بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#KeluargaMuslim
#MuslimahSholihah
JANGAN SALAH MENEMPATKAN ARTI CINTA DAN KASIH SAYANG KEPADA ISTRI DAN ANAK-ANAK
Bagi seorang lelaki, cinta kepada istri dan anak-anak merupakan fitrah yang Allah tetapkan pada jiwa setiap manusia. Allah Ta’ala berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga).” (QS Ali ‘Imran: 14)
Bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan. Allah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS At Taghaabun: 14)
Makna “Menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakukan amal saleh, dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah ta’ala. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/482)
Kita dapati kebanyakan orang salah menempatkan arti cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak-anak, dengan menuruti semua keinginan mereka, meskipun dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, yang pada gilirannya justru akan mencelakakan dan merusak kebahagiaan hidup mereka sendiri.
Sewaktu menafsirkan ayat di atas, Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di berkata: “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak. Maka (dalam ayat ini), Allah ta’ala memeringatkan hamba-hamba-Nya, agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Allah memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan mendahulukan keridaan-Nya…” (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 637)
Oleh karena itulah, seorang suami dan bapak yang benar-benar menginginkan kebaikan dalam keluarganya, hendaknya menyadari kedudukannya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya. Sehingga dia tidak membiarkan terjadinya penyimpangan syariat dalam keluarganya, karena semua itu akan diminta pertanggungg jawabannya pada Hari Kiamat kelak. Rasulullah ﷺ bersabda:

“ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، … والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم”

“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin, dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya), dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.” (HSR. Al-Bukhari no. 2278 dan Muslim no. 1829)
 
Sumber: http://muslim.or.id/658-dayyuts-profil-seorang-suami-dan-bapak-yang-buruk-bagi-istri-dan-anak-anak.html