Hukum Talak, Serius Maupun Bercanda

Talak Namun Hanya Bergurau

Orang yang serius (jaad) adalah orang yang mengucapkan talak dengan ucapan dan benar-benar memaksudkan (meniatkan) untuk menalak. Sedangkan orang yang bercanda (hazil) memaksudkan ucapan talaknya dengan ucapan, namun tidak benar-benar meniatkan untuk menalak. Seperti ucapan ketika bercanda dengan istri, “Saya talak (ceraikan) kamu”. Padahal ucapan itu hanya bercanda atau main-main. Apakah talak dari orang yang bercanda sama dengan orang yang serius?

Menurut mayoritas ulama, siapa yang mengucapkan kata “Talak” (cerai) walau dalam keadaan bercanda atau main-main, asalkan lafadzh talak tersebut keluar shorih (tegas), maka TALAK TERSEBUT JATUH jika yang mengucapkan talak tersebut baligh (dewasa) dan berakal. Sehingga tidak ada alasan jika ada yang berucap, “Saya kan hanya bergurau”, atau “Saya kan hanya main-main”. Meskipun ketika itu ia juga tidak berniat untuk menalak istrinya.

Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah sebagai berikut:

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلَا تَتَّخِذُوا آَيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ

“Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah)” (QS. Al Baqarah: 231).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ

“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak, dan (3) rujuk” [HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan].

Bahkan para ulama sepakat akan sahnya talak dari orang yang bercanda, bergurau atau sekedar main-main, asalkan ia memaksudkan tegas dengan lafadzh talak [Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, 29: 16].

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata: “Para ulama dari yang saya ketahui berijma’ (sepakat) bahwa talak yang diucapkan serius maupun bercanda adalah sama saja (tetap jatuh talak)” [Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, tahqiq: ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin At Turki dan ‘Abdul Fatah Muhammad Al Halwu, terbitan ‘Alam Al Kutub, cetakan ketiga, 1417 H, 10: 373].

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Orang yang menalak dalam keadaan ridho, marah, serius maupun bercanda, talaknya teranggap” [Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, keluaran Mawqi’ Ya’sub, 17: 68].

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata: “Talak dengan ucapan tegas tidak diperlukan adanya niat. Bahkan talak tersebut jatuh walau tanpa disertai niat. Tidak ada beda pendapat dalam masalah ini. Karena yang teranggap di sini adalah ucapan, dan itu sudah cukup, walau tak ada niat sedikit pun selama lafadzh talaknya tegas (shorih) seperti dalam jual beli, baik ucapan tadi hanyalah gurauan atau serius” [Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, tahqiq: ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin At Turki dan ‘Abdul Fatah Muhammad Al Halwu, terbitan ‘Alam Al Kutub, cetakan ketiga, 1417 H, 10: 372-373].

Talak dalam keadaan bercanda dikatakan jatuh talak disebabkan karena talak adalah suatu perkara yang besar berkaitan dengan kehormatan wanita dan ia adalah manusia yang merupakan semulia-mulianya makhluk di sisi Allah. Sehingga tidak pantas seorang melanggar harga diri orang lain dengan bergurau [Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, 29: 16].

Bahasan ini menunjukkan pula bagaimana kita harus menjaga lisan dengan baik. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah” [HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47].

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Pendapat yang mengatakan jatuhnya talak bagi orang bergurau ada manfaat di dalamnya. Hal ini akan meredam tingkah laku orang yang sering bercanda. Jika seseorang tahu bahwa bermain-main dengan talak dan semacamnya bisa teranggap, tentu ia tidak akan nekat bergurau seperti itu selamanya. Sebagian ulama ada yang berpendapat tidak teranggapnya talak dari orang yang bercanda. Pendapat ini lebih akan mengantarkan seseorang untuk bermain-main dengan ayat-ayat Allah” [Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, 1428 H, 13: 64].

Syarat yang Berkaitan dengan Sighoh Talak

Asalnya talak dilakukan dengan ucapan. Namun kadangkala talak dilakukan melalui tulisan atau isyarat.

Pertama: Talak dengan Lafadzh (Ucapan)

Talak dengan ucapan ada dua macam:

(1) Talak dengan lafadzh shorih (tegas) dan

(2) Talak dengan lafadzh kinayah (kiasan).

Talak dengan lafadzh shorih (tegas) artinya tidak mengandung makna lain ketika diucapkan dan langsung dipahami bahwa maknanya adalah talak. Lafadzh yang digunakan adalah lafadzh talak secara umum yang dipahami dari sisi bahasa dan adat kebiasaan. Contohnya seseorang mengatakan pada istrinya, “Saya talak kamu”, “Saya ceraikan kamu”, “Tak pegat koe (Saya ceraikan kamu dalam bahasa Jawa). Lafadzh-lafadzh ini TIDAK BISA dipahami selain makna cerai atau talak, maka jatuhlah talak dengan sendirinya ketika diucapkan, serius maupun bercanda, dan tidak memandang niat. Intinya, jika lafadzh talak diucapkan dengan tegas, maka jatuhlah talak selama lafadzh tersebut dipahami, diucapkan atas pilihan sendiri, meskipun tidak disertai niat untuk menalak. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya mengenai orang yang menalak istri dalam keadaan main-main atau bercanda:

ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ

“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak, dan (3) rujuk” [HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan].

