بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

? HUKUM MUSLIM MASUK GEREJA ?

 

 

Bismillah was sholatu was salamu ’ala rasulillah

Sebagian ulama melarang secara mutlak memasuki gereja. Mereka berdalil dengan firman Allah, yang artinya:

لاَتَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

✳️ “Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At Taubah: 108)

Sekembalinya Nabi ﷺ dari perang Tabuk, orang-orang munafik semakin pupus harapan untuk bisa mengalahkan kaum Muslimin. Akhirnya mereka mendirikan sebuah masjid dalam rangka memecah belah barisan kaum Muslimin. Masjid ini dikenal dengan Masjid Dhirar. Ayat ini turun sebagai larangan Allah kepada Nabi ﷺ dan para sahabat radhiallahu ‘anhum untuk melaksanakan sholat di masjid tersebut, dan diperintahkan agar masjid tersebut dihancurkan. Jika Nabi ﷺ dilarang untuk masuk dan sholat di Masjid Dhirar, yang dibangun untuk tujuan makar dalam rangka merusak barisan kaum Muslimin, padahal itu berupa masjid, maka lebih terlarang lagi jika itu adalah gereja. Sementara gereja itu murni dibangun semata-mata untuk maksiat kepada Allah.

Ulama yang berpendapat ini memberikan pengecualian untuk bisa masuk gereja jika terpenuhi beberapa syarat:

? Adanya maslahat bagi agama Islam. Misalnya dalam rangka berdakwah atau berdebat dengan orang Nasrani agar mereka masuk Islam.

? Tidak menimbulkan perbuatan haram, misalnya basa-basi dalam kemaksiatan mereka.

? Berani menampakkan jati diri keislamannya di hadapan orang kafir.

? Tidak menyebabkan orang awam tertipu karena mengira bahwa dirinya setuju dengan agama orang Nasrani.

(Fatwa Lajnah Daimah, 2:339 dan Fatwa Syaikh Dr. Nashir bin Sulaiman di Majalah Ad Da’wah edisi 1930, Dzulhijjah 1424 H).

Namun berdasarkan keterangan banyak ulama di berbagai madzhab, akan lebih tepat jika diberikan rincian sebagai berikut:

? Pertama, masuk gereja pada saat orang Nasrani sedang melakukan peribadatan. Para ulama secara mutlak melarang perbuatan ini dengan beberapa alasan:

✴️ Karena ini berarti kita ikut bergabung dalam kebatilan yang mereka lakukan.

✴️ Tindakan ini menyerupai ciri khas orang kafir. Padahal Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum (dalam ciri khas mereka, pen.) maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani). Syaikhul Islam mengatakan: “Hadis ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru ciri khas orang kafir. Meskipun dzahir hadis menunjukkan kafirnya orang yang meniru perbuatan yang menjadi ciri khas mereka.” (Iqtidla’ As Shirath Al Mustaqim, 1:270).

✴️ Murka Allah turun pada saat peribadatan mereka dan di tempat ibadat mereka. Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Hati-hatilah kalian dari bahasa orang kafir dan janganlah kalian masuk bersama orang muyrik pada saat peribadatan mereka di gereja mereka, karena pada saat itu dan di tempat itulah murka Allah sedang turun.” (HR. Abdur Razaq dalam Al Mushannaf no. 1608, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro, 9:234 dan dinilai kuat oleh Al Bukhari dalam At Tarikh).

? Kedua, masuk gereja di luar waktu peribadatan mereka, namun di dalam gereja tersebut terdapat gambar atau palang salib yang dipajang.

Hukum keadaan ini sebagaimana memasuki rumah yang ada gambarnya. Ada dua pendapat ulama dalam menyikapi masalah ini. Umairah dalam Hasyiyah-nya mengatakan: “Bab, kita tidak boleh masuk gereja kecuali dengan izin mereka. Jika di dalamnya terdapat gambar, maka diharamkan secara mutlak.”

