بسم الله الرحمن الرحيم

#SeriPuasaRamadan
#AdabAkhlak

ADAKAH DALILNYA: BERMAAFAN SEBELUM RAMADAN?

>> Meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput.

Kali ini akan kita bahas mengenai sebuah tradisi yang banyak dilestarikan oleh masyarakat, terutama di kalangan aktifis dakwah yang beramal tanpa didasari ilmu. Tradisi tersebut adalah tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadan. Mereka yang melestarikan tradisi ini beralasan dengan hadit yang terjemahannya sebagai berikut:

Ketika Rasullullah ﷺ sedang berkhutbah pada Shalat Jumat (dalam bulan Syaban), beliau ﷺ mengatakan aamiin sampai tiga kali. Dan para sahabat, begitu mendengar Rasullullah ﷺ mengatakan aamiin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan aamiin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah ﷺ berkata aamiin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jumat, para sahabat bertanya kepada Rasullullah ﷺ, kemudian beliau ﷺ menjelaskan: “Ketika aku sedang berkhotbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Aamiin-kan doa ku ini,” jawab Rasullullah ﷺ.

Doa Malaikat Jibril itu adalah:

“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

  • 1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
  • 2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
  • 3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun anehnya, hampir semua orang yang menuliskan hadis ini tidak ada yang menyebutkan periwayat hadis. Setelah dicari, hadis ini pun tidak ada di kitab-kitab hadis. Setelah berusaha mencari-cari lagi, saya menemukan ada orang yang menuliskan hadis ini, kemudian menyebutkan, bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254). Ternyata pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadis berikut:

عن أبي هريرة  أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين  قال الأعظمي : إسناده جيد

“Dari Abu Hurairah: Rasulullah ﷺ naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau ﷺ bersabda: “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi: ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” Al A’zhami berkata: “Sanad hadis ini Jayyid”.

Hadis ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).

Dari sini jelaslah, bahwa kedua hadis tersebut di atas adalah dua hadis yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadis pertama. Atau mungkin bisa jadi pembuat hadis tersebut mendengar hadis kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna hadis. Atau bisa jadi juga, pembuat hadis ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadan, lalu sengaja menyelewengkan hadis kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut. Yang jelas, hadis yang TIDAK ADA ASAL-USULNYA, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadis dan TIDAK PERLU kita hiraukan, apalagi diamalkan.

Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari, di mana tidak ada ada Dinar dan Dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal saleh, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi” [HR. Bukhari no.2449]

Dari hadis ini jelas, bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam. Jika ada yang berkata: “Manusia kan tempat salah dan dosa, mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari”. Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah ﷺ dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” [HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah]

Sehingga, perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab, bisa terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.

Dan kata اليوم (hari ini) menunjukkan, bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja, dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Sehingga mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun, TIDAK dibenarkan dalam Islam, dan bukan ajaran Islam.

Namun bagi seseorang yang memang memiliki kesalahan kepada saudaranya dan belum menemukan momen yang tepat untuk meminta maaf, dan menganggap momen datangnya Ramadan adalah momen yang tepat, tidak ada larangan memanfaatkan momen ini untuk meminta maaf kepada orang yang pernah dizaliminya tersebut. Asalkan tidak dijadikan kebiasaan, sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun.

Wallahu’alam.

Penulis: Yulian Purnama

[Artikel www.muslim.or.id]

Sumber: https://muslim.or.id/4352-bermaafan-sebelum-Ramadan.html