بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#Fatwa_Ulama

FATWA PARA ULAMA SUNNAH YANG MENJELASKAN HUKUM DEMONSTRASI DI BERBAGAI BELAHAN DUNIA

Oleh: Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah -hafizhahullah-

Demonstrasi merupakan musibah yang merebak di berbagai belahan bumi, baik dilakukan oleh kaum kafir, maupun kaum Muslimin.

Banyaknya demonstrasi yang terjadi menyebabkan banyak pihak yang melayangkan surat dan pertanyaan kepada para ulama besar Ahlus Sunnah di Timur Tengah.

Penting kiranya kami nukilkan beberapa fatwa para ulama besar kita tentang hukum demonstrasi yang terjadi di berbagai belahan dunia tersebut.

Tulisan ini kami sengaja diturunkan, karena sebagian pihak menglaim, bahwa fatwa ulama yang mengharamkannya, hanya berkaitan kasus demo di Saudi, seperti yang diklaim pihak Wahdah Islamiyah.

Padahal pada realitanya, hampir bisa dibilang tidak ada demo terjadi di Saudi, kecuali 1-2 kali saja. Damai demo itu pun langsung diingkari oleh para ulama Saudi. <http://www.islamtoday.net/albasheer/artshow-12-147145.htm>

Justru di luar Saudi yang lebih banyak. Makanya penanya kebanyakannya dari luar Saudi, atau pertanyaannya tentang kasus demo di luar Saudi.

Berikut ini adalah nukilan fatwa para ulama sunnah tentang haramnya demonstrasi (baik damai, apalagi kacau):

Syaikh Abdul Aziz Ibn Baz –rahimahullah- berkata:

“Aku tidak memandang bahwa demonya para wanita ataupun demonya para laki-laki termasuk solusi. Akan tetapi itu merupakan MUSIBAH, dan termasuk sebab kejelekan, termasuk sebab dizaliminya sebagian orang, dengan cara yang tak benar. Akan tetapi cara-cara yang syari adalah menyurat, menasihati berdakwah kepada kebaikan dengan cara damai. Demikianlah yang ditempuh para ulama, demikianlah para sahabat Nabi ﷺ dan para pengikut mereka dalam kebaikan: Dengan cara menyurat, berbicara langsung dengan orang yang berbuat salah, dengan pemerintah, dan penguasa dengan menghubunginya, menasihatinya, dan menyuratinya TANPA membeberkannya di atas mimbar dan lainnya!! Katanya: Pemerintah melakukan begini, akhirnya begini, Wallahul Musta’an“.

Beliau juga berkata: “Dikategorikan dalam masalah ini apa yang dilakukan oleh sebagian orang berupa demo yang menimbulkan keburukan yang besar bagi para dai. Maka karnaval dan teriak-teriakan BUKANLAH merupakan jalan untuk memerbaiki dan dakwah [Beda dengan yang dinyatakan oleh Safar Al-Hawali, katanya demo adalah Uslub Dakwah. Maka perhatikan. Dan jangan dikatakan: “Diakan ulama’ boleh saja ia berbuat dan berkata semaunya, sebab itukan ijtihad dia. Kalau benar dapat dua pahala, kalau salah, dapat satu”. Ini merupakan TIPUAN IBLIS, sebab demo merupakan salah satu bentuk Khuruj Alal Hukkam. Sedang permasalahan Khuruj termasuk masalah akidah yang salaf sudah sepakat haramnya. Lagian Safar bukan ulama].

Jalan yang benar (dalam menasihati pemerintah, -pent.) adalah dengan cara berziarah dan menyurat dengan cara yang baik” [Lihat Buletin Silsilah Ad-Difa’ (7),hal.1-2].

