بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

BERLINDUNG KEPADA ORANG KAFIR?
Nasihat untuk Tidak Menjadi Jadi Anggota KMI (Komplotan Munafik Indonesia)
 
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
 
Kami memohon kepada Allah, semoga kelelahan berfikir yang dialami kaum Muslimin, karena membela Alquran dan membela surat al-Maidah, mendapat balasan dari Allah.
 
Dalam Islam, jihad tidak hanya dengan perang. Jihad juga bisa dilakukan dengan hujjah, dengan dalil, meluruskan pemahaman masyarakat ke arah yang benar.
 
Allah menyebutkan dua kali, perintah jihad dengan dalil, yaitu dalam firman-Nya:
 
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
 
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah Jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
 
Ayat ini Allah sebutkan dua kali dalam Alquran dengan redaksi yang persis sama, di at-Taubah: 73 dan at-Tahrim: 9.
 
Dan bentuk jihad melawan orang munafik adalah dengan lisan, penjelasan dalil. Demikian menurut keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma (Tafsir Ibnu Katsir, 4/178). Kita bisa memahami ini, karena orang munafik di Madinah dibiarkan hidup bersama Nabi ﷺ dan para sahabat. Dan berkali-kali Alquran membantah mereka, hingga ada satu surat yang dikenal dengan istilah surat al-Fadhihah, surat yang memermalukan orang-orang munafik.
 
Ahoax TIDAK lebih besar dibandingkan pendukungnya dari kalangan KMI (Komplotan Munafik Indonesia). Manusia jenis inilah yang lebih berbahaya dan lebih beracun. Karena mereka bisa memakai nama ormas Islam, untuk menyebarkan kalimat racun di masyarakat.
 
Mereka akan memberikan pembelaan kepada orang kafir, semaksimal yang mereka lakukan. Persis seperti yang Allah nyatakan dalam beberapa ayat, di antaranya:
 
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ
 
Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara Ahli Kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir, niscaya kami pun akan keluar bersamamu. Dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu. Dan jika kamu diperangi, pasti kami akan membantu kamu” (QS. al-Hasyr: 11)
 
Karena itu tak heran, ketika terjadi persaingan antara cagub Muslim dan cagub kafir, dia akan tegas membela yang kafir, tanpa pernah berfikir mengenai masa depan umat Islam:
 
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا . الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
 
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik, bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman dan penolong dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. (QS. an-Nisa’: 138 – 139)
 
Seribu alasan bisa mereka sampaikan, untuk mengaburkan umat Islam dari kebenaran Alquran. Karena mereka mendapatkan bisikan setan untuk menipu masyarakat:
 
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
 
“Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan dari jenis) jin. Sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain, perkataan-perkataan yang indah-indah, untuk menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)
 
Menghadapi setan manusia bisa jadi lebih berat, dibandingkan setan dari golongan jin. Malik Bin Dinar, seorang ulama terkenal (130 H) pernah mengatakan:
 
إن شيطان الإنس أشد علي من شيطان الجن، وذلك أني إذا تعوذت بالله ذهب عني شيطان الجن، وشيطان الإنس يجيئني فيجرني إلى المعاصي عيانا
 
Sesungguhnya setan dari golongan manusia lebih berat bagiku, daripada setan dari golongan jin. Sebab, setan dari golongan jin, jika aku telah membaca taawudz, maka dia langsung menyingkir dariku. Sedangkan setan dari golongan manusia dapat mendatangiku, untuk menyeretku melakukan berbagai kemaksiatan secara terang-terangan. (Tafsir al-Qurthubi, 7/68).
 
Bolehnya Berlindung Kepada Pemimpin Kafir?
 
Syubhat yang mereka coba sebarkan:
 
“Dulu Nabi ﷺ berlindung di bawah Abu Thalib. Beliau ﷺ juga menyuruh para sahabat untuk hijrah ke negeri Habasyah dan berlindung ke Raja Najasyi. Menurut mereka, ini dalil bolehnya memilih pemimpin yang kafir.”
 
Ini kalimat yang menjadi alasan terbesar mereka untuk mendukung pemimpin kafir. Sayangnya alasan ini TIDAK BISA DIPERTANGGUNG JAWABKAN dengan pertimbangan:
 
Pertama, mereka MENUTUP MATA dengan latar belakang sejarah, dan kapan Rasulullah ﷺ memberikan kebijakan itu.
 
Semua yang membaca sejarah bisa memahami, peristiwa itu terjadi di saat posisi kaum MUSLIMIN MASIH SANGAT LEMAH, sementara mereka menghadapi kekuatan besar yang sangat berbahaya, yaitu Musyrikin Quraisy. Sehingga keberadaan Abu Thalib, dan perlindungan yang diberikan Raja Najasyi, sangat menguntungkan kaum Muslimin.
 
Ketika Nabi ﷺ hijrah ke Madinah dan telah memiliki kekuatan, kebijakan ini SUDAH TIDAK BERLAKU. Bahkan Rasulullah ﷺ berkali-kali menolak orang kafir yang ingin gabung dalam pasukan kaum Muslimin, ketika beliau hendak perang melawan orang kafir lainnya.
 
