سْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

AWAS DA’I GADUNGAN PECANDU ROKOK

Pengemban risalah dakwah Islam adalah da’i yang memikul tugas agung dan mulia, sehingga Allah tidak membebankan kepada sembarangan orang untuk menjalankannya.

Orang-orang yang pertama kali Allah percayakan untuk mengemban amanat ini adalah para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalaam, kemudian para ulama Rabbani (orang berilmu yang sejati) sebagai pewaris ilmu para Nabi.

Mereka menjadi panutan dan teladan bagi manusia. Pandangan manusia tertuju kepada mereka, gerak-gerik, sifat, dan kebiasaanya menjadi sorotan di masyarakat.

Namun karena jauhnya masyarakat dari ilmu syari, maka banyak di antara mereka yang salah kaprah dalam mencari panutan, sehingga menyebarlah para da’i gadungan yang jauh dari akhlak Islami, seperti para da’i perokok.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa hukum syari menyangkut da’i yang suka merokok:

Pertama: Seorang da’i atau kiyai perokok tidak pantas untuk dijadikan guru atau pengajar agama. Karena di antara syarat sebagai seorang guru agama adalah memiliki standar keislaman dan keimanan yang baik. Rasulullah ﷺ bersabda:

من حسن إسلام المرء تركة ما لا يعنيه

“Di antara indikasi baiknya keislaman seseorang adalah meningggalkan sesuatu hal yang tidak bermanfaaat baginya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

 

Pelajaran dari Hadis ini adalah bahwa:

قال العلماء: أهم ما يعنيك فعل الواجبات، وأهم ما لا يعنيك فعل المحرمات، فمن حسن إسلام المسلم تركه ما لا يجوز له فعله؛ لأنه لا يعنيه، فترك المحرمات والمكروهات، وترك الكبائر والصغائر مما يعني الإنسان تركه

  1. Para ulama mengatakan: ”Perbuatan bermanfaat yang paling utama untuk kamu lakukan adalah melaksanakan yang wajib. Dan perbuatan sia-sia yang paling utama untuk ditinggalkan adalah perbuatan haram. Maka, di antara indikasi dan standar baiknya keislaman seseorang, yaitu meninggalkan sesuatu yang terlarang dalam agama. Dengan demikian, meninggalkan hal-hal yang haram dan yang makruh (dibenci), dan meninggalkan dosa besar dan dosa kecil termasuk sesuatu yang bermanfaat, jika seseorang meninggalkannya.

أن من لم يترك ما لا يعنيه فإنه ضعيف إيمانه وإن من كمال إيمان العبد تركه ما لا يهمه من الأقوال والأفعال

  1. Orang yang tidak meninggalkan sesuatu yang tidak bermafaat baginya adalah orang yang lemah imannya. Sebaliknya, di antara indikasi kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya, baik dari segi perkataan maupun perbuatan.

Seseorang yang lemah imannya, bagaimana mungkin bisa menjadi seorang da’i yang seharusnya menjadi dokter hati bagi mad’unya (jamaahnya), yang butuh siraman keimanan dengan ilmu dan akhlak mulia?

Jika seorang da’i yang masih sibuk dengan aktivitas dan permainan yang tidak berguna sudah diragukan kesholihannya, dan bisa mengurangi kewibawaannya, sehingga orang lain tidak mau belajar darinya, lantas bagaimana dengan seorang da’i yang jelas-jelas melakukan perbuatan haram seperti merokok?

Tentu keimanannya bisa dikatakan rusak (sangat kurang). Lalu bagaimana dia bisa memerbaiki keimanan orang lain sementara imannya sendiri rusak.

Allah ta’ala berfirman:

وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah: 195)

Tidak diragukan lagi, bahwa merokok hukumnya haram secara syari dan terlarang secara medis, serta termasuk bagian tindakan asusila dalam masyarakat Islami. Hal itu dikarenakan kerusakan dan kebinasaan yang ditimbulkannya, baik terhadap pelakunya maupun orang lain dan lingkungan.

Kedua: Da’i dan kiyai perokok menjadi contoh teladan yang jelek bagi generasi muda

Banyak generasi muda, terutama para remaja, bahkan dari kalangan wanitanya, tidak merasa berdosa ketika merokok, lantaran para kiyai saja yang dianggap “Alim dan mengerti agama“ banyak yang merokok.

Maka tidaklah mengherankan jika banyak pemuda yang sulit untuk bertaubat dari rokok, bahkan kebrutalan mereka semakin menjadi-jadi. Benarlah apa yang diungkapkan dalam pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing ke sana ke mari”.

