بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

JANGAN LAGI BERUCAP: “AKH … KAN HANYA HADIS, BUKANNYA DARI ALQURAN ….

Kedudukan As-Sunnah SAMA DENGAN Alquran Dalam Hal Hujjah, Sumber Akidah dan Hukum

Yang perlu dipahami di sini adalah, bahwa baik Alquran maupun As-Sunnah memunyai kesetaraan tingkat. Kedudukan keduanya ini SATU DERAJAT dalam hal hujjah, sumber akidah dan hukum, karena keduanya sama-sama sebagai wahyu Allah ta’ala. Yang demikian ini merupakan prinsip Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah.

Sunnah Nabi ﷺ berasal dari Allah ta’ala sebagaimana juga Alquran. Hassan bin ‘Athiyah rahimahullah berkata:

كاَنَ جِبْرِيْلُ يَنْزِلُ عَلَى النَّبِيِّ بِالسُّنَّةِ كَمَا يَنْزِلُ عَلَيْهِ بِالْقُرْآنِ

“Dahulu, Malaikat Jibril turun kepada Nabi ﷺ dengan membawa as-Sunnah, sebagaimana ia turun membawa Alquran” [Riwayat ad-Darimi, no. 549. Al-Khathib dalam al-Kifayah, hlm. 48, dan lain-lain. Dinukil dari Tadwin as-Sunnah an-Nabawiyyah, hlm. 22-23].

Alquran adalah sesuatu yang pasti benar, dan Hadis Sahih adalah sesuatu yang pasti benar. Sebagaimana telah disebutkan di atas, sumber keduanya adalah sama, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Keduanya sama-sama wahyu Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Muhammad ﷺ hanyalah menyampaikan wahyu dari-Nya. Nabi ﷺ bersabda:

أَ لاَ إِ نٌي أٌوتيتُ الْكِتَا بَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ

“Ingatlah, sesungguhnya aku diberi Alkitab (Alquran) dan (diberi) yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” (H.R. Abu Daud, no. 4604; Tirmidzi; Ahmad; Al-Hakim; riwayat dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib. Dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani)

Oleh karena itu, termasuk perkara yang pantas untuk diperingatkan, yakni pendapat sebagian ahli Ushuul Fiqih yang menyatakan, bahwa kedudukan as-Sunnah berada di bawah Alquran dalam pengambilan sumber hukum. Sehingga pendapat ini memunculkan prinsip yang TIDAK BENAR pada sebagian umat Islam.

Hubungan As-Sunnah dengan Alquran

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Hubungan As-Sunnah dengan Alquran ada tiga macam, sebagai berikut:

  1. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Alquran.
  2. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan pemerinci hal-hal yang disebut secara Mujmal (secara garis besar/global) di dalam Alquran.
  3. Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Alquran, apakah itu hukumnya wajib atau haram, yang tidak disebut haramnya dalam Alquran. Dan tidak pernah keluar dari ketiga pembagian ini. Maka As-Sunnah tidak bertentangan dengan Alquran sama sekali.

Adapun hukum-hukum tambahan selain yang terdapat di dalam Alquran, maka hal itu merupakan Tasyri’ (Penetapan Syariat) dari Nabi ﷺ  yang wajib bagi kita menaatinya, dan tidak boleh kita mengingkarinya. Tasyri’ yang demikian ini bukanlah mendahului Kitabullah. Bahkan hal itu sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah, agar kita menaati Rasul-Nya. Seandainya Rasulullah ﷺ tidak ditaati, maka ketaatan kita kepada Allah tidak memunyai arti sama sekali. Karena itu kita wajib taat terhadap apa-apa yang sesuai dengan Alquran, dan terhadap apa-apa yang beliau ﷺ tetapkan hukumnya, yang tidak terdapat di dalam Alquran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

“Barang siapa taat kepada Rasul, berarti ia taat kepada Allah…’” [An-Nisaa’: 80][Lihat I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin (IV/84-85), ta’liq wa takhrij Syaikh Masyhur Hasan Salman.]

Rasulullah ﷺ telah menerangkan hukum yang terdapat dalam Kitabullah, dan beliau ﷺ menerangkan atau menetapkan pula hukum yang tidak terdapat dalam Kitabullah. Dan segala yang beliau ﷺ tetapkan, pasti Allah mewajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Allah menjelaskan, barang siapa yang mengikutinya, berarti ia taat kepada-Nya. Dan barang siapa yang tidak mengikuti beliau ﷺ, berarti ia telah berbuat maksiat kepada-Nya. Yang demikian itu tidak boleh bagi seorang makhluk pun untuk melakukannya. Dan Allah tidak memberikan kelonggaran kepada siapa pun untuk tidak mengikuti Sunnah-Sunnah Rasulullah ﷺ ” [Ar-Risaalah (hal. 88-89)]

Jadi seorang Muslim pun tidak boleh sampai berkata: “Ah, itu kan hanya ada di hadis saja dan tidak ada di Alquran. Ingatlah, Allah ta’ala berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nur: 63).

Dan sabda Nabi ﷺ BUKAN atas dasar hawa nafsunya yang ia utarakan. Allah ta’ala berfirman:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An Najm: 3-4)

Ibnu Katsir berkata: “Khawatirlah dan takutlah bagi siapa saja yang menyelisihi syariat Rasul ﷺ secara lahir dan batin, karena niscaya ia akan tertimpa fitnah berupa kekufuran, kemunafikan atau perbuatan bid’ah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 281).

Alquran dan as-Sunnah merupakan dua perkara yang saling menyatu, tidak terpisah, dua yang saling mencocoki dan tidak bertentangan. Nabi ﷺ bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”.  (Hadis Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Wallahu ta’ala a’lam.

 

Sumber:

http://almanhaj.or.id/content/2862/slash/0/sunnah-sumber-agama/