بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DoaZikir

DOA APA YANG DIUCAPKAN KETIKA KITA BERTAKZIYAH?

Berdasarkan pendapat para ulama dalam masalah ini, bisa disimpulkan bahwa mereka TIDAK membatasi dan TIDAK menentukan bacaan-bacaan khusus yang harus diucapkan ketika bertakziyah.

Ibnu Qudamah berpendapat [Al Mughni (3/480)]: “Sepanjang yang kami ketahui, TIDAK ada ucapan tertentu yang khusus dalam takziyah. Namun, diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ pernah melayat seseorang dan mengucapkan:

رَحِمَكَ اللهُ وَآجَرَكَ

ROHIMAKALLOHU WA AAJAROKA

Artinya:
Semoga Allah merahmatimu, dan memberimu pahala. [HR Tirmidzi, 4/60].

Imam Nawawi berpendapat [Al Adzkar, hlm. 127], yang paling baik untuk diucapkan ketika takziyah, yaitu apa yang diucapkan oleh Nabi ﷺ kepada salah seorang utusan yang datang kepadanya untuk memberi kabar kematian sesorang. Beliau ﷺ bersabda kepada utusan itu: Kembalilah kepadanya dan katakanlah kepadanya:

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى…فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ.

INNA LILLAAHI MAA AKHOZHA, WALAHU MAA A’THOO WAKULLU SYAI’IN ‘INDAHU BI-AJALIN MUSAMMAA … FALTASHBIR WALATAHTASIB

Artinya:
Sesungguhnya adalah milik Allah apa yang Dia ambil, dan akan kembali kepada-Nya apa yang Dia berikan. Segala sesuatu yang ada disisi-Nya ada jangka waktu tertentu (ada ajalnya). Maka hendaklah engkau bersabar dan mengharap pahala dari Allah. [HR Muslim, 3/39].

Baik juga jika ditambah dengan ucapan berikut:

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ.

A’DZOMALLAAHU AJROKA, WA AHSANA ‘AZAA AKA WAGHOFARO LIMAYYITIKA

Artinya:
“Semoga Allah memerbesar pahalamu, dan kamu bisa berkabung dengan baik, serta mayatnya diampuni oleh Allah“. (HR. Bukhari: 2/80, Muslim: 2/636. Lihat Al Azkar LinNawawi, hal. 126).

Sebagian ulama menyunnahkan, agar ketika melayat orang Muslim yang ditinggal mati oleh orang Muslim, membaca:

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ وَأَحْسَنَ عَزَاكَ وَرَحِمَ مَيِّتَكَ

A’ZHOMALLOHU AJROKA WA AHSANA ‘AZAAKA WA ROHIMA MAYYITAKA

Artinya:
Semoga Allah melipatkan pahalamu, memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia memberikan rahmat kepada si mayit [Lihat Hasyiyah Radd al Mukhtar (1/604), al Mughni (3/486), al Inshaf (2/565)].

Menurut Mazhab Syafi’iyah, mendoakan orang yang dilayat atau yang tertimpa musibah dengan mengucapkan: “Semoga Allah mengampuni si mayit, melipatkan pahalamu, dan memberimu pelipur yang baik,” tetapi, ada juga yang berpendapat berdoa dengan doa apa saja [Al Majmu’ (5/306)].

Adapun ketika melayat seorang Muslim yang ditinggal mati oleh seorang kafir, maka cukup dengan mendoakan orang-orang yang ditinggal mati ini saja, dan TIDAK mendoakan si mayit (yang kafir). Dan melayat orang kafir, tidak diperbolehkan, terkecuali membawa kemaslahatan.

Sedangkan mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah yang membolehkan melayat orang kafir karena ditinggal mati oleh seorang Muslim, memberikan tuntunan doa:

أَحْسَنَ اللهُ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ

AHSANALLOHU ‘AZAA AKA WA GHOFARO LIMAYYITIKA

Artinya:
Semoga Allah memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia mengampuni si mayit.

Dan ketika yang meninggal adalah orang kafir, doanya ialah:

أَخْلَفَ اللهُ عَلَيْكَ وَلاَ نَقَصَ عَدَدَكَ

Artinya:
Semoga Allah menggantinya buatmu, dan semoga tidak mengurangi jumlahmu.
Maksudnya, supaya jumlah jizyah (upeti) yang diambil dari mereka tetap besar [Al Majmu’ (5/306), al Mughni (3/486)].

Masalah ini dikomentari oleh Imam Nawawi: “Ini sangat bermasalah, sebab berdoa agar orang kafir dan kekafiran tetap ada atau eksis. Sebaiknya, ini ditinggalkan saja” [Al Majmu’ (5/306)]. Apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi adalah benar.

Selanjutnya, apa yang dikatakan oleh orang yang dilayat? Dalam hal ini sama. Tidak ada ketentuan bacaan khusus yang harus dibaca sebagai jawaban kepada para pelayat.

Ada pendapat dari Mazhab Hanabilah, bahwasanya disunnahkan untuk mengucapkan:

اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَكَ وَرَحِمَنَا وَإِيَّاكَ

ISTAJAABALLOHU DU’AA AKA WA ROHIMANAA WA IYYAA KA

Artinya:
Semoga Allah mengabukan doamu. Dan semoga Dia mengasihi kita, juga kamu. [Al Mughni (3/487), Kasysyaf al Qina’ (2/161)].

Wallahu ta’ala a’lam.

 

Dinukil dari: https://almanhaj.or.id/3067-fiqih-taziyah.html