Hukum Sholat Gerhana dan Anjuran Ketika Terjadi Gerhana

Apa hukum sholat gerhana? Pendapat yang terkuat, bagi siapa saja yang melihat gerhana dengan mata telanjang, maka ia wajib melaksanakan sholat gerhana. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

”Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan), maka bersegeralah untuk melaksanakan sholat.” [HR. Bukhari no. 1047].

Karena dari hadis-hadis yang menceritakan mengenai sholat gerhana mengandung kata perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, sholatlah: kalimat ini mengandung perintah). Padahal menurut kaidah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib. Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih oleh Asy Syaukani, Shidiq Hasan Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.

Catatan: Jika di suatu daerah tidak nampak gerhana, maka TIDAK ADA keharusan melaksanakan sholat gerhana. Karena sholat gerhana ini diharuskan bagi siapa saja yang melihatnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas.

Hal-hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana

Pertama: Perbanyaklah Dzikir, Istighfar, Takbir, Sedekah Dan Bentuk Ketaatan Lainnya

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah sholatdan bersedekahlah.” [HR. Bukhari no. 1044].

 Kedua: Keluar Mengerjakan Sholat Gerhana Secara Berjamaah Di Masjid

Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadis dari ’Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari kendaraan di pagi hari, lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan sholat [HR. Bukhari no. 1050]. Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat sholatnya (yaitu masjidnya) yang biasa dia sholat di situ [Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/343].

Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan Sholat Gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu sholat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” [Fathul Bari, 4/10].

Lalu apakah mengerjakan dengan jamaah merupakan syarat Sholat Gerhana? Perhatikan penjelasan menarik berikut.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Sholat Gerhana secara jamaah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan Sholat Gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam:

فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا

”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka sholatlah” [HR. Bukhari no. 1043].

Dalam hadis ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam TIDAK mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), sholatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa Sholat Gerhana diperintahkan untuk dikerjakan, walaupun seseorang melakukan sholat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan sholat tersebut secara berjamaah tentu saja LEBIH UTAMA (AFDHOl). Bahkan lebih utama jika sholat tersebut dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan sholat tersebut di masjid, dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jamaah akan lebih menambah kekhusyuan. Dan banyaknya jamaah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) doa.” [Syarhul Mumthi’, 2/430].

Ketiga: Wanita Juga Boleh Sholat Gerhana Bersama Kaum Pria

Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata:

أَتَيْتُ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ

“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan sholat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” [HR. Bukhari no. 1053].

Bukhari membawakan hadis ini pada bab:

صَلاَةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْكُسُوفِ

”Sholat Wanita Bersama Kaum Pria Ketika Terjadi Gerhana Matahari.”

Ibnu Hajar mengatakan:

أَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَة إِلَى رَدّ قَوْل مَنْ مَنَعَ ذَلِكَ وَقَالَ : يُصَلِّينَ فُرَادَى

”Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak boleh Sholat Gerhana bersama kaum pria. Mereka hanya diperbolehkan sholat sendiri.” [Fathul Bari, 4/6]

Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan Sholat Gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka sholat sendiri di rumah. [Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/345].

 Keempat: Menyeru jamaah dengan panggilan ’ASH SHOLATU JAAMI’AH’ dan tidak ada adzan maupun iqomah.

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan:

أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jamaah dengan: ‘ASH SHOLATU JAMI’AH’ (Mari kita lakukan sholat berjamaah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua rakaat.” [HR. Muslim no. 901]. Dalam hadis ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam Sholat Gerhana.

 Kelima: Berkhutbah Setelah Sholat Gerhana

 Disunnahkah setelah Sholat Gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat [Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435]. Hal ini berdasarkan hadis:

عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:

” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.

ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيراً “.

Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada rakaat berikutnya, beliau mengerjakannya seperti rakaat pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan sholat tadi), sedangkan matahari telah nampak.

Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda:

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah sholat dan bersedekahlah.”

Nabi selanjutnya bersabda:

”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” [HR. Bukhari, no. 1044].

Khutbah yang dilakukan adalah satu kali sebagaimana sholat ’Ied, bukan dua kali khutbah. Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh Imam Asy Syafi’i. [Lihat Syarhul Mumthi’, 2/433].

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

https://rumaysho.com/753-panduan-sholat-gerhana.html