Ibnu Qudamah mengatakan: “Adapun masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar bukanlah satu hal yang haram… ini adalah pendapat Imam Malik. Beliau melarangnya karena makruh dan beliau tidak menganggap hal itu satu hal yang haram. Mayoritas Syafi’iyah mengatakan: Jika gambarnya di dinding atau di tempat yang tidak diinjak, maka tidak boleh memasukinya…

Kita memiliki satu riwayat, bahwasanya Nabi ﷺ ketika masuk Kakbah, beliau melihat ada gambar Ibrahim dan Ismail yang sedang mengundi nasib dengan anak panah. Kemudian Nabi ﷺ berkomentar: “Semoga Allah membinasakan mereka (orang musyrikin), sungguh mereka telah mengetahui bahwa keduanya (Ibrahim dan Ismail) sama sekali tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah.” (HR. Abu Daud). Dan di antara persyaratan Umar (untuk kafir dzimmi), mereka (diperintahkan) agar memperluas gereja dan tempat peribadatan mereka, supaya kaum Muslimin bisa masuk untuk menginap di dalamnya. Kafir Dzimmi adalah orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan kaum Muslimin.

Ibnu ‘Aidz dalam Futuh As Syam meriwayatkan bahwasanya orang Nasrani membuatkan makanan untuk Umar ketika beliau sampai di Syam, kemudian mereka mengundang Umar. Beliau bertanya, “Di mana?” Mereka menjawab, “Di gereja.” Maka Umar tidak mau menghadirinya dan beliau berkata kepada Ali, “Berangkatlah bersama para sahabat agar mereka bisa makan siang.” Maka berangkatlah Ali bersama para sahabat dan masuk ke dalam gereja serta makan siang. Kemudian Ali melihat ke gambar, sambil mengatakan: “Tidak ada masalah bagi Amirul Mukminin (Umar) andaikan dia masuk dan makan.” Sikap para sahabat ini menunjukkan kesepakatan mereka tentang bolehnya masuk gereja, meskipun di dalamnya terdapat gambar, di samping masuk gereja dan tempat peribadatan mereka tidaklah haram.” (Al Mughni Ibnu Qudamah, 4:16).

Ibnu Muflih mengatakan: “Boleh masuk dan sholat di tempat peribadatan dan gereja atau yang semacamnya. Dan makruh jika di dalamnya ada gambarnya. Ada yang mengatakan haram mutlak. Penulis Al Mustau’ib mengatakan: “Sah melaksanakan sholat fardhu di gereja atau tempat peribadatan orang kafir meskipun makruh “.

Dalam Syarh Ibnu ‘Aqil disebutkan: “Tidak mengapa sholat di gereja yang suci (dari najis), ini adalah riwayat dari Ibnu Umar dan Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhum…”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dan Imam Malik membenci masuk gereja karena alasan ada gambar. (Al Adab As Syar’iyah, 4:122).

Ringkasnya, bahwasanya hukum masuk gereja yang ada gambar atau palang salib yang tergantung dalam posisi diagungkan adalah makruh, kecuali jika orang Muslim tersebut mampu untuk mengubahnya. Wallaahu a’lam.

? Ketiga, di luar waktu peribadatan mereka dan di dalamnya tidak terdapat gambar maupun palang salib

Al Hanifiyah berpendapat makruhnya seorang Muslim masuk ke gereja. Alasannya, karena gereja adalah tempat berkumpulnya setan. Bukan karena dia tidak boleh masuk. Sebagian ulama Madzhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah membolehkan masuk gereja. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaithiyah 2:14143).

Pendapat kedua inilah yang lebih tepat, karena sebagaimana ditegaskan oleh sebagian ulama, bahwasanya dianjurkan bagi penguasa Muslim untuk mengadakan perjanjian dengan orang Kafir Dzimmi, agar mereka menyediakan tempat untuk tamu Muslim di gereja. Dan inilah yang dilakukan khalifah Umar terhadap penduduk Syam. Di antara isi perjanjian damai Ahli Kitab dengan kaum Muslimin: “Kami tidak melarang kaum Muslimin untuk singgah di gereja kami, baik di malam hari maupun siang hari. Kami akan memerlebar pintu-pintu gereja kami untuk para pelancong, dan orang yang kehabisan bekal di perjalanan.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaithiyah 2).

? Keempat, dalam rangka untuk dakwah dan berdebat untuk menyadarkan kesesatan mereka.

Untuk keadaan yang terakhir ini para ulama menegaskan bolehnya. Bahkan mereka yang melarang secara mutlak, membolehkan masuk gereja dalam rangka mendakwahkan Islam kepada mereka.

Allahu a’lam.

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)