بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#MuslimahSholihah

BOLEHKAH KITA MEMINTA KEMBALI HADIAH YANG SUDAH KITA BERIKAN?

Hadiah itu tergolong transaksi social, alias non-profit; bukan transaksi profit. Orang yang diberi hadiah itu boleh menerima hadiah, sebagaimana dia boleh menolaknya.

Hak kepemilikan benda yang dihadiahkan itu BERPINDAH, dengan adanya serah terima. Jika telah terjadi serah terima, maka hadiah tersebut TIDAK BOLEH ditarik kembali. Tolok ukur terjadinya serah terima adalah urf (baca: tradisi masyarakat setempat).

Jika orang yang diberi hadiah mengucapkan kalimat terima kasih misalnya, maka benda yang dihadiahkan itu telah sah menjadi milik, halal orang yang diberi hadiah, dan tidak boleh ditarik kembali oleh pemberi hadiah. Seandainya istri tersenyum setelah diberi sesuatu oleh suaminya, maka maknanya dia telah menerima hadiah, sehingga suami tidak boleh menarik kembali pemberiannya.

Dengan adanya serah terima, maka orang yang diberi hadiah memiliki hadiah yang diberikan kepadanya. Hak kepemilikan dalam hadiah itu belum berpindah selama belum ada serah terima.

TIDAK BOLEH menarik kembali pemberian, kecuali pemberian ayah kepada anaknya. Nabi ﷺ bersabda:

العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه، إلا الوالد لولده

“Orang yang menarik kembali hadiahnya itu, bagaikan anjing yang menjilati kembali muntahannya. Kecuali pemberian ayah kepada anaknya.” [HR Nasai, Shahih].

Ibnu Qoin dan selainnya mengatakan, bahwa ketentuan ini hanya berlaku untuk ayah, dan tidak berlaku untuk ibu. Ayah boleh menarik kembali pemberiannya, sedangkan ibu tidak boleh menarik kembali pemberiannya. Walid dalam hadis di atas kita maknai dengan ayah. TIDAK kita artikan dengan orang tua, mengingat Nabi ﷺ secara khusus menyebutkan ‘ayah’. Dan ayah itu memiliki hak kepemilikan atas harta anaknya, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

أنت ومالك لأبيك

“Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu.” [HR. Ibnu Majah, Shahih].

Sehingga jika seorang ayah menarik kembali hadiah yang dia berikan kepada anaknya, maka pada hakikatnya dia mengambil apa yang menjadi hak miliknya. [Fatwa Syaikh Masyhur Hasan al Salman no 289].

Sumber: http://pengusahamuslim.com/3007-beberapa-ketentuan-terkait-1596.html