Fadhilah Asy-Syaikh Al-Allamah Sholeh bin Ghoshun -rahimahullah- berkata ketika menjelaskan hukum demo:

“Jadi seorang dai, orang yang memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemungkaran, wajiblah bagi dirinya untuk menghiasi dirinya dengan kesabaran, mengharapkan pahala dan ganjaran (di sisi Allah), menanggung segala sesuatu yang ia dengarkan atau terkadang ia dicemooh dalam dakwahnya. Adapun seorang dai menempuh cara kekerasan, atau dia -wal’iyadzu billah- menempuh cara dengan menyakiti manusia, mengganggu orang, atau menempuh cara perselisihan dan pertengkaran, dan memecah belah kesatuan. Ini merupakan PERKARA-PERKARA SETAN. Dia adalah PRINSIP DAKWAH KHAWARIJ. Inilah prinsip dakwah Khawarij !! Mereka itulah yang mengingkari kemungkaran dengan senjata, mengingkari sesuatu perkara-perkara yang mereka anggap tidak boleh dan menyelisihi keyakinan mereka dengan cara perang, menumpahkan darah, mengafirkan orang, dan beberapa perkara lain. Maka bedakanlah antara dakwah para sahabat Nabi ﷺ dan Salafush Sholeh dengan dakwah Khawarij dan orang yang menempuh manhaj (jalan hidup) mereka, dan menjalani jalan mereka.

Dakwahnya para sahabat dengan cara hikmah, nasihat, menjelaskan kebenaran, dengan penuh kesabaran, dengan berhias kesabaran, dan mencari pahala dan ganjaran. Sedangkan dakwah Khawarij dengan cara membunuh manusia, menumpahkan darah mereka, mengafirkan mereka, memecah-belah kesatuan, dan merobak-robek barisan kaum Muslimin. Ini adalah perbuatan-perbuatan keji dan bid’ah. Sepantasnya orang-orang yang mengajak kepada perkara-perkara seperti ini dijauhkan dan dijauhi, diburuk-sangkai. Mereka itu telah memecah-belah kesatuan kaum Muslimin. Padahal persatuan itu merupakan rahmat,sedangkan perpecahan merupakan sengsara dan adzab-wal’iyaadzu billah-. Andai suatu penduduk negara di atas kebaikan, bersatu di atas satu kata, niscaya mereka akan memiliki kharisma dan wibawa.

Akan tetapi penduduk negara kita sekarang sudah berkelompok-kelompok dan terkotak-kotak. Mereka telah sobek, berselisih, musuh dari kalangan mereka masuk ke tengah-tengah mereka, dari sebagian mereka atas sebagian yang lainnya. Ini merupakan cara bid’ah, dan keji. Merupakan jalan seperti  yang telah berlalu keterangannya, datang dari orang-orang yang mau memecah-belah kesatuan, dan orang-orang yang telah membunuh Amirul Mukminin Ali-radhiyallahu anhu- dan orang-orang yang bersama beliau dari kalangan sahabat, peserta bai’at Ridhwan. Mereka telah membunuh beliau, sedang mereka menginginkan “kebaikan”!! Sedang mereka itu adalah pemimpin kerusakan, pemimpin bid’ah,dan pemimpin perpecahan. Mereka itulah yang memecah-belah persatuan kaum Muslimin, dan melemahkan barisan kaum Muslimin. Demikian juga sampai orang-orang yang berpendapat bolehnya, mengadopsinya, dan menganggapnya baik. Maka orang seperti ini jelek akidahnya, dan harus dijauhi.

Aku tahu-wa’iyaadzu billah- bahwa ada seorang yang disiapkan untuk membahayakan umatnya dan teman-teman majelisnya, serta orang-orang yang ada disekitarnya. Nasihat yang haq, hendaknya seorang Muslim menjadi seorang bekerja, membangun, mengajak kepada kebaikan, dan mencari kebaikan sebenar-benarnya. Dia harus mengucapkan kebenaran, berdakwah dengan cara yang benar dan lembut, berbaik sangka terhadap saudaranya, serta mengetahui bahwa kesempurnaan merupakan sesuatu yang sulit diraih, bahwasanya yang makshum adalah  Nabi ﷺ. Dan andaikan para pemerintah tersebut hilang/pergi, maka tak akan datang orang yang lebih bagus dibandingkan mereka. Andaikan semua orang yang ada hilang/pergi-sama saja di antara mereka ada pemerintah, penanggung jawab, atau para penuntut, atau rakyat. Andaikan ini semuanya pergi/hilang-rakyat negara mana saja-, niscaya akan datang pemimpin yang lebih jelek darinya !! Karena tak akan datang suatu masa kecuali yang berikutnya lebih buruk.

