlebih lagi jika hal itu dilakukan untuk tujuan mencari berkah dengan mencium tangan sang guru.
  • (b) Perbuatan itu tidak menjadikan sang guru menjadi sombong dan merasa dirinya besar di hadapan orang lain, seperti yang sering terjadi saat ini.
  • (c) Jangan sampai hal itu menjadikan kita meninggalkan sunnah yang lebih utama dan lebih dianjurkan ketika bertemu, yaitu berjabat tangan, sebagaimana keterangan di atas [Lihat Silasilatul Ahaaditsish Shahiihah (1/302)].

 

***

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A.

[Artikel www.Muslim.or.id]

Sumber: https://muslim.or.id/1662-keutamaan-berjabat-tangan-ketika-bertemu.html