بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#Mutiara_Sunnah

AL ATSARAH DAN BAGAIMANA MENYIKAPI PENGUASA YANG ZALIM

Pertanyaan:

Saya setuju dengan pernyataan taat kepada pemimpin. Namun, menurut saya, semua itu terkait dengan pemimpin yang masih berhukum dengan Alquran dan As-Sunnah. Lantas, bagaimanakah dengan pemimpin yang tidak berhukum dengan kedua hal tersebut (sebagaimana sekarang)? Dan tolong hubungkan dengan QS. 5: 44,45,47 dan QS. 3: 118?

Jawaban:

Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِيْ أَثَرَةً فَاصْبِرُوْا حَتَّى تَلْقَوْنِيْ عَلَى الْحَوْضِ

“Sesungguhnya kalian nanti akan menemui Atsarah (yaitu: Pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat -pent). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di Haudl”  [HR. Al-Bukhari no. 7057 dan Muslim no. 1845].

 

Nabi ﷺ juga bersabda:

إنَّهَا سَتَكُوْنُ بَعْدِيْ أَثَرَة وأُمُوْر تُنْكِرُوْنَهَا قَالُوْا يَا رَسُْولَ الله كَيْفَ تَأْمُرُ مَنْ أَدْرَكَ مِنَّا ذَلِكَ قَالَ تُؤَدُّوْنَ الْحَقَّ الَّذِيْ عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الَّذِيْ لَكُمْ

“Sesungguhnya sepeninggalku akan ada “Atsarah” dan banyak perkara yang kalian ingkari dari mereka”. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami yang menemuinya?” Beliau ﷺ menjawab: “Tunaikan hak (mereka) yang dibebankan/diwajibkan atas kalian, dan mintalah hak kalian kepada Allah” [HR. Muslim no. 1843].

Imam An-Nawawi berkata:

والأثرة: الاستئثار والاختصاص بأمور الدنيا عليكم. أي: أسمعوا وأطيعوا وأن أختص الأمراء بالدنيا، ولم يوصلوكم حقكم مما عندهم

“Al-Atsarah adalah monopoli dan berbuat sewenang-wenang terhadap kalian dalam urusan dunia. Jadi arti hadis itu (yaitu hadis Atsarah) adalah: Dengar dan taatilah pemerintah/penguasa tersebut, walaupun mereka lebih mengutamakan dan mengutamakan urusan dunia mereka di atas kalian [Syarh Shahih Muslim lin-Nawawi, 12/225].[6]

Beliau kemudian melanjutkan:

فيه الحث على السمع والطاعة وإن كان المتولي ظالماً عسوفاً، فيعطي حقه من الطاعة، ولا يخرج عليه، ولا يخلع، بل يتضرع إلي الله – تعالي – في كشف أذاه، ودفع شره، وإصلاحه

“Di dalam (hadis Atsarah) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang yang zalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin), yaitu berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan (perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim adalah) dengan sungguh-sungguh lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, supaya Dia menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah memerbaikinya (kembali taat kepada Allah dan meninggalkan kezalimannya)” [idem, 12/232].

Al-Atsarah sebagaimana yang terdapat dalam hadis itu merupakan gambaran penguasa zalim yang menyia-nyiakan amanah kepemimpinan yang diberikan Allah untuk ditunaikan kepada rakyatnya. Ia adalah tipe penguasa yang sewenang-wenang. Dalam realitas kehidupan kita, maka al-Atsarah tergambar pada diri seorang pemimpin yang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan maksiat lainnya. Pendek kata, ia merupakan tipe penguasa yang menjalankan kepemimpinannya dengan tidak sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah (pada beberapa permasalahan). Lantas, apa yang mesti diperbuat oleh kaum Muslimin ketika menemui Atsarah ini? Keluar dari ketaatan? Atau bahkan memberontak (kudeta)? TERNYATA TIDAK. Rasulullah ﷺ – dan beliaulah orang yang paling tahu tentang syariat Islam – tetap memerintahkan untuk sabar, mendengar dan taat pada hal-hal yang ma’ruf, selama pemimpin tersebut masih berstatus sebagai seorang Muslim (tidak kafir) dan masih menegakkan sholat.

 

Sumber: http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2009/06/menyikapi-penguasa-yang-zalim-tanya.html

 

Catatan Tambahan:

Al Atsarah: Pemerintah yang Tidak Memenuhi Hak Rakyat

Imam An-Nawawi berkata:

والأثرة: الاستئثار والاختصاص بأمور الدنيا عليكم. أي: أسمعوا وأطيعوا وأن أختص الأمراء بالدنيا، ولم يوصلوكم حقكم مما عندهم

“Al-Atsarah adalah monopoli dan berbuat sewenang-wenang terhadap kalian dalam urusan dunia. Jadi arti hadis itu (yaitu hadis Atsarah) adalah: dengar dan taatilah pemerintah/penguasa tersebut, walaupun mereka lebih mengutamakan dan mengutamakan urusan dunia mereka di atas kalian [Syarh Shahih Muslim lin-Nawawi, 12/225]

Pengertian Atsarah yang diterangkan oleh An-Nawawi adalah sama dan semakna sebagaimana yang diterangkan oleh ulama yang lainnya, seperti Ibnul-Atsir (An-Nihayah fii Gharibil-Hadis), As-Suyuthi (Ad-Diibaaj ‘alaa Shahih Muslim), Abul-‘Abbas Al-Qurthubi (Al-Mufhim lima Asykala min-Talkhiisi Kitaabi Muslim), Al-Qadli ‘Iyadl (Ikmaalul-Mu’lim Syarh Shahih Muslim), Ibnu Barjas (Mu’ammalatul-Hukkam), dan yang lainnya.

Sebagai contoh Al-Hafidh As-Suyuthi rahimahullah menerangkan makna Atsarah: “Monopoli dan berbuat sewenang-wenang dalam urusan dunia, dan menghalang-halangi sampai kebenaran dari apa-apa yang berada di tangannya (tanggung jawabnya)” [Ad-Diibaaj, penjelasan hadis no. 1846].

 

http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2009/06/menyikapi-penguasa-yang-zalim-tanya.html