Talak dengan lafadzh kinayah (kiasan) tidak diucapkan dengan kata talak atau cerai secara khusus, namun diucapkan dengan kata yang bisa mengandung makna lain. Jika kata tersebut tidak punya arti apa-apa, maka tidak bisa dimaksudkan cerai dan itu dianggap kata yang sia-sia dan tidak jatuh talak sama sekali. Contoh lafadzh kinayah yang dimaksudkan talak, “Pulang saja kamu ke rumah orang tuamu”. Kalimat ini bisa mengandung makna lain selain cerai. Barangkali ada yang memaksudkan agar istrinya pulang saja ke rumah, namun bukan maksud untuk cerai. Contoh lainnya, “Sekarang kita berpisah saja”. Lafadzh ini pun tidak selamanya dimaksudkan untuk talak, bisa jadi maknanya kita berpisah di jalan dan seterusnya. Jadi contoh-contoh tadi masih mengandung ihtimal (makna lain). Untuk talak jenis ini perlu adanya niat. Jika diniatkan kalimat tadi untuk maksud talak, jatuhlah talak. Jika tidak, maka tidak jatuh talak. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” [HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khottob].

Jika talaknya hanya dengan niat dalam hati tidak sampai diucapkan, maka talaknya tidak jatuh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ

“Sesungguhnya Allah memaafkan pada umatku sesuatu yang terbetik dalam hatinya selama tidak diamalkan atau tidak diucapkan” [HR. Bukhari no. 5269  dan Muslim no. 127, dari Abu Hurairah].

Kedua: Talak dengan Tulisan

Talak ini bisa dilakukan lewat SMS, email, atau surat menyurat. Jika seseorang tidak ada di tempat, lalu ia menulis pesan kepada istrinya melalui sarana-sarana tadi, maka talaknya jatuh ketika ia berniat untuk talak. Demikian pendapat jumhur –mayoritas ulama-.

Az Zuhri berkata: “Jika seseorang menuliskan pada istrinya kata-kata talak, maka jatuhlah talak. Jika suami mengingkari, maka ia harus dimintai sumpah”.

Ibrahim An Nakho’i berkata: “Jika seseorang menuliskan dengan tangannya kata-kata talak pada istrinya, maka jatuhlah talak”.

Alasan lain bahwa tulisan terdiri dari huruf-huruf yang mudah dipahami maknanya. Jika demikian dilakukan oleh seorang pria ketika ia menuliskan kata-kata talak pada istrinya dan ia berniat menalak, maka jatuhlah talak sebagaimana ucapan [Shahih Fiqh Sunnah, 3: 258-259].

Namun untuk tulisan melalui perangkat elektronik perlu ditegaskan bahwa benar-benar tulisan tadi baik berupa SMS, email atau fax dari suaminya. Jika tidak dan hanya rekayasa orang lain, maka jelas tidak jatuh talak [Lihat Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 36761, www.islamqa.com. Juga dijelaskan dalam Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259].

Ketiga: Talak dengan Isyarat

Jika suami mampu menalak dengan ucapan, maka tidak sah jika ia melakukan talaknya hanya dengan isyarat. Demikian menurut jumhur –mayoritas ulama-. Kecuali untuk orang yang bisu yang tidak dapat berbicara, maka talaknya jatuh jika ia melakukannya dengan isyarat. Namun ulama Hanafiyah dan juga pendapat Syafi’iyah menganggap bahwa jika orang bisu tadi mampu melakukannya dengan tulisan, maka sebaiknya dengan tulisan. Jika tidak, maka tidak sah. Karena talak lewat tulisan lebih menunjukkan yang dimaksud. Beda halnya jika hanya dengan isyarat kecuali dalam kondisi darurat karena tidak mampu [Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259].

Apakah Talak Harus dengan Saksi?

Menurut mayoritas ulama dari kalangan salaf dan imam madzhab, disunnahkan (dianjurkan) adanya saksi dalam talak, karena hal ini lebih menjaga hak-hak suami istri dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, jika masih ada perdebatan. Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ

“Apabila mereka telah mendekati akhir Iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik, dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah” (QS. Ath Tholaq: 2). Di antara alasannya kenapa saksi di sini tidak sampai wajib adalah karena dalam ayat lainnya kalimat talak tidak disertai dengan saksi. Begitu pula dalam beberapa hadis. Dan talak adalah hak suami dan tidak butuh adanya pendukung, karena itu haknya secara langsung. Hal ini sama halnya dengan persaksian yang lain [Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259-260].

Wabillahit taufiq.

Sumber Rujukan:

Tulisan Muhammad Abduh Tuasikal berjudul: “Risalah Talak (6), Talak Namun Hanya Bergurau” di https://rumaysho.com/2377-risalah-talak-6-talak-namun-hanya-bergurau.html

Tulisan Muhammad Abduh Tuasikal berjudul: “Risalah Talak (7), Ucapan Talak” di https://rumaysho.com/2424-risalah-talak-7-ucapan-talak.html