Jadi, orang yang menginginkan agar orang sampai pada derajat kesempurnaan, atau menjadi orang-orang yang makshum dari segala kesalahan dan kejelekan. Orang (yang berpemikiran) macam ini adalah orang sesat. Mereka ini adalah orang-orang Khawarij. Mereka inilah yang memecah-belah persatuan manusia dan menyakiti mereka. Ini merupakan tujuan orang-orang yang memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan berbagai bid’ah dari kalangan orang Rofidhoh, Khawarij, Mu’tazilah, dan seluruh jenis pelaku kejelekan dan bid’ah”. [Lihat Majallah Safinah An-Najaah, edisi 2, Januari 1997 M.]

Di antara metode yang paling buruk dalam menasihati penguasa, keluar ke jalan-jalan berkonvoi dalam rangka berdemo, apakah disertai kekacauan, ataukah, tidak!!

Dengarkan Al-Faqih Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin -rahimahullah- berkata:

“Demonstrasi merupakan perkara baru yang tidak pernah dikenal di zaman Nabi ﷺ. Dan tidak pula di zaman Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin dan para sahabat-radhiyallah anhum-. Kemudian di dalamnya juga terdapat kerusuhan, dan huru-hara yang menjadikannya terlarang, di mana juga terjadi di dalamnya pemecahan kaca-kaca, pintu-pintu dan lainnya. Juga terjadi ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita, antara anak muda dengan orang tua , serta perkara-perkara yang semacamnya, berupa kerusakan dan kemungkaran. Adapun masalah menekan dan mendesak pemerintah, maka jika pemerintahnya Muslim, cukuplah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ sebagai pengingat baginya. Ini merupakan sebaik-baik perkara (baca: nasihat) yang disodorkan kepada seorang Muslim. Jika pemerintahnya kafir, maka jelas mereka (orang-orang kafir) itu tidak mau memedulikan para demonstran. Boleh jadi Pemerintah kafir itu akan bersikap ramah dan baik di depan para demonstran, sekalipun di batinnya tersembunyi kejelekan. Karenanya, kami memandang bahwa demo merupakan PERKARA MUNKAR. Adapun ucapan (baca: alasan) mereka: “Inikan demo yang damai (tak ada kerusuhan,pent.)!!”. Maka boleh jadi demonya damai di awalnya atau awal kalinya, kemudian berubah jadi demo perusakan. Aku nasihatkan kepada para pemuda agar mereka mengikuti jalan hidupnya para Salaf. Karena Allah telah memuji orang-orang Muhajirin  dan Anshor. Allah telah memuji orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan ”. [Lihat Buletin Silsilah Ad-Difa’ anis Sunnah (7): “Aqwaal ‘Ulama’ As-Sunnah fil Muzhaharat wa maa Yatarattab Alaih min Mafasid ‘Azhimah”, (hal.2-3), cet. Maktabah Al-Furqon, UEA]

Alangkah benarnya apa yang dikatakan beliau, bahwa demo -walaupun tanpa kerusuhan- merupakan perkara baru dan bid’ah. BID’AHNYA ORANG-ORANG KHAWARIJ. Anggaplah demo itu damai, akan tetapi itu merupakan sarana dalam menyebarkan aib penguasa, karena dengan keluarnya seseorang ke jalan-jalan untuk demo, akan memberikan opini bahwa mereka akan pergi mengritik, dan membongkar aib, dan kekurangan penguasa. Membeberkan aib penguasa Muslim merupakan metode lama yang dipergunakan oleh kaum Khawarij yang suka memberontak.

Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqolany – rahimahullah- berkata dalam menjelaskan hakikat orang-orang Al-Qo’adiyyah (salah satu kelompok Khawarij), “Al-Qo’adiyyah adalah kelompok Khawarij yang tidak memandang (harusnya) memerangi (pemerintah). Bahkan mereka hanya mengingkari pemerintah yang zalim sesuai kemampuan, mereka mengajak kepada pendapat mereka, dan juga mereka menghias-hiasi –disamping hal tersebut– untuk memberontak, serta mengira itu baik” [ Lihat At-Tahdzib  (8/114) sebagaimana dalam Lamm Ad-Durr Al-Mantsur (hal.60) karya Jamal Ibn Furoihan Al-Haritsy, cet. Dar Al-Minhaj, Mesir.]

