Barang Temuan Tidak Boleh Dimiliki dan Bagaimana Cara Menanganinya

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Barang temuan tidak boleh dimiliki secara pribadi (Baca Barang Temuan Bagian 01: https://nasihatsahabat.com/barang-temuan-tidak-boleh-dimiliki-bagian-01/). Menemukan barang itu, bukan berarti dia berpindah tangan ke si penemu. Barang itu masih menjadi hak pemiliknya.

Lalu apa yang harus kita lakukan ketika kita menemukan sesuatu? Sementara kita tidak menjamin, ketika barang ini kita biarkan, akan kembali ke pemiliknya. Besar kemungkinan akan diambil orang lain yang mungkin lebih tidak bertanggung jawab.

JIKA KITA YAKIN BISA BERSIKAP AMANAH terhadap barang temuan itu, kita bisa mengambilnya dan mengumumkannya atau berusaha menjaganya hingga datang pemiliknya, atau penanganan lainnya yang diizinkan secara syariat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan beberapa aturan di Tanah Haram, di antaranya:

وَلاَ تَحِلُّ سَاقِطَتُهَا إِلاَّ لِمُنْشِدٍ

Tidak halal diambil barang temuannya, kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya. (HR. Bukhari 112 & Muslim 3371).

 

Pendapat yang rajih (mendekati kebenaran) terkait barang temuan, bahwa tidak ada perbedaan antara barang temuan di Tanah Haram (Mekah) dan selain Tanah Haram.

 

Karena itu, ketika kita merasa ada orang lain yang lebih memungkinkan untuk mengembalikan barang itu, sebaiknya kita serahkan ke orang lain, dan kita tidak mengambilnya.

Sebagai contoh, kita menemukan barang di sebuah daerah, ketika kita sedang safar. Atau misalnya di terminal. Tentu saja, kita akan sangat kerepotan jika harus mengumumkan di tempat itu. Karena kita harus melakukan safar untuk bisa menemukan pemiliknya. Di posisi ini, kita bisa serahkan ke satpam atau petugas yang amanah. Sehingga kita terlepas dari tanggung jawab menjaganya.

Sebaliknya, jika memungkinkan bagi kita untuk mengembalikannya, karena barang itu kita temukan di daerah kita, maka bisa kita ambil.

Selanjutnya, bagaimana cara menanganinya? Kita bisa perhatikan keterangan berikut, yang disarikan dari kitab al-Mulakhas al-Fiqhi, karya Dr. Soleh al-Fauzan:

Cara Menangani Barang Temuan

Dilihat dari daya tahannya, barang temuan bisa kita kelompokkan menjadi tiga:

 

Pertama, Barang Temuan Yang Tidak Tahan Lama

Misalnya, roti, buah-buahan, atau makanan apapun lainnya.

Untuk barang yang mudah rusak semacam ini, kita harus memilih cara penanganan yang paling menguntungkan bagi pemiliknya. Misalnya, dijual atau dibeli sendiri, kemudian uang hasilnya disimpan untuk diserahkan ke pemiliknya jika ketemu. Atau disedekahkan atas nama pemiliknya.

Kedua, barang temuan yang membutuhkan perawatan

Misalnya binatang piaraan, atau binatang ternak atau benda apapun yang butuh perawatan.

Ada tiga pilihan yang bisa dilakukan:

 

  1. Memakannya, dan dengan komitmen membelinya dari pemilik. Sehingga jika pemiliknya datang, dia bisa berikan uangnya ke pemiliknya.
  2. Menjualnya, lalu uangnya disimpan untuk diserahkan ke pemilik.
  3. Merawatnya tanpa memilikinya. Terutama untuk binatang piaraan. Biaya perawatan untuk sementara kita yang tanggung, dan jika pemiliknya datang, kita bisa minta ganti rugi.

Ketika menjelaskan kambing temuan, Ibnul Qoyim mengatakan:

وفيه جواز التقاط الغنم ، ، فيخير بين أكلها في الحال وعليه قيمتها ، وبين بيعها وحفظ ثمنها ، وبين تركها والإنفاق عليها من ماله

Dalam hadis ini menunjukkan bolehnya mengambil kambing temuan. … Ada beberapa pilihan yang bisa dia lakukan, antara memakannya langsung, namun diganti uang senilai kambing itu. Atau dijual dan disimpan uangnya, atau dia rawat dan biaya perawatan diambil dari hartanya.

Ketiga, semua barang bernilai selain dua jenis di atas, seperti uang, perhiasan, handphone atau barang berharga lainnya, yang tidak butuh perawatan, selain hanya disimpan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait barang temuan ini:

  1. Ketika orang itu menemukannya, dia bisa menimbang keadaannya dan lingkungannya. Jika dia sanggup bertindak amanah, dia berhak mengambilnya. Terlebih ketika dia yakin barang ini bisa terancam keselamatannya jika jatuh ke tangan orang lain.
  2. Berusaha mengenali ciri-cirinya, termasuk tempat dia menemukannya. Karena demikian yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Wajib diumumkan selama setahun.. Mengenai teknis mengumumkannya, tidak ada batas tertentu. Dia bisa gunakan cara apapun yang paling efektif dan efisien.
  4. Jika ada yang datang mengaku memilikinya, dia bisa minta dirinya untuk menyebutkan ciri-cirinya. Jika ternyata tidak sesuai, tidak boleh dia serahkan, kecuali jika dia memiliki bukti yang lain.
  5. Jika pemiliknya tidak datang setelah diumumkan selama setahun, dia bisa memanfaatkannya. Dengan komitmen, jika pemiliknya datang, dia akan serahkan ke pemiliknya.

(Al-Mulakhas al-Fiqhi, 2/193)

Kita tidak akan menjumpai aturan ini di ajaran agama lainnya. Semua aturan ini menunjukkan betapa Islam adalah agama yang sangat menghargai sesama. Jangankan harga diri, barang yang hilang saja, dalam Islam dijaga, agar bisa dikembalikan kepada pemiliknya. Terlepas siapa yang memraktikkannya, karena tidak semua aturan Islam, dipraktikkan semua penganutnya, bahkan terkadang justru malah dipraktekkan umat agama lain. Andai umat Islam berusaha memraktikkan semua ajaran nabi mereka, negaranya akan menjadi negara teraman di dunia.

Allahu a’lam.

Ditulis oleh ustadz Ammi Nur Baits