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita ketika Nabi ﷺ memobilisasi pasukan menuju Badar. Pada saat beliau ﷺ tiba di Lembah Wabrah, beliau ﷺ bertemu dengan orang yang dikenal sangat pemberani dan hebat ketika perang. Para sahabat sangat gembira ketika melihatnya mau bergabung dengan pasukan kaum Muslimin.
 
Setelah menghadap Nabi ﷺ, dia mengatakan:
 
جِئْتُ لأَتَّبِعَكَ وَأُصِيبَ مَعَكَ
 
“Saya datang untuk mengikutimu dan memihak pasukanmu.”
 
Rasulullah ﷺ langsung bertanya:
 
تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
 
“Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”
 
“Tidak.” Jawab orang itu.
 
Kemudian Nabi ﷺ mengatakan:
 
فَارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ
 
“Pulanglah, saya tidak mau minta bantuan kepada orang Musyrik.”
 
Aisyah melanjutkan ceritanya:
 
Kemudian kami melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di sebuah pohon, orang itu menyusul dan menawarkan untuk ikut, namun Nabi ﷺ selalu menolaknya, karena dia belum beriman.
 
Hingga tiga kali Nabi ﷺ mengatakan:
 
فَارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ
 
“Pulanglah, saya tidak mau minta bantuan kepada orang Musyrik.”
 
Hingga ketika kami tiba di al-Baida’, orang ini datang lagi, dan Nabi ﷺ tetap bertanya:
 
تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
 
“Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”
 
“Ya.” Jawab orang itu.
 
“Silakan bergabung.” Kata Nabi ﷺ. (HR. Muslim 4803 dan Turmudzi 1647)
 
Peristiwa yang lain, diceritakan oleh Khubaib bin Aswad radhiyallahu ‘anhu:
 
Bahwa Rasullullah ﷺ pernah berangkat untuk berperang. Kemudian saya dan salah seorang dari kaumku menemui beliau ﷺ, dan aku sampaikan keinginanku untuk bergabung bersama beliau ﷺ.
 
“Apakah kalian sudah masuk Islam?” tanya Nabi ﷺ.
 
“Belum.” Jawab kami.
 
Lalu beliau ﷺ bersabda:
 
فَإِنَّا لاَ نَسْتَعِينُ بِالْمُشْرِكِينَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ
 
“Kami tidak mau minta bantuan orang Musyrik untuk mengalahkan orang Musyrik lainnya.” (HR. Hakim 2563, Ahmad 15203 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
 
Kedua, bahwa surat al-Maidah termasuk surat Madaniyah, dan bahkan surat yang turunnya di masa terakhir dakwah Rasulullah ﷺ.
 
Kita mengenal ada istilah Nasakh Mansukh, di mana syariat yang lama dihapus dengan kehadiran syariat yang baru, ketika keduanya saling bertentangan.
 
Jika mengakui keputusan Nabi ﷺ di atas berlaku di Mekah, maka surat al-Maidah menjadi Nasakh untuk keputusan itu.
 
Jika Anda konsisten dengan ini, maka KEBIJAKAN BERLINDUNG KEPADA PEMIMPIN YANG KAFIR HANYA BERLAKU KETIKA KAUM MUSLIMIN DI POSISI LEMAH. Sama sekali tidak ada peluang untuk berkuasa, seperti mereka yang tinggal di negeri kafir, Amerika atau Eropa.
 
Hasil sensus 2010, populasi penduduk Idonesia yang beragama Protestan hanya 6,96%, sementara yang Katolik hanya 2,9%. Di sini orang liberal meminta kaum Muslimin berlindung kepada pemimpin yang kafir…??!!
 
Kita bandingkan dengan Inggris, Badan Nasional Statistik (ONS), merilis laporan di Januari 2016, bahwa warga Muslim mencapai 3.114.992 orang pada 2014 atau setara dengan 5,4% dari total populasi. Belum pernah terdengar dalam berita ada kampanye yang memromosikan umat Islam untuk menduduki calon legislatif, apalagi gubernur??!! Orang kafir konsisten, jangan sampai memilih orang Muslim sebagai pemimpin.
 
Orang Islam Indonesia yang lemah iman masih berlimpah. Dipimpin oleh Komplotan Munafik Indonesia (KMI). Ini yang mendorong kami untuk selalu mengajar dan berdakwah. Setidaknya meluruskan pemahaman tentang Islam yang mulai dikaburkan para KMI.
 
Ya Rab, sungguh Engkau tahu, kami sangat lelah menghadapi ujian ini… Karena itu, ampunilah kami dan sadarkan kami akan aturan-Mu. Jauhkan kami dari pengaruh buruk orang-orang munafik yang suka mengaburkan kebenaran ajaran-Mu.
 
Berikanlah kami kehidupan yang tenang, di bawah pemimpin Muslim terbaik yang Engkau pilihkan untuk kami. Jauhkan kami dari pemimpin kafir yang arogan, yang berusaha merusak agama kami.
 
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam…
 
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits [KonsutasiSyariah.Com]