Dalam kitabnya yang lain, Al-Hafizh –rahimahullah- berkata: ”Al-Qo’adiyyah adalah orang-orang yang menghias-hiasi pemberontakan atas pemerintah, sekalipun mereka tidak melakukan (pemberontakan itu) secara langsung”. [ Lihat Hadyus Sari (459) yang dinukil dari Lamm Ad-Durr Al-Mantsur, hal.60, cet. Dar Al-Minhaj.]

Jadi, tugas Al-Qo’adiyyah dahulu sama persis dengan tugas sebagian orang yang membakar semangat pemuda-pemuda untuk membangkang, dan tidak taat kepada pemerintah. Bahkan terkadang mengarahkan mereka kepada pemberontakan fisik lewat ajang demonstrasi. Ini adalah tercela dalam pandangan ulama’ Ahlus Sunnah berdasarkan dalil-dalil, baik naqli, maupun aqli.

Melakukan demo merupakan bentuk pemberontakan non-senjata yang akan mengantarkan kepada pemberontakan senjata, dan fisik. Demo bukanlah perkara yang remeh, yang sembarang orang boleh berijtihad di dalamnya, sebab ia merupakan bentuk Khuruj Alal Hukkam (Pemberontakan kepada penguasa). Sedang memberontak kepada penguasa Muslim adalah perkara yang menyelisihi akidahnya salaf. Pemberontakan sekecil apapun, itu terlarang; walaupun menghasung orang dengan ucapan dalam melawan pemerintahnya!!

Terakhir kami nasihatkan kepada orang yang suka demo –seperti YWI dan lainnya- dan juga orang yang menghasung mereka kepada hal itu dengan mengutip ucapan Penulis BSDS, Mut’ab Al-Ashimi: “Cara mengkritik seperti ini adalah perbuatan dosa dan keluar dari manhaj pertengahan (Al-Wasithiyyah) dalam mengritik dan menghukumi orang lain. Dan ini bukanlah termasuk akhlak Salafus Shalih dalam persoalan etika menasihati saudara mereka yang berakidah Ahlus Sunnah”.[Lihat BSDS (hal.47)]

Kami juga nasihati penulis, dan orang yang simpati kepadanya dengan ucapan penulis sendiri dalam BSDS (hal. 38) saat ia menasihati salafiyyun secara zalim, “Jadilah kalian dai-dai –bukan pengaku-aku (saya salafi.-pent.)—yang mengajak kepada salaf yang sebenarnya. Yaitu perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan pandangan Alquran dan As-Sunnah, tanpa ada sikap ifrath dan tafrith [Alhamdulillah, prinsip berilmu yang diiringi dengan amalan, tanpa ada ifrath dan tafrith merupakan perkara yang amat dijaga oleh salafiyyun dari zaman Nabi ﷺ  sampai zaman sekarang. Bukan seperti yang dituduhkan secara keji oleh Penulis BSDS. Nas’alullahal afiyah was salamah min su’izh zhonni bil mu’minin na laisa fihim].Dan jangan mengajak kepada salaf hanya perkataan tanpa ada amalan”.

والدعاوى ما لم يقيموا عليها         بينات أبناؤها أدعياء

“Semua pengakuan, tanpa ada bukti.

Adalah omong kosong”. [Lihat BSDS (hal.39)]

Inilah salah satu sebab Syaikh Abdul Aziz bin Baaz mengirim surat ke Amir Nayif bin Abdul Aziz di Riyadh agar kedua orang ini (Safar Al-Hawaliy, dan Salman Al-Audah) diberhentikan dari aktivitas dakwah, karena memiliki pernyataan-pernyataan yang menyelisihi akidah salaf, seperti membakar semangat para pemuda untuk memberontak [Tentang surat Syaikh bin Baaz ini, lihat kopian naskah aslinya dalam Madarik An-Nazhor (hal. 431) karya Syaikh Abdul Malik bin Ahmad bin Al-Mubarok Romadhoniy Al-Jaza’iriy, cet. Dar Sabil Al-Mu’minin, 1418 H].

 

Sumber: https://abufaizah75.blogspot.co.id/2016/11/fatwa-para-ulama-sunnah-yang.html