بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

#FikihKurban

HUKUM TABUNGAN KURBAN KOLEKTIF

Pertanyaan:

Bagaimana hukum kurban kolektif? Jadi beberapa warga yang tidak mampu, mereka urunan untuk dibelikan seekor sapi. Kemudian disembelih atas nama tujuh orang secara bergantian setiap tahun.

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Rasulullah ﷺ telah menjelaskan kepada kita semua syarat sah kurban, termasuk syarat kongsi kepemilikan hewan kurban. Dalam kongsi hewan kurban, ada dua yang perlu dibedakan:

Pertama: Kongsi dalam Kepemilikan

Dari keterangan di atas, TIDAK DIPERBOLEHKAN kongsi kepemilikan untuk seekor kambing, karena kambing hanya boleh dimiliki satu orang, sementara sapi dan unta, maksimal dimiliki tujuh orang. Karena itu, jika ada seekor kambing yang dimiliki dua orang, kemudian digunakan untuk berkurban, maka KURBANNYA TIDAK SAH.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:

الاشتراك في الملك، بأن يشترك شخصان فأكثر في ملك أضحية ويضحيا بها، فهذا لا يجوز، ولا يصح أضحية إلا في الإبل والبقر إلى سبعة فقط

Kongsi kepemilikan, dalam arti dua orang atau lebih, secara bersama memiliki seekor hewan untuk dijadikan kurban. Semacam ini tidak diperbolehkan dan tidak sah sebagai kurban, kecuali unta dan sapi, boleh kongsi maksimal tujuh orang saja. [Ahkam al-Udzhiyah, hlm. 20].

Di antara dalil yang menunjukkan hal ini, hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Di peristiwa Hudaibiyah, kami menyembelih kurban bersama Rasulullah ﷺ. Seekor unta untuk tujuh orang, dan seekor sapi untuk tujuh orang. [HR. Muslim (1318)]

Kedua: Kongsi dalam Pahala

Seorang pemilik hewan menyembelih kurban atas nama dirinya dan keluarganya atau kaum Muslimin lainnya. Hal ini diperbolehkan, meskipun orang yang diikutkan untuk mendapatkan pahala kurban itu jumlahnya banyak. A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, bahwa Rasulullah ﷺ pernah menyembelih seekor kambing. Ketika menyembelih, beliau ﷺ mengatakan:

بِاسْمِ اللهِ، اللهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ، ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

Bismillah, ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan Umat Muhammad.

Kemudian beliau ﷺ menyembelih. Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan al-Halaby ‎mengatakan: “Kaum Muslimin yang tidak mampu berkurban, mendapatkan pahala ‎sebagaimana orang berkurban dari umat Nabi.”

Dalil lainnya, hadis dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu:

كان الرجل في عهد النبي صلى الله عليه وسلم يضحي بالشاة عنه وعن أهل بيته

“Pada masa Rasulullah ﷺ seseorang ‎‎(kepala keluarga) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan ‎keluarganya.” [HR. Tirmidzi 1505 dan dishahihkan al-Albani].

Kurban Kolektif

Kurban kolektif, dalam arti beberapa orang urunan untuk membeli seekor sapi, kemudian disembelih untuk kurban, jelas ini bentuk kurban yang tidak benar. Kecuali jika jumlah peserta yang ikut urunan maksimal tujuh orang. Jika lebih dari tujuh orang, maka sisanya satu harus keluar.

Dari kasus yang ditanyakan, pada prinsipnya, ketika sapi yang diatas namakan kepada tujuh orang itu telah menjadi hak milik mereka bertujuh, insyaaAllah statusnya sah sebagai kurban untuk tujuh orang tersebut.

Jika hanya atas nama tujuh orang, namun belum pindah kepemilikan, maka tidak bisa dijadikan kurban, karena sapi ini dimiliki banyak orang.

Bagaimana cara mengetahui ‘Sudah dan tidaknya pindah kepemilikan’?

Kita bisa lihat dari tanggung jawab mereka terhadap itu sapi. Jika tujuh orang ini bertanggung jawab secara penuh terhadap sapi itu, ini tanda bahwa telah terjadi pindah kepemilikan. Sehingga andai terjadi resiko yang tidak diinginkan, baik kematian, cacat, atau hilang, maka yang menanggung hanya tujuh orang tersebut.

Allahu a’lam.

 

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/23355-tabungan-kurban-kolektif.html