JANGAN BIASAKAN MEMINTA OLEH-OLEH DARI TEMAN YANG BEPERGIAN

Rasulullah ﷺ melarang seorang Muslim untuk meminta-minta dari orang lain, tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Karena perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan menghinakan diri kepada makhluk, dan menunjukkan adanya kecendrungan kepada dunia dan keinginan untuk memerbanyak harta. Dan beliau ﷺ mengabarkan, bahwa barang siapa yang melakukan perbuatan meminta-minta yang hina ini, maka dia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun yang melekat di wajahnya. Ini sebagai balasan yang setimpal baginya, kareka kurangnya rasa malu dia untuk meminta-minta kepada sesama makhluk.

Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ.

“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain, sehingga ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya” [Muttafaqun ‘alaihi. HR al-Bukhari (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (103)]

Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ.

“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api” [Shahih. HR Ahmad (IV/165), Ibnu Khuzaimah (no. 2446), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabir (IV/15, no. 3506-3508). Lihat Shahih al-Jami’ish-Shaghir, no. 6281].

Nabi ﷺ pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam:

يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barang siapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barang siapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah” (HR. Bukhari no. 1472).

Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi orang yang mengambil harta, berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan tidak meminta-minta (mengemis-ngemis). Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang lapang. [Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani, 3: 336]

Ringankanlah Orang yang Menjalani Safar, Karena Safar Adalah Potongan dari Azab

Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

“Safar adalah bagian dari azab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” [HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927]

“Dikatakan bagian dari azab, karena safar akan meninggalkan segala yang dicintai.” [Fathul Bari, Ibnu Hajar]. Bisa jadi yang dimaksud dicintai ini adalah keluarga yang ia cintai, rumah yang nyaman, ibadah yang teratur, dan lain-lain. Sedang setiap perjalanan tidak ada jaminan akan bisa kembali, lalu mengapa kita bebani dengan titipan dan amanah yang membebani?

Sekadar tips buat yang bersafar, untuk menjaga saudara kita dari meminta, jika ada  berkelebihan rezeki, akan lebih indah jika kita memberi sedikit oleh-oleh, karena tangan di atas lebih mulia. Dan tips untuk yang menerima oleh-oleh, bersyukurlah atas setiap bentuk rezeki yang didapat, karena dengan bersyukur kita akan semakin mendapat nikmat yang banyak.

Wallahu a’lam bish showab.

Oleh: Ernydar Irfan