Pertanyaan:

Kalau kita kecipratan genangan air hujan, itu najis atau tidak?

 

Jawab:

Bismillah was sholatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dalam al-Quran, Allah ta’ala menyebut hujan sebagai air untuk alat bersuci:

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ

“Dialah yang menurunkan kepada kalian hujan dari langit yang mensucikan kalian.” (QS. al-Anfal: 11)

 

Allah juga berfirman:

وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang bisa digunakan untuk bersuci. (QS. al-Furqan: 48).

 

Ibnu Katsir mengatakan:

(Makna Maa’an Thahura), alat untuk bersuci. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/114).

 

Karena itulah, diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila ada aliran air hujan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengannya. Dari Yazid bin al-Had, bahwa apabila ada air hujan mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

اخْرُجُوا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِى جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا فَنَتَطَهَّرُ مِنْهُ وَنَحْمَدُ اللَّهَ عَلَيْهِ

“Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.” (HR. Baihaqi 3/359 dan dishahihkan dalam Irwa al-Ghalil no. 679)

 

Ibnu Abi Hatim membawakan keterangan dari Tsabit al-Bunani:

“Saya masuk kota Bashrah bersama Abul Aliyah di waktu cuaca hujan. Ketika masuk Bashrah, kami terkena kotoran. Kemudian Abul Aliyah sholat. Saya pun menegurnya. Lalu beliau membaca firman Allah, (yang artinya), ‘Kami turunkan dari langit air yang bisa digunakan untuk bersuci’. Lalu beliau mengatakan, “Telah disucikan oleh air hujan.” (Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, 6/115).

Ini semua menunjukkan bahwa air hujan adalah air yang suci dan menyucikan, artinya bisa digunakan alat bersuci, baik wudhu maupun mandi.

 

Coklat Karena Terkena Tanah?

Air yang suci, jika kemasukan benda suci, statusnya tetap suci. Misalnya, air campur teh, tambah gula, dikasih es, jadinya es Teh. Suci dan halal.

Permukaan tanah, statusnya suci. Dan bahkan, bagian dari syariat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, permukaan tanah, bisa digunakan sebagai alat bersuci, berupa tayamum. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan lima keistimewaan beliau, yang tidak dimiliki nabi-nabi yang lain. Di antaranya:

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ

Bumi ini dijadikan untukkan sebagai masjid (tempat sholat) dan alat bersuci. Karena itu, siapapun di antara umatku yang menjumpai waktu sholat, hendaknya dia segera sholat. (HR. Bukhari 335 & Muslim 1191).

Perubahan warna yang terjadi, tidak mempengaruhi status kesucian air itu. Artinya dia tetap suci, sekalipun warnanya coklat pekat, bercampur tanah. Air yang berubah warna dinilai najis, jika perubahan warna itu disebabkan benda najis. Selama kita tidak tahu, apakah dalam genangan air tadi ada najisnya ataukah tidak, maka status air itu suci.

 

Allahu a’lam.

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

https://konsultasisyariah.com/24273-genangan-air-hujan-najis.html