Jadi, eksisnya para da’i perokok merupakan salah satu penyebab rusaknya umat dan mereka akan menuai dosa sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Rasulullah ﷺ:

مَنْ سَنَّ في الإِسْلام سُنةً حَسنةً فَلَهُ أَجْرُهَا، وأَجْرُ منْ عَملَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ ينْقُصَ مِنْ أُجُورهِمْ شَيءٌ، ومَنْ سَنَّ في الإِسْلامِ سُنَّةً سيَّئةً كَانَ عَليه وِزْرها وَوِزرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بعْده مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزارهمْ شَيْءٌ

“Barang siapa yang mencontohkan akhlak yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang menirunya, tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barang siapa yang mencontohkan akhlak yang jelek, maka maka ia akan mendapatkan dosa, dan dosa orang yang menirunya, tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)

Ketiga: Merokok merupakan syiar (identitas) orang fasik (premanis)

Sudah dimaklumi, bahwa rokok merupakan “Aksesoris” yang tidak bisa terlepas dari lingkungan maksiat, seperti diskotik, bar, karaoke, klab malam, rumah mesum dan sebagainya.

Seorang preman yang belum bisa merokok masih dikatakan banci oleh konco-konconya. Wanita yang belum berani merokok belum dikatakan “Jablay sejati” oleh krunya.

Lalu bagaimana dengan seorang da’i yang seharusnya memberantas syiar-syi’ar kemaksiatan tersebut, malah yang paling “record” dalam mengampanyekannya ,seraya berkilah “Rokok hukumnya hanya makruh”. Padahal dalil-dalil sudah jelas menunjukkan keharamannya.

Maka apabila ia terus dalam kefasikannya setelah dinasihati, umat harus diingatkan untuk menjauhi majelisnya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata ketika menjelaskan masalah ghibah yang diperbolehkan:

“Di antaranya, jika seseorang melihat penuntut ilmu sering menghadiri majlis taklim Ahli Bid’ah atau orang fasik, dan dia khawatir hal itu akan membahayakan penuntut ilmu tersebut, maka ia wajib menasihatinya, dengan menjelaskan keadaan gurunya tersebut, dengan syarat dia berniat menasihatinya.”

Keempat: Nasihat ulama tentang kehadiran di majelis Ahlul Bid’ah dan orang fasik

Asy-Syaikh Al-‘Utsaymin rahimahullah berkata:

”Jika kita mendapati seorang Ahli Bi’ah yang pakar dalam ilmu bahasa Arab, apakah kita boleh hadir di majelisnya? Maka hukumnya tidak boleh karena dampak negatif yang ditimbulkannya yaitu:

  1. Ahli Bid’ah tersebut akan terpedaya (ke-GR-an) dengan dirinya, sehingga dia menyangka bahwa dirinya berada di atas kebenaran (sehingga sulit untuk bertaubat, pent).
  1. Orang awam akan tertipu dengan Ahli Bid’ah tersebut, karena melihat penuntut ilmu mondar mandir mengambil ilmu darinya, sementara orang awam tidak bisa membedakan antara ilmu Bahasa dengan ilmu Aqidah.”

Kelima: Adapun mencarikan dana dan donatur untuk para da’i perokok maka termasuk perbuatan haram karena:

  1. Tolong menolong dalam dalam perbuatan dosa dan maksiat, dengan memberi peluang bagi mereka untuk menyia-nyiakan harta dengan cara “Membakar duit” yang diinfakkan oleh pihak donatur.

Allah ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al Maidah: 2)

  1. Mengkhianati amanah yang dipercayakan umat, khususnya para donatur yang berniat untuk kepentingan agama, agar manusia selamat dari penyimpangan. Bukan malah ikut andil dalam menyesatkan umat dan merusak akhlak.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad). Dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27)

Wallahu A’lam.

Maraji’:

  1. Hadis Al-Arba’in An-Nawawiyah no. 12
  2. Syarh Hadis Arba’in, Syaikh ‘Athiyah Salim, Maktabah Syamilah.
  3. HR. Muslim, Riyadhus Sholihin no: 171
  4. Riyadhus Sholihin
  5. Syarh Hilyah Thalibil ilmi

 

Penulis: Al-Ustadz Hendra Abu Dihyah, Lc hafizhahullah

 

Sumber: http://sofyanruray.info/awas-dai-gadungan-pecandu-rokok/