بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BERDAGANG DAN BERMUAMALAH DENGAN ORANG KAFIR
Selama perjalanan sejarah dakwahnya, Nabi ﷺ dan para sahabat melakukan aktivitas muamalah dengan orang Yahudi. Realita ini memberi panduan pada kita mengenai cara memboikot yang benar terhadap produk-produk perusahaan milik orang-orang Yahudi. Perjalanan sejarah umat Islam mengalami pasang dan surut. Awalnya umat Islam dalam kondisi lemah, sehingga ditindas oleh umat lain. Penindasan, intimidasi, dan bahkan pembunuhan sebagian umat Islam, mewarnai awal sejarah agama ini. Namun kondisi menyedihkan tersebut berlangsung tak lama, karena kemudian berubah menjadi kejayaan dan kemenangan.
Suatu hari seorang lelaki datang menemui Nabi ﷺ guna mengeluhkan kemiskinan yang melilitnya. Tidak selang beberapa lama datang lelaki lain yang mengeluhkan perihal para perampok yang merajalela. Menanggapi keluhan kedua sahabatnya itu, beliau ﷺ bersabda: “Wahai Adi bin Hatim, apakah engkau pernah pergi ke kota Al-Hairah?” Sahabat Adi menjawab: ”Aku belum pernah mengunjunginya, namun aku pernah mendengar perihal kota tersebut.”Nabi ﷺ bersabda:” Jika engkau berumur panjang, niscaya suatu saat nanti engkau akan menyaksikan, seorang wanita yang bepergian dari kota Al-Hairah menuju kota Makkah untuk menunaikan ibadah tawaf di Kakbah, tanpa ada yang ia takuti selain Allah.” (HR. Bukhari)
Hadis tersebut memberi gambaran tentang perkembangan sejarah Islam di zaman Rasulullah ﷺ. Kejayaan demi kejayaan terus dipetik oleh umat Islam di bawah bimbingan Nabi ﷺ, yang kemudian dilanjutkan oleh para Khulafa’ Ar Rasyidin. Hingga pada saatnya di zaman khilafah Umar bin Al-Khatthab, umat Islam berhasil mencapai puncak kejayaannya, sehingga mampu menundukkan dua negara adi daya kala itu, yaitu Persia dan Romawi.
Dengan mengamati perkembangan sejarah Islam sejak awal hingga pada saat Islam mencapai puncak kejayaannya, kita mendapatkan satu hal unik yang patut untuk kita cermati bersama. Walau Nabi ﷺ berhasil menundukkan kabilah-kabilah Yahudi, namun tetap saja beliau ﷺ menjalin hubungan dagang dengan mereka. Beliau ﷺ memercayakan pengolahan ladang-ladang beliau ﷺ di Negeri Khaibar kepada orang-orang Yahudi, dengan ketentuan bagi hasil. (Muttafaqun ‘alaihi). Bahkan hingga akhir hayatnya, beliau ﷺ tiada pernah merasa sungkan bertransaksi dengan orang-orang Yahudi.
Aisyah, isteri Nabi ﷺ mengisahkan, pada akhir hayatnya, Nabi ﷺ membeli beberapa takar gandum dari seorang pedagang Yahudi. Namun karena beliau ﷺ belum mampu membayarnya, beliau ﷺ menggadaikan perisai perangnya kepada pedagang Yahudi tersebut. Dan hingga ajal menjemputnya, beliau ﷺ belum juga mampu menebus perisai perangnya itu dari pedagang Yahudi tersebut. Demikian kisah ini diabadikan oleh Imam Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya dalam kitab-kitab hadisnya.
Kejayaan yang telah terwujud bagi umat Islam tidaklah menghalanginya untuk berinterasi niaga dengan para penganut agama lain. Kondisi ini terus berlangsung sampai pun umat Islam telah berhasil mencapai puncak kejayaannya di zaman Amirul Mukminin Umar bin Al-Khatthab Radhiyallallahu ‘anhu. Hubungan dagang antara umat Islam dan para penganut agama lain terus berlangsung, walaupun permusuhan antara umat Islam dan orang-orang kafir juga terus berlanjut.
Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi mengisahkan, sahabat Abu Musa Al-Asy’ary mengadukan perlakuan musuh-musuh Islam (Kafir Harby) terhadap para pedagang Muslim yang berdagang di negeri mereka. Mereka memungut upeti dari para setiap pedagang Muslim yang berdagang ke negeri mereka sebesar 10 % dari penghasilannya. Menyikapi perilaku negeri-negeri musuh Islam tersebut, Khalifah Umar memerintahkan agar sahabat Abu Musa memerlakukan para pedagang negeri kafir yang masuk ke negeri Islam dengan cara yang sama.
Sikap umat Islam ini membuktikan, bahwa menjalin hubungan dagang dengan orang-orang kafir adalah sah-sah saja, selama TIDAK MENGANCAM kehormatan atau MELANGGAR hukum syariat. Terlebih bila kondisi umat Islam tidak memungkinkan berkonfrontasi dengan negara-negara kafir. Karena itu dahulu, Nabi ﷺ mengadakan perjanjian damai dengan sebagian kabilah Yahudi, dan juga dengan orang-orang kafir Quraisy.
Wallahu Ta’ala a’alam bisshawab.
 
Sumber: http://pengusahamuslim.com/3553-berdagang-dan-bermuamalah-dengan-non-muslim-1811.html