بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

APAKAH SHAFAR BULAN SIAL?

Banyak orang yang beranggapan bahwa bulan kedua dalam kalender Hijriyah ini sebagai bulan sial. Yang sangat disesalkan, anggapan tersebut banyak diyakini oleh kaum Muslimin juga. Sehingga, karena bulan sial, maka tidak boleh punya hajatan pada bulan tersebut, atau melakukan pekerjaan-pekerjaan penting pada bulan tersebut, …dsb, karena akan mendatangkan bencana, atau ketidakberhasilan dalam pekerjaan.

Menganggap sial waktu-waktu tertentu, atau hewan-hewan tertentu, atau sial karena adanya peristiwa atau mimpi tertentu, sebenarnya hanyalah khayalan belaka. Itu merupakan keyakinan kufur, menunjukkan dangkal akidah tauhid orang-orang yang memercayai keyakinan tersebut.

Termasuk anggapan Shafar sebagai bulan sial, sebenarnya merupakan warisan dari adat istiadat Jahiliyyah, para penyembah berhala, sekaligus pelaku kesyirikan. Segala keyakinan-keyakinan syirik tersebut telah diberantas oleh Nabi Muhammad ﷺ dengan agama tauhid yang beliau ﷺ bawa.

Berikut penjelasan para ulama  tauhid dan sunnah tentang permasalahan ini:

Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset Ilmiyyah dan Fatwa Kerajaan), Saudi ‘Arabia

Pertanyaan:

Sungguh kami telah mendengar tentang keyakinan-keyakinan, bahwa pada bulan Shafar tidak boleh melakukan pernikahan, khitan, atau semisalnya. Kami memohon penjelasan dalam masalah tersebut sesuai bimbingan syariat Islam. Semoga Allah menjaga Anda sekalian.

(Fatwa no. 10.775)

Jawaban:

Keyakinan tersebut, yaitu tidak boleh melakukan pernikahan, khitan, atau semisalnya pada bulan Shafar merupakan salah satu bentuk perbuatan menganggap sial bulan tersebut. Perbuatan menganggap sial bulan-bulan tertentu, hari-hari tertentu, burung atau hewan-hewan tertentu lainnya adalah perbuatan yang tidak boleh. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar.” [HR. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad (II/327)]

Menganggap sial bulan Shafar sekaligus termasuk salah satu jenis Tathayyur yang terlarang. Itu termasuk amalan Jahiliyyah yang telah dibatalkan (dihapuskan) oleh Islam.

Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta`

Anggota: Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayyan

Wakil Ketua: Asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifi

Ketua: Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah

(Mufti Umum Kerajaan Saudi ‘Arabia)

 

Pertanyaan:

“Banyak orang berkata bahwa Shafar adalah bulan sial. Sebagian orang awam menganggap sial bulan tersebut dalam banyak perkara. Contohnya mereka meyakini, tidak boleh melakukan akad nikah pada bulan tersebut. Demikian sebagian orang meyakini, bahwa dalam acara akad nikah tidak boleh mematahkan kayu, atau mengikat tali, atau menyilangkan jari-jemari, karena hal-hal tersebut bisa menyebabkan kesialan pada pernikahan tersebut, dan tidak akurnya kedua mempelai.

Karena permasalahan ini sangat terkait dengan akidah, maka kami memohon nasihat dan penjelasan hukum syari.

Semoga Allah memberi taufiq kita semua kepada apa yang Ia cintai dan Ia ridhai.

Jawaban:

Menganggap sial Shafar termasuk kebiasaan Jahiliyyah. Perbuatan itu tidak boleh. Bulan (Shafar) tersebut seperti kondisi bulan-bulan lainnya. Padanya ada kebaikan, ada juga kejelekan. Kebaikan yang ada datangnya dari Allah, sedangkan kejelekan yang ada terjadi dengan takdir-Nya. Telah sah riwayat dari Nabi ﷺ, bahwa beliau telah membatalkan keyakinan sialnya bulan Shafar tersebut. Beliau ﷺ bersabda:

 

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada Thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar.” [HR. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad (II/327)]

Hadis ini telah disepakati keshahihannya.

Demikian juga menganggap sial perbuatan menyilangkan jari-jemari, atau mematahkan kayu, atau semisalnya ketika akad nikah, merupakan perbuatan yang tidak ada dasarnya. Tidak boleh meyakini hal tersebut. Bahkan itu merupakan keyakinan yang batil.

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua.

 

(Dipublikasikan di majalah “Ad-Da’wah” edisi 1641, tanggal 18 Muharram 1419 H. tercantum dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XXVIII/356-357)