بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DakwahTauhid
#FatwaUlama
HUKUM MEMANFAATKAN MAKANAN/ HARTA YANG DIGUNAKAN UNTUK TUMBAL/ SESAJEN
Jika makanan tersebut berupa hewan sembelihan, maka TIDAK BOLEH dimanfaatkan dalam bentuk apapun, baik untuk dimakan atau dijual. Karena hewan sembelihan tersebut dipersembahkan kepada selain Allah ﷻ, maka dagingnya haram dimakan dan najis, sama hukumnya dengan daging bangkai. [Lihat keterangan Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dalam catatan kaki beliau terhadap kitab Fathul Majiid (hal. 175)] Allah ﷻ berfirman:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allah.” (QS. al-Baqarah: 173).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata: “Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah, tidak boleh dimakan dagingnya.” [Kitab Daqa-iqut Tafsiir (2/130)]
Dan karena daging ini haram dimakan, maka berarti haram untuk diperjual-belikan, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ: “Sesungguhnya, Allah ﷻ jika mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia (juga) mengharamkan harganya (diperjual-belikan).”[ HR Ahmad (1/293), Ibnu Hibban (no. 4938) dan lain-lain, Dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani dalam kitab Ghaayatul Maraam (no. 318)]
Adapun jika makanan tersebut SELAIN hewan sembelihan, demikian juga harta, maka sebagian ulama ada yang mengharamkannya dan menyamakan hukumnya dengan hewan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allah ﷻ [Lihat keterangan Syaikh Muhammad Hamid al-Faqiy dalam catatan kaki beliau terhadap kitab Fathul Majiid (hal. 174)]
Akan tetapi pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, insya Allah, adalah pendapat yang dikemukakan oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, yang membolehkan pemanfaatan makanan dan harta tersebut, SELAIN sembelihan, karena hukum asal makanan/harta tersebut adalah halal dan telah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “(Pendapat yang mengatakan) bahwa uang (harta), makanan, minuman dan hewan yang masih hidup, yang dipersembahkan oleh pemiliknya kepada (sembahan selain Allah, baik itu) kepada Nabi, wali maupun (sembahan-sembahan) lainnya, haram untuk diambil dan dimanfaatkan, pendapat ini TIDAK BENAR. Karena semua itu adalah harta yang bisa dimanfaatkan dan telah ditinggalkan oleh pemiliknya, serta hukumya tidak sama dengan bangkai (yang haram dan najis), maka (hukumnya) boleh diambil (dan dimanfaatkan), sama seperti harta (lainnya) yang ditinggalkan oleh pemiliknya untuk siapa saja yang menginginkannya, seperti bulir padi dan buah kurma, yang ditinggalkan oleh para petani dan pemanen pohon kurma untuk orang-orang miskin.
Dalil yang menunjukkan kebolehan ini adalah (perbuatan) Nabi Muhammad ﷺ (ketika) beliau mengambil harta (yang dipersembahkan oleh orang-orang musyrik) yang (tersimpan) di perbendaharaan (berhala) al-Laata, dan beliau ﷺ (memanfaatkannya untuk) melunasi utang (sahabat yang bernama) ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Rasulullah ﷺ (dalam hadis ini) tidak menganggap dipersembahkannya harta tersebut kepada (berhala) al-Laata sebagai (sebab) untuk melarang mengambil (dan memanfaatkan harta tersebut) ketika bisa (diambil).
Akan tetapi, orang yang melihat orang (lain) yang melakukan perbuatan syirik tersebut (memersembahkan makanan/harta kepada selain Allah ﷻ), dari kalangan orang-orang bodoh dan para pelaku syirik, wajib baginya untuk mengingkari perbuatan tersebut, dan menjelaskan kepada pelaku syirik itu, bahwa perbuatan tersebut adalah termasuk syirik, supaya tidak timbul prasangka, bahwa sikap diam dan tidak mengingkari (perbuatan tersebut), atau mengambil seluruh/sebagian dari harta persembahan tersebut, adalah bukti yang menunjukkan bolehnya perbuatan tersebut, dan bolehnya berkurban dengan harta tersebut, kepada selain Allah ﷻ. Karena perbuatan syirik adalah kemungkaran (kemaksiatan) yang paling besar (dosanya), maka wajib diingkari/dinasihati orang yang melakukannya.
Adapun kalau makanan (yang dipersembahkan untuk selain Allah ﷻ) tersebut terbuat dari daging hewan yang disembelih oleh para pelaku syirik, maka (hukumnya) HARAM (untuk dimakan/dimanfaatkan). Demikian juga lemak dan kuahnya, karena (daging) sembelihan para pelaku syirik hukumnya sama dengan (daging) bangkai, sehingga HARAM (untuk dimakan) dan menjadikan najis makanan lain yang tercampur dengannya. Berbeda dengan (misalnya) roti atau (makanan) lainnya yang tidak tercampur dengan (daging) sembelihan tersebut, maka ini semua halal bagi orang yang mengambilnya (untuk dimakan/dimanfaatkan). Demikian juga uang dan harta lainnya (halal untuk diambil), sebagaimana penjelasan yang lalu, wallahu a’lam.” [Catatan kaki Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz terhadap kitab Fathul Majiid (hal. 174-175)]
 
 
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A
[Artikel www.muslim.or.id]
 
Sumber: https://muslim.or.id/4952-tumbal-dan-sesajen-tradisi-syirik-warisan-jahiliyah.html