بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#StopBidah

HARI RAYA KETUPAT BUKAN AJARAN ISLAM

Hari raya dalam Islam telah ditentukan oleh syariat, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Bahkan semua tradisi hari raya sebelum Islam tidak boleh dilestarikan. Barang siapa menambah-nambah atau mengada-adakan hari raya, atau hari peringatan selain yang ditentukan oleh syariat, maka ia telah melampaui batas dalam agama.

Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata:

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Ketika Rasulullah ﷺ mendatangi kota Madinah, para sahabat memiliki dua hari raya yang padanya mereka bersenang-senang. Maka beliau ﷺ bersabda: Dua hari apa ini? Mereka menjawab: Dua hari yang sudah biasa kami bersenang-senang padanya di masa Jahiliyah. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1039]

Hadis yang mulia ini menununjukkan, bahwa penentuan hari raya harus berdasarkan dalil. Hari raya apa pun yang tidak berdasarkan dalil, maka termasuk bid’ah, mengada-ada dalam agama. Dan di antara hari raya bid’ah tersebut adalah hari raya orang-orang baik (Al-Abror), yang dikenal di negeri kita dengan istilah “Hari Raya Ketupat”.

Hari raya ini awalnya dikhususkan bagi mereka yang berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawwal. Walau di hari-hari ini, puasa sunnah tersebut sudah hampir dilupakan dan tidak diamalkan, namun hari raya bid’ahnya tetap dirayakan. Bahkan disertai dengan berbagai kemungkaran, seperti nyanyian dan musik, bercampur baur dan bersalam-salaman antara laki-laki dan wanita, dan lain-lain.

Asy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz At-Tuwaijiri hafizhahullah berkata:

“Termasuk perkara baru yang diada-adakan (dalam agama) di bulan Syawwal adalah bid’ah Idul Abrar (Hari Raya Ketupat), yaitu pada hari kedelapan bulan Syawwal. Setelah orang-orang menyelesaikan puasa Ramadan, mereka berhari raya Idul Fitri pada 1 Syawwal, hari berikutnya mereka mulai berpuasa Syawwal, dan pada hari kedelapan mereka membuat hari raya, yang mereka namakan Idul Abrar (Hari Raya Ketupat).”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

“Adapun membuat musim tertentu (untuk ibadah dan hari raya) selain musim-musim yang ditetapkan oleh syariat, seperti menjadikan sebagian malam bulan Rabi’ul Awwal yang dinamakan malam “Maulid”, atau sebagian malam di bulan Rajab, atau hari kedelapan Dzulhijjah, atau Jumat pertama Rajab, atau hari kedelapan Syawwal yang dinamakan oleh orang-orang bodoh dengan Idul Abrar (Hari Raya Ketupat), maka semua itu termasuk bid’ah yang tidak disunnahkan oleh Salaf (Rasulullah ﷺ dan sahabat) dan mereka tidak mengamalkannya. Wallaahu subhaanahu wa ta’ala a’lam’.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata:

وأما ثامن شوال: فليس عيداً لا للأبرار ولا للفجار، ولا يجوز لأحد أن يعتقده عيداً، ولا يحدث فيه شيئاً من شعائر الأعياد

“Adapun hari kedelapan Syawwal, maka BUKAN termasuk hari raya, bukan bagi orang-orang baik (al-abror) bukan pula bagi orang-orang jelek (al-fujjar). Maka tidak boleh bagi seorang pun untuk meyakininya sebagai hari raya, dan tidak boleh mengada-adakan satu pun syiar-syiar hari raya di hari tersebut’.” [Al-Bida’ Al-Hauliyah, Asy-Syaikh Abdullah At-Tuwaijiri hafizhahullah, hal. 347-348].

 

Penulis: Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah

Sumber:

https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/822102474605903:0

http://sofyanruray.info/hari-raya-ketupat-bukan-ajaran-islam/