بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#SifatSholatNabi, #FatwaUlama

APAKAH SHALAT SENDIRIAN DIHARUSKAH AZAN?

Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullahu ta’ala:

الأذان إعلام بدخول الوقت وشعار للإسلام وفيه فضل عظيم فينبغي المحافظة عليه، والأذان لكل وقت عند دخوله ولو كان الإنسان وحده . إنه يستحب له أن يؤذن ويصلي وفي ذلك فضل عظيم وثواب كبير، أما لو صلى الإنسان من غير أذان فصلاته صحيحة، لكن يفوت عليه أجر الأذان‏.‏

Azan adalah pengumuman masuknya waktu shalat dan syiar Islam. Azan memunyai keutamaan yang sangat besar, sehingga sudah sepantasnya dijaga. Hendaknya senantiasa azan setiap kali masuk waktu shalat, meskipun seseorang sendirian (shalatnya). Tetap disunnahkan baginya mengumandangkan azan kemudian shalat. Karena yang demikian ini akan membuahkan keutamaan yang agung dan pahala yang besar. NAMUN seandainya seseorang shalat tanpa azan, maka shalatnya tetap sah. Hanya saja dia tidak mendapatkan pahala mengumandangkan azan. [Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh al-Fauzan]

Sumber: http://shahihfiqih.com/fatwa/apakah-shalat-sendirian-diharuskah-azan/

 

Catatan Tambahan:

HUKUM AZAN BAGI WANITA

Pertanyaan:
Apakah wajib bagi wanita melakukan azan dan iqamat untuk mendirikan shalat seorang diri di dalam rumah, atau saat melakukan shalat jamaah sesama kaum wanita?

Jawaban:
Tidak diwajibkan bagi kaum wanita untuk melakukan hal itu, dan juga TIDAK DISYARIATKAN bagi mereka untuk azan dan iqamat. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’ I/83, 9419]

Pertanyaan:
Bolehkah wanita mengumandangkan azan? Apakah suara wanita dianggap aurat atau tidak?

Jawaban:
Pertama:
Pendapat yang benar dari para ulama menyatakan, bahwa wanita TIDAK BOLEH mengumandangkan azan, karena hal semacam ini belum pernah terjadi pada jaman Nabi ﷺ dan juga tidak pernah terjadi di zaman Khulafa’ur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum.

Kedua:
Dengan tegas kami katakan, bahwa suara wanita bukanlah aurat, karena sesungguhnya para wanita di zaman Nabi selalu bertanya kepada Nabi ﷺ tentang urusan-urusan agama Islam, dan mereka juga selalu melakukan hal yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin setelah mereka. Di zaman itu juga mereka biasa mengucapkan salam kepada kaum laki-laki asing (non-mahram) serta membalas salam. Semua hal ini telah diakui, serta tidak ada seorang pun di antara para imam yang mengingkari hal ini. Akan tetapi walaupun demikian, tidak boleh bagi kaum wanita untuk mengangkat suaranya tinggi-tinggi dalam berbicara, juga tidak boleh bagi mereka untuk berbicara dengan suara lemah gemulai, berdasarkan firman Allah ta’ala:

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain. Jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. [QS. Al-Ahzab 32]

Karena jika seorang wanita berbicara lemah gemulai, maka hal itu dapat memerdaya kaum pria, hingga menimbulkan fitnah di antara mereka, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil ifta’, VI/82, Fatwa 9522]

Sumber:

https://shahihfiqih.com/fatwa/adzan-bagi-wanita/

http://shahihfiqih.com/fatwa/adzan-bagi-wanita-bag-2/