بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

#DakwahSunnah, #AdabAkhlak

HUKUM-HUKUM SEPUTAR JALAN

  1. Tidak boleh memersempit jalan kaum Muslim. Bahkan harus melapangkan jalan dan menyingkirkan hal yang mengganggu darinya. Bahkan yang demikian termasuk bagian keimanan.
  2. Tidak boleh mengadakan pada area miliknya, sesuatu yang menyempitkan jalan.
  3. Tidak diperbolehkan mengadakan pada miliknya, sesuatu yang memersempit jalan. Misalnya membangun atap di atas jalan, yang membuat para pengendara susah lewat, atau membuat tempat duduk di jalan.
  4. Tidak boleh menjadikan sebuah tempat pemberhentian untuk hewan atau kendaraannya di jalan yang dipakai orang lewat. Karena yang demikian dapat membuat jalan menjadi sempit dan menyebabkan kecelakaan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Tidak boleh bagi seseorang mengeluarkan sesuatu dari bagian bangunan ke jalan kaum Muslim …dst.”

  1. Jalan adalah hak bersama. Oleh karena itu harus menjaganya dari semua yang mengganggu orang yang lewat, seperti membuang sampah di jalan. Karena menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan termasuk cabang keimanan.
  1. Di jalan umum juga dilarang menanam, membuat bangunan, membuat galian, menaruh kayu, menyembelih binatang, membuang sampah dan menaruh sesuatu yang berhaya bagi orang yang lewat.
  1. Bagi pihak berwenang juga harus mengatur kota dan mencegah hal-hal yang mengganggu jalan, menghukum orang yang menyalahi aturan, agar berhenti dari perbuatannya itu.

Banyak orang meremehkan masalah ini, padahal penting. Sehingga kita lihat banyak orang yang membatasi jalan umum untuk kepentingan pribadi, dipakai buat menaruh kendaraan, menaruh batu-batu, besi dan semen untuk bangunannya dan dibuatkan galian, dsb.

Sedangkan yang lain ada yang membuang kotoran berupa sampah, barang najis maupun sisa-sia di pasar-pasar, tidak peduli akan bahayanya bagi kaum Muslim. Hla ini adalah haram. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzaab: 58)

Dan Nabi ﷺ bersabda:

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Orang Muslim adalah orang yang dapat menjaga lisan dan tangannya dari mengganggu Muslim yang lain.” (HR. Bukhari)

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ ».

“Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama adalah ucapan Laailaahaillallah, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan. Dan malu itu salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan hadis-hadis lainnya yang mendorong menghormati hak kaum Muslim dan tidak mengganggu mereka. Termasuk mengganggu mereka adalah memersempit jalan kaum Muslim dan meletakkan rintangan-rintangan di sana.

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.

Penulis: Marwan bin Musa

[Artikel www.Yufidia.com]

Maraji’: Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Syaikh Shalih Al Fauzan), Fiqh Muyassar, dll.